
Tak Penuhi DMO, 10 Perusahaan Batu Bara Kena Penalti
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
09 January 2019 15:03

Jakarta, CNBC Indonesia- Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) mencatat ada lebih dari 10 perusahaan batu bara yang dikenakan penalti karena tidak memenuhi aturan DMO (domestic market obligation).
Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono dalam paparan kinerja subsektor minerba di Kantor Minerba, Jakarta, Rabu (9/1/2018).
[Gambas:Video CNBC]
Lebih lanjut, Bambang menyebutkan, sebagai sanksinya, para perusahaan tersebut akan diberikan penalti dalam RKAB perusahaan.
"Perusahaan itu ada yang DMO-nya 0 karena tidak produksi, ada juga yang DMO 10-15%, RKAB-nya disetujui tapi tidak sesuai permohonan, ada yang disetujui cuma 1/2 ada yang 1/4. Ini untuk jadi pelajaran bahwa DMO ini tidak main main," jelas Bambang.
Merinci lebih detil, ia mencontohkan, ada perusahaan yang tahun ini diberikan produksi jadi 140% dari produksi 2018 karena DMO-nya sudah lebih dari 25%. Ada juga yang 100% saja dari produksi 2018, tetapi ada juga yang mengajukan misalnya produksi 150 ribu ton, tetapi tidak bagus performanya, maka diberikan 25-50% saja.
"Kami berikan tetapi juga perhatikan berapa jumlah produksi nasional, aspek sosial, tenaga kerja dan lain lain," imbuh Bambang.
Kendati demikian, Bambang enggan menyebutkan lebih detil siapa saja perusahaan tersebut. Alasannya, agar tidak memengaruhi harga komoditas emas hitam tersebut.
Adapun, sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan jatah kuota untuk pasar domestik batu bara masih atau Domestic Market Obligation (DMO) masih sama dengan tahun lalu, yakni di kisaran 20-25%.
"Besarannya 20-25% tergantung produksi nasional berapa," ujar Bambang.
Bambang memaparkan untuk produksi di 2019 diproyeksi tidak jauh beda dengan tahun lalu. Terutama untuk produksi dari daerah. Sementara untuk produksi dari perusahaan tambang besar atau PKP2B maupun yang diterbitkan pemerintah pusat tercatat 380 juta ton.
Artinya, produksi batu bara masih digenjot untuk tahun depan dan tidak sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang harusnya produksi mulai dibatasi. "Memang kondisinya demikian," kata Bambang. "Mau diapakan lagi, karena pertimbangannya tentu begini perusahaan IUP di daerah kan belum bisa ditahan jadi tetap saja masuk, tapi bagaimana kita kendalikan."
Sebelumnya, dalam paparan di Kementerian ESDM, pemerintah menyebut target produksi batu bara 2019 sekitar 480 juta ton. Masih turun dibanding realisasi 2018 yang digenjot hingga 528 juta ton, tapi hitungannya tetap tinggi karena tak sesuai target RUEN.
(gus) Next Article ESDM Siapkan Permen DMO Batu Bara, Harga Tetap di US$ 70?
Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono dalam paparan kinerja subsektor minerba di Kantor Minerba, Jakarta, Rabu (9/1/2018).
[Gambas:Video CNBC]
Lebih lanjut, Bambang menyebutkan, sebagai sanksinya, para perusahaan tersebut akan diberikan penalti dalam RKAB perusahaan.
"Perusahaan itu ada yang DMO-nya 0 karena tidak produksi, ada juga yang DMO 10-15%, RKAB-nya disetujui tapi tidak sesuai permohonan, ada yang disetujui cuma 1/2 ada yang 1/4. Ini untuk jadi pelajaran bahwa DMO ini tidak main main," jelas Bambang.
Merinci lebih detil, ia mencontohkan, ada perusahaan yang tahun ini diberikan produksi jadi 140% dari produksi 2018 karena DMO-nya sudah lebih dari 25%. Ada juga yang 100% saja dari produksi 2018, tetapi ada juga yang mengajukan misalnya produksi 150 ribu ton, tetapi tidak bagus performanya, maka diberikan 25-50% saja.
"Kami berikan tetapi juga perhatikan berapa jumlah produksi nasional, aspek sosial, tenaga kerja dan lain lain," imbuh Bambang.
Kendati demikian, Bambang enggan menyebutkan lebih detil siapa saja perusahaan tersebut. Alasannya, agar tidak memengaruhi harga komoditas emas hitam tersebut.
Adapun, sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan jatah kuota untuk pasar domestik batu bara masih atau Domestic Market Obligation (DMO) masih sama dengan tahun lalu, yakni di kisaran 20-25%.
"Besarannya 20-25% tergantung produksi nasional berapa," ujar Bambang.
Bambang memaparkan untuk produksi di 2019 diproyeksi tidak jauh beda dengan tahun lalu. Terutama untuk produksi dari daerah. Sementara untuk produksi dari perusahaan tambang besar atau PKP2B maupun yang diterbitkan pemerintah pusat tercatat 380 juta ton.
Artinya, produksi batu bara masih digenjot untuk tahun depan dan tidak sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang harusnya produksi mulai dibatasi. "Memang kondisinya demikian," kata Bambang. "Mau diapakan lagi, karena pertimbangannya tentu begini perusahaan IUP di daerah kan belum bisa ditahan jadi tetap saja masuk, tapi bagaimana kita kendalikan."
Sebelumnya, dalam paparan di Kementerian ESDM, pemerintah menyebut target produksi batu bara 2019 sekitar 480 juta ton. Masih turun dibanding realisasi 2018 yang digenjot hingga 528 juta ton, tapi hitungannya tetap tinggi karena tak sesuai target RUEN.
(gus) Next Article ESDM Siapkan Permen DMO Batu Bara, Harga Tetap di US$ 70?
Most Popular