Serba-serbi Pemilu 2019

Dilema Anggaran Pemilu 2019, Antara Logistik dan Sosialisasi

Fikri Muhammad, CNBC Indonesia
17 January 2019 19:18
Dilema Anggaran Pemilu 2019, Antara Logistik dan Sosialisasi
Foto: Presiden Indonesia Joko Widodo dan cawapresnya Ma'ruf Amin berbincang dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat upacara di KPU Jakarta (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNBC Indonesia -- Beberapa saat lagi, debat pasangan calon presiden dan wakil presiden (debat capres) peserta Pemilihan Presiden 2019 akan diselenggarakan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun sudah memberikan imbauan agar masyarakat menyaksikan perhelatan tersebut.

"Karena ini penting bagi Anda semua untuk menjadikannya referensi untuk memilih pada 17 April 2019," ujar Ketua KPU Arief Budiman dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Kamis (17/1/2019).

Debat capres yang akan digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, pada pukul 20.00 WIB tersebut telah siap 100 persen. Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan KPU telah menyiapkan dua layar besar yang dapat digunakan masing-masing pendukung pasangan calon menyaksikan debat.

Hal ini dilakukan KPU karena menyadari besarnya minat masyarakat untuk datang langsung ke lokasi debat capres. Dua layar tersebut akan ditempatkan secara terpisah untuk memastikan jalanya acara supaya tetap kondusif dan terhindar dari hal yang tidak diinginkan.

Hal itu selaras dengan pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam Nota Keuangan Beserta APBN TA 2019 soal prioritas nasional stabilitas keamanan nasional dan kesuksesan pemilu.

Disebutkan bahwa permasalahan utama pada yang dihadapi tahun 2019 ialah diantaranya kerawanan pelaksanaan pemilu dan dinamika lingkungan yang dapat mengganggu kedaulatan bangsa dan negara.

Yang perlu dilirik dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 adalah anggaran. Dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) antara KPU dan Komisi II DPR lalu, KPU mengusulkan anggaran berkisar Rp 24 triliun kemudian dipangkas menjadi Rp 18,1 triliun.

KPU mengaku sudah siap menyelenggarakan Pemilu 2019 dan berharap anggaran tahun 2019 sudah dapat digunakan sejak Januari ini. Sebab yang sering terjadi, KPU sudah merancang anggaran untuk Januari, namun baru tersedia Februari atau Maret.

"Tapi khusus untuk pemilu kita harap sejak awal Januari, fresh money-nya sudah sejak awal Januari," kata Arief dalam diskusi bertajuk refkeksi akhir tahun 2018 di kantor KPU Pusat, Jakarta, Selasa (18/12/2018).

Akhirnya, anggaran disepakati Rp 18,1 triliun. Dari anggaran itu, ada satu kebijakan yang sempat menuai polemik, yaitu penggunaan bahan karton atau kardus kedap air untuk mengganti bahan alumunium karena pertimbangan efisiensi anggaran. Itu terjadi karena anggaran tersebut dikritisi dan dipangkas oleh DPR.

Hal itu dibenarkan oleh Herman Khaeron selaku Wakil Ketua Komisi II DPR RI. Menurut dia, pemangkasan anggaran SDM lebih sulit karena kebutuhan orang per hari tergolong krusial.

"Sehingga pemangkasan lebih pada logistik. Contohnya kotak pemungutan suara yang pemangkasanya cukup besar. Yang tadinya dialokasikan untuk alumunium saat ini menggunakan karton. Saya kira ini efisiensi pemangkasan anggaran yang bisa dilakukan sehingga pengajuan Rp 24 triliun turun menjadi Rp 18 triliun," ungkap Herman pada CNBC Indonesia di Sekretariat Komisi II DPR RI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).

Dilema Anggaran Pemlu 2019, Antara Logistik dan SosialisasiFoto: Anggaran Pemilu dan Evaluasi Tim Evaluasi KPU (CNBC Indonesia/Fikri Muhammad)
Menurut Herman, memang ada desakan dari anggota Komisi II DPR untuk memangkas biaya logistik dan seharusnya bisa dialokasikan ke biaya sosialisasi. Karena DPR ingin sosialisasi yang lebih intensif baik Pemilu 2019.

Hal itu dikarenakan sampai saat ini rakyat miskin informasi dan pengetahuan terkait dengan pemilu serentak. Apalagi kalo dikaitkan dengan teknis pemungutan suara.

"Dalam simulasi Bawaslu  seorang pemilih bisa melakukan pencoblosan selama 11 menit. Bahkan melalui pengamatan saya satu orang butuh 10-15 menit. Mereka datang ke TPS kemudian mengisi administrasi dan membuka kertas 5 suara," kata Herman.

"Kalo mereka punya hasrat dan keinginan untuk memilih tentu membuka kertas satu per satu. Kalau kertas presiden kan kecil ukuran A4, kalau kertas suara DPR 50 x 80. Belum lagi harus mencari gambar partai dan memilih nama orang ini butuh waktu lama," ujarnya.

Inilah sebabnya, menurut Herman, sosialisasi itu sangat diperlukan sehingga masyarakat bisa mengisi kertas suaranya dengan cepat. Hal yang perlu dikritisi dalam aggaran pemilu adalah dana Rp 18 triliun ini harus dipergunakan dengan baik dan harus dilakukanya re-alokasi dana sehingga bisa mengefisensi anggaran.

Dana logistik bisa mencapai Rp 16,6 triliun. Sedangkan untuk dana Pedoman Petujunjuk Teknis Bimbingan Supervisi Publikasi Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu dan Pendidikan itu jumlahnya hanya Rp 2,5 triliun.

Sebagai seorang pemain lapangan dalam perhelatan pemilu ini, Herman sudah merasa sulit dengan aturan sosialisasi yang rumit ditambah sosialisasi KPU dengan dana yang terbatas. Namun, re-alokasi dana tersebut berbenturan dengan regulasi dari Kementerian Keuangan.

"Kementerian Keuangan harus melakukan optimalisasi dari sisa pengeluaran anggaran. Re-alokasi untuk kegiatan lainya. Bisa dipindahkan berdasarkan rapat dan pemberitahuan dengan DPR. Tapi kalo untuk KPU dan Bawaslu itu tidak bisa dipergunakan untuk anggaran lain," katanya.

"Kalau ada dana sisa kan bisa diefisiensikan untuk kegiatan lainya. Misalnya ada dana logistik Rp 10 triliun yang difungsikan hanya Rp 7 triliun, sisa Rp 3 triliun ini harus dikembalikan ke negara. Hal ini seharusnya di optimalisasikan," lanjut Herman.

[Gambas:Video CNBC] Selain masalah efisiensi anggaran Pemilu, KPU perlu melakukan evaluasi terhadap tim audit internalnya terkait keterbukaan dengan lembaga lain. CNBC Indonesia menemukan disposisi terkait penyampaian telaah BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara) DPR RI dari hasil penelitian BPK RI sebagai berikut.

"Hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemilihan Umum pada tahun 2017. Laporan keuangan Komisi Pemilihan Umum pada tahun 2017 mengungkap permasalahan tim kelompok kerja yang ditetapkan tidak bersifat koordinatif dengan instansi lain atau lintas eselon I sehingga tidak layak dibayarkan honorariumnya setelah dikurangi PPh 21 sebesar Rp 2,52 miliar. Kemudian pembayaran atas tim yang tidak bersifat kordinatif mengindikasikan bahwa tim yang dibentuk tersebut hanya berupa tugas dan fungsi satuan kerja yang bersangkutan, dimana seharusnya kompensasiatas pekerjaan  merupakan tugas dan fungsi satker telah dipenuhi pada pembayaran tunjangan kinerja. Terkait hal tersebut BPK telah merekomendasikan KPU untuk menyusun juknis yang khusus mengatur pembentukan tim kelompok kerja, mengevaluasi kembali tim-tim yang dapat dibentuk, dan diselaraskan dengan kriteria yang diwajibkan dalam Peraturan Kementerian Keuangan. Serta memerintahkan para pegawai terkait untuk menyetorkan honorarium yang tidak layak dibayarkan dan belum disetorkan ke Kas Negara," demikian Telahan BAKN DPR RI kepada Komisi II DPR RI, terkait Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK RI Pada Mitra Kerja Komisi I-IX.


CNBC Indonesia telah mencoba mengonfirmasi kepada KPU perihal anggaran Pemilu 2019. Akan tetapi, sampai dengan Kamis (17/1/2019) malam, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi maupun Sekretaris Jenderal KPU Arief Rahman Hakim tidak merespons permintaan konfirmasi dari CNBC Indonesia.

Dilema Anggaran Pemlu 2019, Antara Logistik dan SosialisasiFoto: Infografis/APBN 2019/Edward Ricardo






Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular