Badan Riset Nasional, Solusi atau Malah Tambah Masalah?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 March 2019 10:10
Solusi atau Tambah Masalah?
Foto: CNBC Indonesia/Samuel Pablo
Dalam kesempatan tersebut, calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno justru mengkritisi rencana pasangan 01 membentuk sebuah badan riset nasional.

Pasangan Prabowo Subianto itu memandang rencana pembentukan suatu badan baru yang diusulkan Ma’ruf Amin dikhawatirkan menambah lembaga yang ada, dan secara otomatis semakin menyulitkan birokrasi yang ada.

"Bagi Prabowo-Sandi kuncinya adalah di kolaborasi. Kami akan memastikan dunia usaha mendapat insentif jika mereka berinvestasi di riset, baik fiskal maupun nonfiskal," kata Sandiaga.

Menanggapi hal tersebut, Ma'ruf Amin justru menilai gagasan badan riset nasional merupakan salah satu terobosan untuk mengintegrasikan seluruh dana riset kementerian dan lembaga agar jauh lebih optimal

"Sementara ini dana riset terbagi di kementerian dan lembaga, tapi nanti kami akan satukan supaya satu koordinasi," kata Ma’ruf.


Badan Riset Nasional, Solusi atau Malah Tambah Masalah?Foto: Suasana Debat Pilpres 2019 tahap ketiga di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/3). Debat pilpres ketiga membahas soal pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya. (CNBC Indonesia/Andream Kristianto)


Kekhawatiran yang disampaikan Sandiaga terbilang wajar. Pasalnya, struktur kelembagaan yang dimiliki pemerintah Indonesia saat ini sudah jauh lebih dari cukup. Penambahan nomenklatur, justru akan membuat sistem semakin tumpang tindih.


"Kalau menurut saya yang ada sekarang itu kebanyakan. Tumpang tindihnya terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kompleks kepresidenan, Rabu (13/3/2019). "Saya sering nyebut, Amerika menterinya 17. Kita 34. Itu masih ditambah banyak lembaga jadi mendekati 85. Itu kan harus dilihat," jelasnya.




Agus menjelaskan, nomenklatur berlebih dan tak sesuai dengan fungsi selayaknya bisa memicu terjadinya korupsi. Malah, sambung dia, organisasi yang ada saat ini lebih baik disatukan.

"Misalkan yang ngurusi pegawai negeri. Hari ini banyak banget ada MenPAN, BKN, KASN, apa tidak bisa itu misalkan satu kementerian, itu jadi deputi-deputinya? Jadi right sizing harus dilakukan," katanya.


"Seperti yang ngurusi laut. Kalau di banyak negara, pertahanan navy yang di dalam coast guard. Kita banyak. Coba lihat polisi air, KPLP-nya kementerian perhubungan, kapalnya bu Susi [Menteri KKP] juga nyidik. Apa tidak bisa itu?," jelasnya.

Meski begitu, Agus menegaskan bahwa perubahan tersebut mau tidak mau harus mengubah dasar hukum yang sudah berlaku. Namun, nomenklatur yang ramping bisa mencegah terjadinya tindakan kolusi yang bisa merugikan keuangan negara.

(miq/miq)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular