Archandra Tahar Ungkap Tantangan Eksplorasi Blok Migas

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 November 2018 08:18
Investasi di migas cukup mahal. Satu sumur bisa habiskan Rp 1,5 triliun tetapi belum tentu dapatkan minyak.
Foto: Wakil Menteri Archandra Tahar meninjau PLTB di Jeneponto, Sulawesi Selatan (Ist Kementerian ESDM)
Jakarta, CNBC IndonesiaInvestasi di blok migas sampai saat ini masih terbilang lesu. Sampai pada kuartal III-2018, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), investasi migas baru capai 56% dari target. 

Dari sekian banyak blok-blok migas eksplorasi yang ditawarkan pemerintah, hanya segelintir saja yang mendapatkan operator. Sedangkan, untuk blok terminasi, sampai saat ini sudah ditawarkan 16 blok dan tersisa tiga blok yang nasibnya belum jelas. 

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, kegiatan eksplorasi atau pencarian sumber minyak baru, banyak dilakukan di wilayah lepas pantai. Risikonya pun semakin meningkat, selain dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten, dibutuhkan pula teknologi dan pendanaan yang besar untuk dapat mengelolanya.

Lebih lanjut, Arcandra menyebutkan, untuk pengelolaan migas lepas pantai dibutuhkan sekitar US$ 15 - 20 juta untuk eksplorasi di shallow water (perairan dangkal). Sedangkan untuk deep water, satu sumurnya bisa mencapai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun.

"Satu sumur (deep water) bisa Rp 1,5 triliun, untuk dapat minyaknya belum tentu. Misalnya kita sudah berinvestasi untuk 4 sumur, berarti Rp 6 triliun, kalau tidak ketemu minyaknya, tidak akan kembali Rp 6 triliun itu," jelas Arcandra melalui keterangan resminya, Senin (19/11/2018).

Ia pun mengakui, ada jarak yang cukup besar baik dari sisi sumber daya manusia, teknologi, dan juga pendanaan yang dimiliki untuk mengelola blok migas.

Wakil Komisaris Utama Pertamina ini menyebutkan, sebenarnya Indonesia mampu mempersempit jarak tersebut. Salah satu caranya adalah dengan belajar dari orang yang memang mampu dan terbukti keahliannya dalam mengelola sumber daya alam.

"Kalau mau menutup gap dari human resources, bukan mengatakan kalau asing tidak boleh masuk. Kita harus terbuka kepada investasi yang masuk sehingga kita bisa belajar untuk mengelola pengelolaan sumber daya alam," kata Arcandra.

Ia juga mengibaratkan human capital yang kita butuhkan saat ini adalah human capital dengan kualitas sekelas pembalap formula one dalam kejuaraan internasional. Artinya, lanjut Arcandra, dalam pengelolaan sumber daya alam, Indonesia harus dapat bersaing dengan investor-investor asing.

"Jadi, ini bukan permasalahan bangsa kita tidak mampu mengelolanya, melainkan karena dalam pengelolaan sumber daya alam tidak semua berujung pada kesuksesan, ada risiko di situ," pungkasnya.


(roy) Next Article Capai 15% Target, Investasi Migas RI Masih Loyo di Q1 2019

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular