Inalum Gandeng MIT Demi Kembangkan Baterai Mobil Listrik

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
13 February 2019 17:34
Inalum bekerjasama dengan MIT untuk kembangkan baterai mobil listrik
Foto: Direktur Mining and Metals Industry Indonesia Inalum Ratih Amri (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC Indonesia- Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) berkolaborasi dengan lembaga riset terkemuka dari Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology Energy Initiatives (MITEI), untuk meningkatkan pengembangan teknologi energi rendah karbon dan pertambangan yang berkelanjutan namun berbiaya rendah.

Direktur Mining and Metals Industry Indonesia, lembaga riset yang dinaungi Inalum, Ratih Amri mengungkapkan, ada tiga fokus kerja sama strategis yang bisa dikolaborasikan dengan MIT. Ia menjabarkan, yang pertama adalah terkait energy storage.



Ratih mengatakan, tren global ke depannya adalah peralihan dari fossil based fuel ke electric. Nah ini harus didukung sistem energy storage yang besar, bagaimana mengembangkan ini? Misalnya dengan baterai berbasis lithium, yang komponennya itu ada nickel, cobalt, mangan, atau aluminium. Baterai ini biasanya digunakan untuk kendaraan listrik.

"Ketertarikan besar kami di situ, untuk mengembangkan lithium karena kita punya sumber daya, kebetulan juga kan anggota holding pertambangan sumber dayanya ada semua, jadi kami akan fokus pada riset pengembangan untuk itu," ujar Ratih dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (12/2/2019).

Lebih lanjut, Ratih mengatakan, selain baterai lithium, pengembangan rare earth minerals atau logam tanah jarang juga menjadi kerja sama strategis yang bisa dilakukan. Salah satu contohnya, rare earth dapat digunakan sebagai bahan magnet permanen yang diaplikasikan pada sektor energi baru terbarukan dan industri elektronik.

Unsur rare earth dan cobalt yang ditemukan dalam penambangan yang dilakukan oleh anggota Holding PT Timah Tbk dan PT Antam Tbk dapat digunakan sebagai salah satu materi pembuatan baterai untuk kendaraan listrik dan magnet dalam pembangkit listrik tenaga bayu.

Ratih mengatakan, PT Timah Tbk (TINS) saat ini memang sedang mengupayakan eksplorasi untuk menambah cadangan timah, tetapi selain itu juga sekaligus melakukan upaya diversifikasi dari produk timah itu sendiri.

"Timah ada produk samping namanya monasit, dari situ banyak terkandung elemen rare earth. TINS sendiri sudah coba ekstraksi dari monasit, nah kami pikir kalau dibantu MIT akan lebih cepat progresnya," kata Ratih.

"Dan tidak hanya pendekatan dari aspek riset saja, tetapi juga aspek keekonomiannya. Kami bisa meminta MIT untuk membantuk menghitung kira-kira dari rare earth mana dulu yang bisa dikembangkan, pasarnya di mana, dan teknologinya bagaimana yang harus dikembangkan," tambahnya.

Yang ketiga yakni terkait dengan pengelolaan limbah tailing PT Freeport Indonesia. Ratih menilai, dengan produksi ke depan yang akan semakin meningkat, maka tailing juga akan ikut bertambah besar, dan itu perlu dimanfaatkan menjadi nilai tambah yang tinggi.

"Ada tiga poin strategis, nah sekarang tinggal diatur mana dulu yang jadi prioritasnya," pungkas Ratih.

Simak video soal investasi Freeport di tambang Grasberg di bawah ini:

[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Erick Paksa PLN, Pertamina, Inalum Duduk Bareng, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular