
Sudah Produksi Merosot, Sumur Migas RI Banyak Dibor Ilegal
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
04 February 2019 17:53

Jakarta, CNBC Indonesia- Produksi migas RI tercatat terus merosot dalam beberapa tahun terakhir. Sudahlah produksi makin menipis, ternyata produksi juga masih mendapat ancaman bor ilegal dari oknum tak bertanggung jawab.
Kegiatan pengeboran ilegal (illegal drilling) di sektor minyak dan gas bumi ternyata masih cukup marak terjadi. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto menuturkan, illegal drilling merupakan salah satu permasalahan dalam sub sektor migas yang saat ini masih menjadi tantangan bagi pemerintah.
Padahal, lanjut Djoko, dalam Undang-Undang (UU) 22 tahun 2009 telah diatur bahwa kegiatan hulu migas, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, serta kegiatan hilir migas yang meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, dan niaga, yang tidak memiliki izin sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dikategorikan sebagai tindakan pidana.
Lebih lanjut, Djoko menyebutkan, beberapa pengeboran dan pencurian minyak bumi terjadi di Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, serta di Wilayah Kerja (WK) PT Pertamina EP Asset 4 yang terletak di wilayah Kabupaten Blora, Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban.
"Tindak lanjut penanganan pengeboran ilegal sejauh ini telah dilakukan di antaranya 126 pengeboran ilegal di Sumatra Selatan pada 2017, dan penangkapan pelaku illegal tapping di Prabumulih pada April 2018," ujar Djoko dalam paparannya pada Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Kendati demikian, terlepas dari beberapa sumur illegal drilling yang telah berhasil ditangani, masih banyak sumur-sumur illegal drilling yang beroperasi dan marak di lapangan. Bahkan, lanjutnya, terdapat indikasi di Jambi, sebagian sumur-sumur yang telah ditutup di WK Pertamina EP Asset 1 kini dibuka kembali oleh oknum penambang, sehingga sumur ilegal diperkirakan bertambah menjadi 82 titik dari yang semula berjumlah 49 sumur ilegal dan telah ditutup.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, kerugian yang diakibatkan dari perilaku pengeboran ilegal ini diindikasi cukup besar. Saat ini, pihaknya tengah melakukan perhitungan untuk mendapatkan angka pasti jumlah kerugian tersebut.
"Belum ada jumlah kerugiannya, karena masih dihitung dan dievaluasi biar lebih akurat angkanya," pungkas Dwi.
Adapun, dalam kesimpulan rapatnya, Komisi VII DPR mendesak Ditjen Migas Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, Dirjen Penegakan Hukum, Bareskrim Kepolisian RI, untuk membentuk tim satgas dan meningkatkan kualitas koordinasi dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penindakan untuk kasus-kasi ilegal diriling, ilegal tapping, bahkan illegal refinery di semua wilayah kerja KKKS.
"Dan untuk, itu komisi VII akan membicarakan dan atau mengajukan surat usulan kepada komisi terkait DPR dan Banggar untuk bisa ditambah anggaran terhadap instansi terkait," pungkas Pimpinan Rapat Komisi VII Ridwan Hisjam.
(gus) Next Article ESDM Alokasikan Rp 4,98 T di 2019, Ini Rinciannya
Kegiatan pengeboran ilegal (illegal drilling) di sektor minyak dan gas bumi ternyata masih cukup marak terjadi. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto menuturkan, illegal drilling merupakan salah satu permasalahan dalam sub sektor migas yang saat ini masih menjadi tantangan bagi pemerintah.
Lebih lanjut, Djoko menyebutkan, beberapa pengeboran dan pencurian minyak bumi terjadi di Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, serta di Wilayah Kerja (WK) PT Pertamina EP Asset 4 yang terletak di wilayah Kabupaten Blora, Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban.
"Tindak lanjut penanganan pengeboran ilegal sejauh ini telah dilakukan di antaranya 126 pengeboran ilegal di Sumatra Selatan pada 2017, dan penangkapan pelaku illegal tapping di Prabumulih pada April 2018," ujar Djoko dalam paparannya pada Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Kendati demikian, terlepas dari beberapa sumur illegal drilling yang telah berhasil ditangani, masih banyak sumur-sumur illegal drilling yang beroperasi dan marak di lapangan. Bahkan, lanjutnya, terdapat indikasi di Jambi, sebagian sumur-sumur yang telah ditutup di WK Pertamina EP Asset 1 kini dibuka kembali oleh oknum penambang, sehingga sumur ilegal diperkirakan bertambah menjadi 82 titik dari yang semula berjumlah 49 sumur ilegal dan telah ditutup.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, kerugian yang diakibatkan dari perilaku pengeboran ilegal ini diindikasi cukup besar. Saat ini, pihaknya tengah melakukan perhitungan untuk mendapatkan angka pasti jumlah kerugian tersebut.
"Belum ada jumlah kerugiannya, karena masih dihitung dan dievaluasi biar lebih akurat angkanya," pungkas Dwi.
Adapun, dalam kesimpulan rapatnya, Komisi VII DPR mendesak Ditjen Migas Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, Dirjen Penegakan Hukum, Bareskrim Kepolisian RI, untuk membentuk tim satgas dan meningkatkan kualitas koordinasi dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penindakan untuk kasus-kasi ilegal diriling, ilegal tapping, bahkan illegal refinery di semua wilayah kerja KKKS.
"Dan untuk, itu komisi VII akan membicarakan dan atau mengajukan surat usulan kepada komisi terkait DPR dan Banggar untuk bisa ditambah anggaran terhadap instansi terkait," pungkas Pimpinan Rapat Komisi VII Ridwan Hisjam.
(gus) Next Article ESDM Alokasikan Rp 4,98 T di 2019, Ini Rinciannya
Most Popular