
Limbah Migas RI 70 Ribu Ton, Habis Rp 173 M Buat Bersihkan
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
22 January 2019 17:20

Jakarta, CNBC Indonesia- Pengelolaan limbah B3 menjadi salah satu isu lingkungan penting di sektor minyak dan gas bumi (migas). Sampai dengan 2018, tercatat total jumlah limbah B3 pada 10 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mencapai 70.197 ton, dengan biaya pengelolaannya sebesar US$ 12,17 juta atau setara Rp 173,01 miliar.
Sebagai informasi, limbah B3 atau Limbah Bahan Beracun Berbahaya adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Iwan Prasetya Adhi memaparkan, secara umum pengelolaan limbah B3 di KKKS dilakukan dengan dua cara, yaitu,
1. Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM): ditimbun pada landfill oleh pihak ketiga. Misalnya, pada PT Chevron Pacific Indonesia dilakukan pengelolaan TTM secara mandiri melalui Soil Bioremediation Facility (SBF).
2. Limbah sisa operasi dan sisa produksi: ditimbun pada landfill oleh pihak ketiga, dijadikan material alternatif oleh pihak ketiga.
"Dari total jumlah limbah B3 sebanyak 70.197 ton tersebut, sebanyak 30.987 ton adalah tanah terkontaminasi minyak, lalu sebanyak 6.081 ton tergolong limbah sisa operasi, dan 33.128 ton merupakan limbah sisa produksi," terang Iwan melalui keterangan resminya, Selasa (22/1/2019).
Sedangkan biaya pengelolaannya yang mencapai US$ 12,17 juta tersebut terdiri dari US$ 4,23 juta biaya tanah terkontaminasi, US$ 2,78 juta biaya limbah sisa operasi dan US$ 5,15 juta biaya limbah sisa produksi.
Adapun, berdasarkan penilaian, perusahaan migas secara umum memiliki capaian kinerja lingkungan yang baik, ditunjukan dengan dominasi perusahaan migas yang mendapatkan penghargaan PROPER Emas, Hijau dan Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu 14 perusahaan migas mendapatkan predikat PROPER Emas dari total 20 penerima penghargaan PROPER Emas, sebanyak 73 perusahaan migas mendapatkan predikat PROPER Hijau dari total 155 penerima penghargaan PROPER Hijau, serta 118 perusahaan migas mendapatkan predikat PROPER Biru dari total 1.454 penerima penghargaan PROPER Biru.
Iwan mengatakan, dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup pada wilayah operasi migas, Ditjen Migas terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), seperti berperan aktif dalam tim teknis penilai AMDAL untuk sektor migas sesuai dengan UU no 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
"Selain itu, memberikan rekomendasi teknis terkait penerbitan izin dumping dan izin injeksi pada setiap rapat teknis izin," ujarnya.
(gus) Next Article Chevron Raja Sumbang Limbah B3 di RI, Capai 27 Ribu Ton
Sebagai informasi, limbah B3 atau Limbah Bahan Beracun Berbahaya adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.
1. Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM): ditimbun pada landfill oleh pihak ketiga. Misalnya, pada PT Chevron Pacific Indonesia dilakukan pengelolaan TTM secara mandiri melalui Soil Bioremediation Facility (SBF).
2. Limbah sisa operasi dan sisa produksi: ditimbun pada landfill oleh pihak ketiga, dijadikan material alternatif oleh pihak ketiga.
"Dari total jumlah limbah B3 sebanyak 70.197 ton tersebut, sebanyak 30.987 ton adalah tanah terkontaminasi minyak, lalu sebanyak 6.081 ton tergolong limbah sisa operasi, dan 33.128 ton merupakan limbah sisa produksi," terang Iwan melalui keterangan resminya, Selasa (22/1/2019).
Sedangkan biaya pengelolaannya yang mencapai US$ 12,17 juta tersebut terdiri dari US$ 4,23 juta biaya tanah terkontaminasi, US$ 2,78 juta biaya limbah sisa operasi dan US$ 5,15 juta biaya limbah sisa produksi.
Adapun, berdasarkan penilaian, perusahaan migas secara umum memiliki capaian kinerja lingkungan yang baik, ditunjukan dengan dominasi perusahaan migas yang mendapatkan penghargaan PROPER Emas, Hijau dan Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu 14 perusahaan migas mendapatkan predikat PROPER Emas dari total 20 penerima penghargaan PROPER Emas, sebanyak 73 perusahaan migas mendapatkan predikat PROPER Hijau dari total 155 penerima penghargaan PROPER Hijau, serta 118 perusahaan migas mendapatkan predikat PROPER Biru dari total 1.454 penerima penghargaan PROPER Biru.
Iwan mengatakan, dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup pada wilayah operasi migas, Ditjen Migas terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), seperti berperan aktif dalam tim teknis penilai AMDAL untuk sektor migas sesuai dengan UU no 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
"Selain itu, memberikan rekomendasi teknis terkait penerbitan izin dumping dan izin injeksi pada setiap rapat teknis izin," ujarnya.
(gus) Next Article Chevron Raja Sumbang Limbah B3 di RI, Capai 27 Ribu Ton
Most Popular