
Avtur Mahal Karena 'Monopoli', Siapa Berani Lawan Pertamina?
Anastasi Arvirianty, CNBC Indonesia
16 February 2019 10:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan mahalnya harga avtur menjadi polemik di dalam negeri. Harga avtur yang tinggi dianggap sebagai biang kerok mahalnya harga tiket pesawat.
Presiden Joko Widodo menyebutkan, harga avtur yang dijual Pertamina di Bandara Soekarno-Hatta memiliki selisih hampir 30% dengan harga avtur yang dijual di bandar udara lain.
"Bandingkan harga avtur di situ dengan yang di dekat-dekat kita terpaut kurang lebih 30% dan itu harus dibenahi," ujar Jokowi dalam Gala Dinner Peringatan HUT ke-50 Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang digelar di Grand Sahid Jakarta, Senin (11/2/2019).
Bahkan Presiden pun sudah memanggil PT Pertamina (Persero) untuk meminta klarifikasi penjualan harga avtur yang dalam beberapa waktu terakhir dikeluhkan pengusaha tersebut. Presiden mengatakan, akan memasukkan kompetitor lain sehingga terjadi kompetisi.
Di Indonesia, PT Pertamina (Persero) memang menjadi pemain tunggal di pasar. Tak adanya kompetitor ini pun menjadi perhatian pemerintah demi mendorong harga avtur yang bersaing dengan negara lain.
"Kami mau buat supaya jangan monopoli lah," kata Luhut, Jumat (15/2/2019). Sampai saat ini, kata dia, penurunan harga avtur masih dikaji oleh para pemangku kepentingan, termasuk Pertamina.
Simak video pernyataan Jokowi yang bilang Pertamina monopoli avtur di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
Pemerintah sebenarnya sudah membolehkan swasta masuk dalam bisnis avtur. aturan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Nomor 13/P/BPH Migas/IV/Tahun 2008 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019 jadi landasannya.
Pertanyaannya adalah, jika aturan sudah dibuka sejak 2008 kenapa sampai saat ini tidak ada satu pun swasta yang masuk?
CNBC Indonesia bertemu dengan seorang petinggi perusahaan migas internasional yang tak mau dibuka identitasnya. Dari perbincangan sangat terbaca, bahwa perusahaannya sangat berminat masuk ke pasar avtur RI.
Ia menjelaskan untuk memasok avtur ke bandara memerlukan infrastruktur dan mata rantai yang cukup banyak.
Dimulai dari kilang untuk mengolah avtur, lalu avtur dipasok ke terminal BBM dengan berbagai moda transportasi; bisa lewat pelabuhan atau darat tergantung letak bandara dan terminal penyimpanan BBM.
Dari terminal BBM, avtur harus diangkut lagi ke bandara dan disimpan di fasilitas penampungan yang disediakan bandara. Lalu, ada juga pembangunan pipa bawah tanah untuk menyalurkan avtur ke pesawat. Atau jika tidak gunakan pipa bawah tanah, menggunakan truk penyalur untuk memasok avtur ke bandara.
Masalahnya, semua infrastruktur tersebut selama ini dibangun dan dimiliki oleh Pertamina saja. "Sementara di luar negeri, ini dikelola oleh pihak bandara atau dikerjasamakan oleh pihak bandara," kata dia, Rabu (13/2/2019).
Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Direktur Utama PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) Haryanto Adikoesumo. "Idealnya seperti itu, jika ada bandara baru biasanya stakeholdernya diajak kerjasama oleh bandara. Di Singapura di mana-mana seperti itu, open access jadi bisa ada kompetisi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/2/2019).
Pertamina sebentar lagi tidak akan menjadi pemain tunggal di bisnis avtur. PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) yang bekerja sama dengan BP akan jadi penantangan.
"(Avtur) memang AKR sudah menandatangani joint venture dengan BP, saat ini kami sedang dalam tahap persiapan," kata Direktur Utama PT AKR Corporindo Haryanto Adikoesoemo, di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Untuk pengelolaan avtur, AKR akan buat PT yang berbeda dengan yang mengelola bisnis SPBU. ""PT-nya berbeda, sehinga joint venturenya pun dengan BP tetapi divisi berbeda kalau ini retail sedangkan yang kedua joint venture BP RBP, RBP khusus buat avtur," kata dia.
Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia sebelumnya, Haryanto mengungkapkan, pihaknya membidik pasar di Indonesia Timur lebih dulu. Sebab, di daerah tersebut banyak bandara baru. "Jadi kita bisa gabung dan masuk dari awal untuk infrastrukturnya," jelasnya. Untuk infrastruktur, kata Haryanto, AKR diuntungkan karena sebelumnya sudah memiliki terminal-terminal BBM.
"Kalau kilang kan tidak perlu, karena avtur kita hampir separuhnya itu impor. Jadi infrastrukturnya untuk kami tidak banyak menelan biaya," kata dia. Ia memaparkan untuk bisnis avtur ini perusahaan sudah menyiapkan infrastruktur karena sudah memiliki beberapa titik penampungan, yakni hingga 16 titik. "Infrastruktur di pelabuhan dan darat siap, kami cukup expertise untuk bisnis di avtur ini," tandas Haryanto.
(roy/roy) Next Article Penerbangan Meningkat, Ini Persiapan Pertamina Pasok Avtur
Presiden Joko Widodo menyebutkan, harga avtur yang dijual Pertamina di Bandara Soekarno-Hatta memiliki selisih hampir 30% dengan harga avtur yang dijual di bandar udara lain.
![]() |
"Kami mau buat supaya jangan monopoli lah," kata Luhut, Jumat (15/2/2019). Sampai saat ini, kata dia, penurunan harga avtur masih dikaji oleh para pemangku kepentingan, termasuk Pertamina.
Simak video pernyataan Jokowi yang bilang Pertamina monopoli avtur di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
Pemerintah sebenarnya sudah membolehkan swasta masuk dalam bisnis avtur. aturan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Nomor 13/P/BPH Migas/IV/Tahun 2008 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019 jadi landasannya.
Pertanyaannya adalah, jika aturan sudah dibuka sejak 2008 kenapa sampai saat ini tidak ada satu pun swasta yang masuk?
Ia menjelaskan untuk memasok avtur ke bandara memerlukan infrastruktur dan mata rantai yang cukup banyak.
Dimulai dari kilang untuk mengolah avtur, lalu avtur dipasok ke terminal BBM dengan berbagai moda transportasi; bisa lewat pelabuhan atau darat tergantung letak bandara dan terminal penyimpanan BBM.
Dari terminal BBM, avtur harus diangkut lagi ke bandara dan disimpan di fasilitas penampungan yang disediakan bandara. Lalu, ada juga pembangunan pipa bawah tanah untuk menyalurkan avtur ke pesawat. Atau jika tidak gunakan pipa bawah tanah, menggunakan truk penyalur untuk memasok avtur ke bandara.
Masalahnya, semua infrastruktur tersebut selama ini dibangun dan dimiliki oleh Pertamina saja. "Sementara di luar negeri, ini dikelola oleh pihak bandara atau dikerjasamakan oleh pihak bandara," kata dia, Rabu (13/2/2019).
Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Direktur Utama PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) Haryanto Adikoesumo. "Idealnya seperti itu, jika ada bandara baru biasanya stakeholdernya diajak kerjasama oleh bandara. Di Singapura di mana-mana seperti itu, open access jadi bisa ada kompetisi," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/2/2019).
Pertamina sebentar lagi tidak akan menjadi pemain tunggal di bisnis avtur. PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) yang bekerja sama dengan BP akan jadi penantangan.
"(Avtur) memang AKR sudah menandatangani joint venture dengan BP, saat ini kami sedang dalam tahap persiapan," kata Direktur Utama PT AKR Corporindo Haryanto Adikoesoemo, di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia sebelumnya, Haryanto mengungkapkan, pihaknya membidik pasar di Indonesia Timur lebih dulu. Sebab, di daerah tersebut banyak bandara baru. "Jadi kita bisa gabung dan masuk dari awal untuk infrastrukturnya," jelasnya. Untuk infrastruktur, kata Haryanto, AKR diuntungkan karena sebelumnya sudah memiliki terminal-terminal BBM.
"Kalau kilang kan tidak perlu, karena avtur kita hampir separuhnya itu impor. Jadi infrastrukturnya untuk kami tidak banyak menelan biaya," kata dia. Ia memaparkan untuk bisnis avtur ini perusahaan sudah menyiapkan infrastruktur karena sudah memiliki beberapa titik penampungan, yakni hingga 16 titik. "Infrastruktur di pelabuhan dan darat siap, kami cukup expertise untuk bisnis di avtur ini," tandas Haryanto.
(roy/roy) Next Article Penerbangan Meningkat, Ini Persiapan Pertamina Pasok Avtur
Most Popular