
Badan Riset Nasional, Solusi atau Malah Tambah Masalah?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 March 2019 10:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada awal tahun ini, ide pembentukan Badan Riset Nasional kembali dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu bermula saat kepala negara mendengarkan curahan hati generasi milenial.
Ide tersebut kembali mengemuka saat milenial merasa ide kreatifnya belum mampu terimplementasikan karena sejumlah hambatan. Ini disampaikan dalam acara Green Fest 2019, akhir Januari lalu.
Rencana membentuk sebuah badan yang bisa menampung aspirasi maupun ide kreatif, ini memang mengemuka sejak 2018. Bahkan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pernah mengusulkan kepada Jokowi untuk membangun badan tersebut.
"Kepada Presiden, saya memohon jelas dibutuhkan satu badan riset nasional yang hasil kerjanya harus menjadi landasan pengambilan keputusan untuk pembangunan," kata Megawati di depan Jokowi dalam perayaan HUT ke-46 PDI-P, beberapa waktu lalu.
Dalam debat calon wakil presiden di Hotel Sultan, Minggu (17/3/2019), pasangan Jokowi untuk maju di Pilpres 2019, KH Ma'ruf Amin kembali mengutarakan rencana tersebut. Badan riset nasional akan digunakan untuk memaksimalkan penelitan.
"Alokasi riset saat ini tersebar di kementerian dan lembaga, nanti akan kami satukan menjadi satu koordinasi, akan dibentuk Badan Riset Nasional," kata Ma'ruf. "Sehingga ke depan riset dapat membangun Indonesia dalam 10 years challenge," sebut Rais Aam Nahdlatul Ulama itu.
Riset, menurut Ma'ruf, merupakan salah satu elemen penting dalam kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu, dana riset akan disatukan di satu badan utama tersebut untuk memaksimalkan potensi yang ada.
Penyatuan semua lembaga riset itu, sambung dia, akan dilakukan atas dasar efisiensi dan melibatkan dunia usaha. Dengan demikian, riset yang nantinya dihasilkan akan lebih memberikan dampak yang signifikan.
"Ini adalah efisienkan lembaga, bukan membuat lembaga-lembaga. Penanganan riset akan lebih efektif, kami akan ikutsertakan semua pihak terutama pemerintah, akademisi dan dudi. Dudi, adalah dunia usaha dan dunia industri," jelasnya.
Seperti diketahui, badan riset nasional tidak hanya akan berfungsi sebagai tempat penampungan ide-ide publik semata. Di situ, inovasi anak-anak muda bisa turut dibina dan dimatangkan oleh para pakar berkelas.
Usulan pembentukan badan riset nasional sejatinya tak baru. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya sudah menindaklanjuti dengan menggodok Rancangan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas-Iptek).
Dalam kesempatan tersebut, calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno justru mengkritisi rencana pasangan 01 membentuk sebuah badan riset nasional.
Pasangan Prabowo Subianto itu memandang rencana pembentukan suatu badan baru yang diusulkan Ma’ruf Amin dikhawatirkan menambah lembaga yang ada, dan secara otomatis semakin menyulitkan birokrasi yang ada.
"Bagi Prabowo-Sandi kuncinya adalah di kolaborasi. Kami akan memastikan dunia usaha mendapat insentif jika mereka berinvestasi di riset, baik fiskal maupun nonfiskal," kata Sandiaga.
Menanggapi hal tersebut, Ma'ruf Amin justru menilai gagasan badan riset nasional merupakan salah satu terobosan untuk mengintegrasikan seluruh dana riset kementerian dan lembaga agar jauh lebih optimal
"Sementara ini dana riset terbagi di kementerian dan lembaga, tapi nanti kami akan satukan supaya satu koordinasi," kata Ma’ruf.
Kekhawatiran yang disampaikan Sandiaga terbilang wajar. Pasalnya, struktur kelembagaan yang dimiliki pemerintah Indonesia saat ini sudah jauh lebih dari cukup. Penambahan nomenklatur, justru akan membuat sistem semakin tumpang tindih.
"Kalau menurut saya yang ada sekarang itu kebanyakan. Tumpang tindihnya terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kompleks kepresidenan, Rabu (13/3/2019). "Saya sering nyebut, Amerika menterinya 17. Kita 34. Itu masih ditambah banyak lembaga jadi mendekati 85. Itu kan harus dilihat," jelasnya.
Agus menjelaskan, nomenklatur berlebih dan tak sesuai dengan fungsi selayaknya bisa memicu terjadinya korupsi. Malah, sambung dia, organisasi yang ada saat ini lebih baik disatukan.
"Misalkan yang ngurusi pegawai negeri. Hari ini banyak banget ada MenPAN, BKN, KASN, apa tidak bisa itu misalkan satu kementerian, itu jadi deputi-deputinya? Jadi right sizing harus dilakukan," katanya.
"Seperti yang ngurusi laut. Kalau di banyak negara, pertahanan navy yang di dalam coast guard. Kita banyak. Coba lihat polisi air, KPLP-nya kementerian perhubungan, kapalnya bu Susi [Menteri KKP] juga nyidik. Apa tidak bisa itu?," jelasnya.
Meski begitu, Agus menegaskan bahwa perubahan tersebut mau tidak mau harus mengubah dasar hukum yang sudah berlaku. Namun, nomenklatur yang ramping bisa mencegah terjadinya tindakan kolusi yang bisa merugikan keuangan negara.
(miq/miq) Next Article Prabowo Puji Kepemimpinan Jokowi: Bapak Menang Tetapi Ajak Saya Gabung
Ide tersebut kembali mengemuka saat milenial merasa ide kreatifnya belum mampu terimplementasikan karena sejumlah hambatan. Ini disampaikan dalam acara Green Fest 2019, akhir Januari lalu.
Rencana membentuk sebuah badan yang bisa menampung aspirasi maupun ide kreatif, ini memang mengemuka sejak 2018. Bahkan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pernah mengusulkan kepada Jokowi untuk membangun badan tersebut.
Dalam debat calon wakil presiden di Hotel Sultan, Minggu (17/3/2019), pasangan Jokowi untuk maju di Pilpres 2019, KH Ma'ruf Amin kembali mengutarakan rencana tersebut. Badan riset nasional akan digunakan untuk memaksimalkan penelitan.
"Alokasi riset saat ini tersebar di kementerian dan lembaga, nanti akan kami satukan menjadi satu koordinasi, akan dibentuk Badan Riset Nasional," kata Ma'ruf. "Sehingga ke depan riset dapat membangun Indonesia dalam 10 years challenge," sebut Rais Aam Nahdlatul Ulama itu.
Riset, menurut Ma'ruf, merupakan salah satu elemen penting dalam kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itu, dana riset akan disatukan di satu badan utama tersebut untuk memaksimalkan potensi yang ada.
Penyatuan semua lembaga riset itu, sambung dia, akan dilakukan atas dasar efisiensi dan melibatkan dunia usaha. Dengan demikian, riset yang nantinya dihasilkan akan lebih memberikan dampak yang signifikan.
"Ini adalah efisienkan lembaga, bukan membuat lembaga-lembaga. Penanganan riset akan lebih efektif, kami akan ikutsertakan semua pihak terutama pemerintah, akademisi dan dudi. Dudi, adalah dunia usaha dan dunia industri," jelasnya.
![]() |
Seperti diketahui, badan riset nasional tidak hanya akan berfungsi sebagai tempat penampungan ide-ide publik semata. Di situ, inovasi anak-anak muda bisa turut dibina dan dimatangkan oleh para pakar berkelas.
Usulan pembentukan badan riset nasional sejatinya tak baru. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya sudah menindaklanjuti dengan menggodok Rancangan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas-Iptek).
Dalam kesempatan tersebut, calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno justru mengkritisi rencana pasangan 01 membentuk sebuah badan riset nasional.
Pasangan Prabowo Subianto itu memandang rencana pembentukan suatu badan baru yang diusulkan Ma’ruf Amin dikhawatirkan menambah lembaga yang ada, dan secara otomatis semakin menyulitkan birokrasi yang ada.
"Bagi Prabowo-Sandi kuncinya adalah di kolaborasi. Kami akan memastikan dunia usaha mendapat insentif jika mereka berinvestasi di riset, baik fiskal maupun nonfiskal," kata Sandiaga.
Menanggapi hal tersebut, Ma'ruf Amin justru menilai gagasan badan riset nasional merupakan salah satu terobosan untuk mengintegrasikan seluruh dana riset kementerian dan lembaga agar jauh lebih optimal
"Sementara ini dana riset terbagi di kementerian dan lembaga, tapi nanti kami akan satukan supaya satu koordinasi," kata Ma’ruf.
![]() |
Kekhawatiran yang disampaikan Sandiaga terbilang wajar. Pasalnya, struktur kelembagaan yang dimiliki pemerintah Indonesia saat ini sudah jauh lebih dari cukup. Penambahan nomenklatur, justru akan membuat sistem semakin tumpang tindih.
"Kalau menurut saya yang ada sekarang itu kebanyakan. Tumpang tindihnya terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kompleks kepresidenan, Rabu (13/3/2019). "Saya sering nyebut, Amerika menterinya 17. Kita 34. Itu masih ditambah banyak lembaga jadi mendekati 85. Itu kan harus dilihat," jelasnya.
Agus menjelaskan, nomenklatur berlebih dan tak sesuai dengan fungsi selayaknya bisa memicu terjadinya korupsi. Malah, sambung dia, organisasi yang ada saat ini lebih baik disatukan.
"Misalkan yang ngurusi pegawai negeri. Hari ini banyak banget ada MenPAN, BKN, KASN, apa tidak bisa itu misalkan satu kementerian, itu jadi deputi-deputinya? Jadi right sizing harus dilakukan," katanya.
"Seperti yang ngurusi laut. Kalau di banyak negara, pertahanan navy yang di dalam coast guard. Kita banyak. Coba lihat polisi air, KPLP-nya kementerian perhubungan, kapalnya bu Susi [Menteri KKP] juga nyidik. Apa tidak bisa itu?," jelasnya.
Meski begitu, Agus menegaskan bahwa perubahan tersebut mau tidak mau harus mengubah dasar hukum yang sudah berlaku. Namun, nomenklatur yang ramping bisa mencegah terjadinya tindakan kolusi yang bisa merugikan keuangan negara.
(miq/miq) Next Article Prabowo Puji Kepemimpinan Jokowi: Bapak Menang Tetapi Ajak Saya Gabung
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular