
Produksi Migas RI Terus Merosot, Ini 2 Strategi ESDM
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
11 December 2018 16:59

Jakarta, CNBC Indonesia- Produksi migas RI yang terus menurun, terutama untuk perminyakan, membuat defisit dagang migas negara semakin lebar. Tidak imbangnya angka konsumsi di hilir dengan produksi di hulu jadi biang kerok utama terus defisitnya neraca dagang.
Solusi untuk menekan defisit ini sudah disiapkan oleh pemerintah, bersama-sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, dan Kementerian Koordinator Perekonomian mencoba tekan impor dengan terapkan B20.
Sementara dari sisi hulu, Kementerian ESDM juga mengantisipasi turunnya produksi untuk jangka panjang dan menengah. Berdasar data Kementerian ESDM, per 2 Desember 2018 rata-rata produksi minyak hanya 751 ribu barel sehari. Masih jauh dari target 800 ribu barel sehari.
"Kita mulai jangka panjang lewat eksplorasi, tawarkan kepada investor, kalau berhasil temukan migas itu masih butuh 5 sampai 10 tahun baru ada produksinya," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat diwawancara oleh CNBC Indonesia TV, Selasa (11/12/2018).
Dengan eksplorasi, hasilnya akan dipetik 5 hingga 10 tahun lagi. Sementara saat ini Indonesia sudah bisa jual 11 blok migas baru dengan kontrak gross split. Sementara dari blok terminasi juga dipercepat untuk transfer ke kontraktor baru, meski terminasinya masih lama. Namun dipercepat untuk menahan laju penurunan produksi.
"Transisi ini proses yang biasanya butuh waktu dan biaya. Kalau dilakukan usaha lebih awal untuk penurunan produksi tahun ke depan laju penurunan tidak akan sebesar jika kontrak baru diputuskan sebelum berakhir," jelasnya.
Selain itu ada juga upaya jangka menengah, yakni dengan menggenjot enhanced oil recovery (EOR). EOR dilakukan di sumur-sumur eksisting terutama yang sudah tua untuk menjaga produksi.
(gus) Next Article Arcandra Tahar Komentari KKKS tak Wajib Gross Split, Setuju?
Solusi untuk menekan defisit ini sudah disiapkan oleh pemerintah, bersama-sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian BUMN, dan Kementerian Koordinator Perekonomian mencoba tekan impor dengan terapkan B20.
![]() |
Sementara dari sisi hulu, Kementerian ESDM juga mengantisipasi turunnya produksi untuk jangka panjang dan menengah. Berdasar data Kementerian ESDM, per 2 Desember 2018 rata-rata produksi minyak hanya 751 ribu barel sehari. Masih jauh dari target 800 ribu barel sehari.
"Kita mulai jangka panjang lewat eksplorasi, tawarkan kepada investor, kalau berhasil temukan migas itu masih butuh 5 sampai 10 tahun baru ada produksinya," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat diwawancara oleh CNBC Indonesia TV, Selasa (11/12/2018).
Dengan eksplorasi, hasilnya akan dipetik 5 hingga 10 tahun lagi. Sementara saat ini Indonesia sudah bisa jual 11 blok migas baru dengan kontrak gross split. Sementara dari blok terminasi juga dipercepat untuk transfer ke kontraktor baru, meski terminasinya masih lama. Namun dipercepat untuk menahan laju penurunan produksi.
"Transisi ini proses yang biasanya butuh waktu dan biaya. Kalau dilakukan usaha lebih awal untuk penurunan produksi tahun ke depan laju penurunan tidak akan sebesar jika kontrak baru diputuskan sebelum berakhir," jelasnya.
Selain itu ada juga upaya jangka menengah, yakni dengan menggenjot enhanced oil recovery (EOR). EOR dilakukan di sumur-sumur eksisting terutama yang sudah tua untuk menjaga produksi.
(gus) Next Article Arcandra Tahar Komentari KKKS tak Wajib Gross Split, Setuju?
Most Popular