
ESDM: Tanpa Disrupsi Gross Split, Industri Migas RI Punah
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
19 February 2019 10:45

Jakarta, CNBC Indonesia- Disrupsi terjadi di berbagai sektor, termasuk sektor migas. Hal ini pun disadari oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar.
"Kita punya dua pilihan, kalau tidak mau mendisrupt atau terdisrupt, ada masanya industri migas punah," kata Arcandra dalam Seminar Energi 2019 di Soehana Hall Energy Building, Selasa (19/2/2019).
Arcandra menuturkan, tanda lesunya industri ini tampak ketika pemerintah menawarkan blok-blok migas di 2015. "Tidak laku, 2016 tidak laku juga, kami berdebat kenapa tidak laku? Katanya karena harga minyak sedang rendah-rendahnya," kata Arcandra.
"Lalu memungkinkan tidak jika rezim fiskal kita ternyata kurang mendukung? Banyak yang mempertanyakan kenapa sistem cost recovery yang sudah bertahan tidak diubah? Apa mungkin itu penyebabnya?" Lanjutnya.
Dari perdebatan itu, muncullah ide untuk mencoba rezim fiskal lain, yakni skema gross split yang menurutnya disrupsi yang diciptakan pemerintah untuk mendapat respons dari investor. Saat itu, terjadi perdebatan juga apakah gross split merupakan jawaban permasalahan migas.
"Saya juga tidak tahu, tapi ada keyakinan, mengubah fiskal rezim tidak mudah banyak tantangannya."
Tapi, begitu skema ini dirilis pada 2017 dan pemerintah menawarkan 10 blok eksplorasi, langsung 5 laku dengan rezim baru ini.
Polemik tidak berhenti di situ, karena 5 perusahaan yang memakai gross split ini dinilai perusahaan kecil. Di situ kementerian mulai berargumen, salah satu pemenangnya adalah Mubadala asal Uni Emirat Arab. "Saya tanya perusahaan kamu small atau big company? Lalu mereka jawab big, ini perusahaan private tidak ada di internet market-nya."
Padahal, lanjut Arcandra, jika ditelusuri pasarnya sama dengan Chevron, raksasa migas asal AS. Lalu berlanjut di 2018, pemerintah juga mengklaim ada 9 blok yang laris.
"Jadi total blok eksplorasi yang sudah gross split itu 14 sampai saat ini, Minggu ini kami tawarkan lagi, kita lihat responsnya seperti apa."
Saksikan video Wamen ESDM Arcandra Tahar soal gross split di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Berkah Gross Split, RI Dulang Rp31,5 T dari 40 Blok Migas
"Kita punya dua pilihan, kalau tidak mau mendisrupt atau terdisrupt, ada masanya industri migas punah," kata Arcandra dalam Seminar Energi 2019 di Soehana Hall Energy Building, Selasa (19/2/2019).
"Lalu memungkinkan tidak jika rezim fiskal kita ternyata kurang mendukung? Banyak yang mempertanyakan kenapa sistem cost recovery yang sudah bertahan tidak diubah? Apa mungkin itu penyebabnya?" Lanjutnya.
Dari perdebatan itu, muncullah ide untuk mencoba rezim fiskal lain, yakni skema gross split yang menurutnya disrupsi yang diciptakan pemerintah untuk mendapat respons dari investor. Saat itu, terjadi perdebatan juga apakah gross split merupakan jawaban permasalahan migas.
"Saya juga tidak tahu, tapi ada keyakinan, mengubah fiskal rezim tidak mudah banyak tantangannya."
Tapi, begitu skema ini dirilis pada 2017 dan pemerintah menawarkan 10 blok eksplorasi, langsung 5 laku dengan rezim baru ini.
Polemik tidak berhenti di situ, karena 5 perusahaan yang memakai gross split ini dinilai perusahaan kecil. Di situ kementerian mulai berargumen, salah satu pemenangnya adalah Mubadala asal Uni Emirat Arab. "Saya tanya perusahaan kamu small atau big company? Lalu mereka jawab big, ini perusahaan private tidak ada di internet market-nya."
Padahal, lanjut Arcandra, jika ditelusuri pasarnya sama dengan Chevron, raksasa migas asal AS. Lalu berlanjut di 2018, pemerintah juga mengklaim ada 9 blok yang laris.
"Jadi total blok eksplorasi yang sudah gross split itu 14 sampai saat ini, Minggu ini kami tawarkan lagi, kita lihat responsnya seperti apa."
Saksikan video Wamen ESDM Arcandra Tahar soal gross split di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Berkah Gross Split, RI Dulang Rp31,5 T dari 40 Blok Migas
Most Popular