Bawang Putih Tembus Rp 100 Ribu/Kg, Gegara Izin Impor Lambat?

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
13 May 2019 20:23
Pemerintah sebut naiknya harga bawah putih gara-gara izin impor yang lambat, benarkah?
Foto: Bawang Putih di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian Perdagangan tengah menyiapkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih sebanyak 125 ribu ton bagi 11 perusahaan importir swasta, setelah pada akhir April lalu mengizinkan impor 115.765 ton bagi 8 importir.

Seperti diketahui, harga bawang putih telah merangkak naik sejak awal tahun karena suplai yang terbatas, dan melonjak tak terkendali menembus Rp 100.000/kg di beberapa kota besar di awal pekan lalu.



Sebagai informasi, kebutuhan bawang putih nasional mencapai 600 ribu ton per tahun dan selama ini  sekitar 95% di antaranya masih dipenuhi oleh impor secara reguler.

Keterlambatan pemberian RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) oleh Kementerian Pertanian dan SPI oleh Kementerian Perdagangan yang baru terbit di akhir bulan April ditengarai menjadi penyebab kelangkaan pasokan dan meliarnya harga di pasaran. 

Padahal, berkaca pada tahun lalu izin impor bawang putih secara reguler terbit sejak medio Januari-Februari. Lantas, mengapa pemberian RIPH di tahun ini cukup terlambat hingga akhir kuartal I, dibandingkan tahun lalu?

"Pemberian RIPH tahun ini memang berbeda dibandingkan tahun lalu karena kita mengevaluasi kepatuhan importir memenuhi kewajiban tanamnya," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi, Senin (13/5/2019).

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) memang mewajibkan setiap perusahaan importir menanam 5% dari volume impor yang direkomendasikan Kementan.

Agung menjelaskan, kebutuhan nasional yang mencapai 600 ribu ton per tahun baru bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri dengan syarat luas tanam yang ada minimal 60 ribu ton per hektar (asumsi produktivitas 10 ton/ha).



"Saat ini kita baru bisa menyediakan 20 ribu hektar sehingga seluruh hasil produksi kita akan digunakan untuk keperluan benih. Makanya kita mewajibkan importir tanam 5%," jelas Agung.

Sebelumnya, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Ismail Wahab menyebutkan realisasi wajib tanam bawang putih selama 2017 dan 2018 hanya mencapai 2.431 hektar dari target 6.000 hektar.

Ditemui di tempat terpisah, Dewan Pembina Perhimpunan Ekonom Pertanian Indonesia (Perhepi), Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah seharusnya tidak mempersulit impor komoditas yang produksinya belum cukup memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Impor bisa dikendalikan, kita harus terus memonitor perdagangan internasional, menggunakan indikator-indikator yang objektif dan jelas seperti harga dan produksi riil. Tapi kemudian tidak perlu dilaporkan dulu, nunggu ini itu. Proses ini yang kemudian menjadi panjang dan lama" jelas Bayu.

"Importir bukan pihak yang hit and run, dia pasti memikirkan kontinuitas usahanya. Jadi ya kalau dia nakal tinggal dicabut izinnya. Intinya buatlah se-seamless mungkin, tetap dengan kontrol pemerintah yang kuat tapi tidak menjadi birokratik," tegasnya.


(gus/gus) Next Article Jurus Redam Harga Bawang Putih-Bombay Dipuji Pengusaha

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular