Inflasi 2018 Rendah, 'Investasi' Jokowi di Tahun Politik

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
02 January 2019 15:03
Penurunan Inflasi Komponen Energi Jadi Jurus Jokowi
Foto: Ilustrasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rendahnya inflasi di tahun ini nampaknya tidak lepas dari datangnya tahun politik. Kondisi ekonomi yang sehat akan menjadi modal yang kuat bagi calon presiden pertahana (incumbent). Oleh karena itu, menjaga inflasi memang menjadi salah satu agenda penting Jokowi di tahun ini.

Ada sejumlah rintangan yang menghalangi jalan Jokowi untuk mengendalikan inflasi. Rintangan paling besar datang dari kenaikan harga minyak mentah dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah.

Di sepanjang tahun 2018, harga minyak jenis brent memang jeblok 19,55% secara point-to-point. Namun, rata-rata harga di tahun lalu adalah sebesar US$ 71,67/barel, naik dari rata-rata tahun 2017 sebesar US$ 54,75/barel.

Hal ini tidak lepas dari harga si emas hitam yang sebenarnya sempat melambung tinggi hingga menembus level US$ 85/barel pada awal Oktober 2018. Walaupun setelah itu harganya jatuh dalam hingga akhir tahun ini.

Kenaikan harga minyak dunia jelas akan berdampak pada naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri.

Per 10 Oktober 2018 saja (sepekan setelah harga minyak brent tembus US$ 85/barel), Pertamina menaikkan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter.

Kenaikan itu merupakan yang terbesar pada tahun ini, sekaligus menjadi kenaikan ke-empat di sepanjang tahun 2018.

Akan tetapi, pemerintahan Jokowi sadar bahwa langkah yang sama tidak bisa ditempuh untuk BBM bersubsidi seperti solar. Demi menjaga harga solar, Jokowi pun memutuskan untuk menaikkan alokasi subsidi solar yang semula ditetapkan Rp 500 per liter menjadi Rp 2.000 per liter pada pertengahan tahun ini.

Sementara itu, harga BBM jenis Premium juga dilarang naik di tahun lalu. Malah, pasokan BBM Premium yang semula dibatasi, kini dibuka lagi ke Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Itu baru harga BBM, belum harga listrik. Pemerintah menetapkan tarif listrik di sepanjang tahun 2018 sama dengan tarif di tahun 2017, baik untuk pelanggan non-subsidi maupun bersubsidi.

Padahal, Peraturan Menteri ESDM No 28 tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PT PLN (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri ESDM No 41 Tahun 2017, menyebutkan bahwa apabila terjadi perubahan terhadap asumsi makro ekonomi, yang dihitung secara triwulanan, maka akan dilakukan penyesuaian terhadap tarif tenaga listrik (tariff adjustment).

Seperti diketahui, rata-rata nilai tukar rupiah di sepanjang tahun ini berkisar di level Rp 14.227/US$, sudah meleset cukup jauh dari asumsi makro APBN 2018 sebesar Rp 13.400/US$. Belum lagi harga minyak yang makin menyimpang dari asumsi Indonesia Crude Price (ICP) di APBN 2018 sebesar US$ 48/barel.

Akan tetapi, demi mengendalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat, pemerintah akhirnya menetapkan tidak ada perubahan besaran tarif tenaga listrik di tahun ini.

Alhasil, deretan kebijakan tersebut mampu menjaga inflasi RI tetap rendah di tahun lalu, khususnya di inflasi komponen energi. Sebagai informasi, inflasi komponen energi “hanya”sebesar 2,93% YoY di tahun 2018, jauh menurun dari inflasi 11,86% YoY.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)   (RHG/RHG)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular