Good News 2018

Gross Split Diminati, Kilang Minyak Bangkit dari Mati Suri

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
24 December 2018 16:00
Di sektor migas, kabar baik di tahun ini adalah skema gross split yang mulai diminati kontraktor besar dan kilang yang ada titik cerah mulai dibangun
Foto: Bryan Dandi
Tahun 2018 akan segera berakhir dalam hitungan hari. Terkait hal itu, CNBC Indonesia merangkum sederet peristiwa penting sepanjang tahun anjing tanah ini. Peristiwa itu terbagi ke dalam dua kategori, yaitu good news from 2018 dan bad news from 2018. Selamat membaca!

Jakarta, CNBC Indonesia- Masih berkaitan dengan blok migas, kali ini kabar baik datang dari upaya pemerintah meningkatkan komitmen investasi dan penerimaan negara melalui skema kontrak gross split.

Ramai-ramai Hijrah ke Gross Split
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengklaim, sejak diperkenalkannya skema gross split tahun lalu, sektor hulu minyak dan gas (migas) Indonesia telah meningkat dengan mantap. Pemerintah Indonesia pun mendapatkan penerimaan yang tinggi sejak skema tersebut diberlakukan. Arcandra pun menilai skema gross split semakin atraktif.



"Perusahaan Italia dan Pertamina telah pindah dari Cost Recovery ke Gross Split. Kita telah menyaksikan, ini awal yang baik," ujar Arcandra kepada media saat menyaksikan penandatangan kontrak PSC WK Sengkang dan WK East Sepinggan, di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (11/12/2018).


Setelah blok Sengkang dan East Sepinggan, menyusul juga blok South Jambi B yang pengelolaannya menggunakan skema gross split. Ia pun menuturkan, ada dua lagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berminat untuk mengubah skema kontrak dari cost recovery menjadi gross split.

"Ada dua lagi yang mau ubah skema, sekarang sedang dievaluasi," ujar Arcandra kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (18/12/2018).

Sebagai informasi, dengan tambahan dari blok South Jambi B, sejak 2017 hingga saat ini, blok migas yang telah dan akan ditandatangani menggunakan skema kontrak bagi hasil Gross Split sudah tercatat sebanyak 32 blok, terdiri dari 11 blok hasil lelang, 20 blok terminasi dan 1 Amandemen kontrak blok. Total komitmen investasi dari ke 32 blok migas tersebut mencapai sekitar US$ 2,1 miliar atau setara Rp 31 triliun.

[Gambas:Video CNBC]

Pembangunan Kilang Ada Titik Cerah
Setelah 24 tahun tak bangun kilang, hari ini ada sedikit kabar baik. PT Pertamina (Persero) menandatangani dua kesepakatan untuk perluasan dan pembangunan kilang.

PT Pertamina (Persero) menandatangani perjanjian untuk pembangunan dua kilang sekaligus. Yakni, kontrak pelaksanaan rancangan konstruksi (Engineering, Procurement and Construction - EPC) untuk pengembangan dan perluasan kilang (RDMP) Balikpapan dan perjanjian awal (framework agreement) untuk pembangunan (GRR) kilang Bontang.

Gross Split Diminati, Kilang Minyak Bangkit dari Mati SuriFoto: MOU EPC Project RDMP Kilang Balikpapan diselenggarakan di Gedung Utama, Kantor Pusat Pertamina, Jakarta. (Ist Pertamina)

Pembangunan RDMP Kilang Balikpapan akan dilakukan oleh Joint Operation 4 perusahaan dalam dan luar negeri yakni SK Engineering & Construction Co Ltd, Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri, dan PT PP (Persero) Tbk, dengan kontrak pembangunan RDMP Balikpapan mencapai Rp 57,8 triliun atau US$ 4 miliar.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengakui memang ada keterlambatan dalam pembangunan kilang Balikpapan ini, namun menurutnya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.



"Jadi akhir 2026, keenam proyek kilang kami bisa kami laksanakan. Jadi, schedule tuh sudah very tight. Seluruh detail (kilang Balikpapan) jadi 53 bulan. Ini kami harapkan bisa 2023," ujar Nicke, Senin (10/12/2018).

Adapun, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Ignatius Tallulembang menuturkan, pembangunan kilang Balikpapan ini akan memakan waktu 53 bulan sejak tanggal efektif.

RDMP Kilang Balikpapan bagian dari proyek strategis Pertamina untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Nantinya kapasitas Kilang Balikpapan akan bertambah hingga 100 ribu barel per hari, atau naik 38 persen dari sebelumnya 260 ribu barel per hari menjadi 360 ribu barel per hari.
RDMP Kilang Balikpapan ini, lanjut Ignatius, akan difokuskan untuk meningkatkan produksi BBM berkualitas dan ramah lingkungan sesuai dengan standar Euro V.

"RDMP Kilang Balikpapan, akan mengurangi beban impor solar hingga 17%, karena produksi solar meningkat 23% atau 30 ribu barel per hari. Selain itu, RDMP Kilang Balikpapan juga akan menghasilkan produk baru propilen sebesar 230 ribu ton per tahun," imbuhnya.

Sedangkan, untuk kilang Bontang, akan menjadi kilang terbesar pertama yang akan bergerak. Kilang ini akan terintegrasi dengan Petrokimia.
Igantius mengtakan, durasi pembangunannya akan dibahas lebih lanjut setelah Framework Agreement ini. "Studi sudah siap, termasuk keekonomiannya seperti apa. Kami juga secara paralel akan siapkan side development-nya. Kemudian, paralel juga kami akan detailkan lagi produk yang dihasilkan. Pembahasan setelah ini. Nanti akan diputuskan dalam rapat-rapat berikutnya."

Nantinya, setelah kerja sama dengan Overseas Oil & Gas (OOG) dari Oman, sebagai mitra JV mayoritas di GRR Bontang, Pertamina akan mendapatkan beberapa manfaat diantaranya mengoptimalkan belanja modal untuk melaksanakan ekspansi kilang lainnya dan program-program konstruksi misalnya di Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Tuban. Petamina juga akan melakukan offtake bahan bakar yang diproduksi oleh GRR Bontang untuk kebutuhan dalam negeri, terutama bensin/gasoline, avtur, dan LPG.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pun buka suara. Ia menuturkan, penandatangan ini adalah yang diharapkan pemerintah. "Mudah-mudahan progres sesuai jadwal, pemerintah paham tidak bisa buru-buru. Tapi jangan telat," kata Jonan, usai menyaksikan penandatanganan, Senin (10/12/2018).

Ia menuturkan, memang ada kekhawatiran jika listrik mulai berkembang, buat apa bangun kilang. "Bangun kilang untuk ketahanan energi, lalu cikal bakal Petrokimia," kata dia.

Jadi, harapannya pemerintah adalah tak sekedar bangun kilang tapi bisa dikembangkan ke Petrokimia. Ia memberi contoh dengan kilang milik Chandra Asri. "Chandra Asri 25 tahun lalu dibuat oleh orang yang tidak sekolah petrokimia, kita Pertamina belum pernah buat sebegitu besar," ucapnya.
Pertamina, ia melanjutkan, diharap lebih besar nantinya di sektor Petrokimia dibanding Chandra Asri. "Kilang terakhir Balongan yang dibangun. Hulu migas sudah lama tidak jadi tuan rumah jadi saya harapkan ini bisa lebih maju," pungkas Jonan.
(gus) Next Article Pertamina Bangun Kilang, Asing Bisa Masuk 99%

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular