BI: B20 Kurangi Defisit Transaksi Berjalan 0,1-0,2% PDB

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 November 2018 16:38
Kebijakan ini dinilai lumayan efektif dalam mengurangi defisit transaksi berjalan (current account).
Foto: Peluncuran Mandatori B20 di Lapangan Kementerian Keuangan, Jumat (31/8/2018) (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)
Solo, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mengapresiasi kebijakan pemerintah yang mewajibkan pencampuran bahan bakar nabati 20% untuk minyak diesel/solar alias B20. Kebijakan ini dinilai lumayan efektif dalam mengurangi defisit transaksi berjalan (current account).

"B20 adalah kebijakan yang positif, yang jelas impor solar akan berkurang. Kami perkirakan bisa mengurangi defisit transaksi berjalan sekitar 0,1-0,2% dari PDB (Produk Domestik Bruto)," kata Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur BI, dalam acara Pelatihan Wartawan Ekonomi di Solo, Sabtu (17/11/2018).

Pada kuartal III-2018, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit 3,37% PDB. Namun untuk keseluruhan tahun, BI memperkirakan bisa turun ke bawah 3% PDB, salah satunya karena B20.

Dody menyebutkan bahwa kebijakan B20 bisa dibilang masih setengah jalan. Jika program ini sudah berjalan optimal, maka dampaknya akan lebih optimal.

Neraca migas memang menjadi biang keladi defisit yang dialami neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca migas pada Oktober 2018 mencapai US$ 1,42 miliar, melonjak 31,78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Budi Hikmat, Kepala Ekonom Bahan TCW Investment Management, juga menyebutkan bahwa neraca migas menjadi beban utama transaksi berjalan. Minyak adalah komoditas yang menjadi biaya (cost) dalam perekonomian nasional, karena Indonesia sudah berstatus sebagai negara net importir si emas hitam.

"CPO (minyak sawit mentah) adalah income commodity kita. Sedangkan minyak itu cost," ujarnya.

Ketika impor minyak membludak, lanjut Budi, maka neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi negatif. Akibatnya rupiah kurang pijakan untuk menguat karena minimnya pasokan valas di perekonomian domestik.

"Kita dapat income dari kenaikan harga CPO, tapi harga minyak juga naik. Akibatnya rupiah melemah secara fundamental. Investor sangat melihat nilai tukar, sehingga otoritas harus menjaga current account," tegas Budi.
(aji/hps) Next Article Kebijakan Energi di Persimpangan Jalan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular