Malaysia Ingin Rebut Kembali Kedaulatan Udara dari Singapura

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
05 December 2018 11:56
Ruang udara di Johor saat ini didelegasikan ke Singapura.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Malaysia ingin merebut kembali kedaulatan udara di Johor yang saat ini didelegasikan ke Singapura.

Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke mengatakan hal itu kepada parlemen, kemarin.

Dikutip dari Channel News Asia, Malaysia menggarisbawahi keprihatinan atas kedaulatan dan kepentingan nasional.

Loke mengatakan bahwa Malaysia sudah menginformasikan Singapura pada 29 November 2018 atas rencana merebut kembali wilayah kedaulatan udaranya secara bertahap. Tahap pertama diharapkan sekitar akhir 2019 dan tahap berikutnya pada 2023.

"Rencana untuk merebut kembali wilayah udara yang didelegasikan Malaysia di Johor Selatan perlu dilakukan secara bertahap, untuk mengkoordinasikan pengaturan layanan, pengaturan lalu lintas udara antara penyedia layanan navigasi udara di kedua negara, untuk memastikan pergerakan pesawat yang aman, efisien dan terorganisir," kata Loke, dilansir dari channelnewsasia.com, Rabu (05/12/18).


Dalam sambutannya ke parlemen, Loke menambahkan bahwa wilayah udara di Johor Selatan telah didelegasikan ke Singapura sejak 1974 untuk tujuan menyediakan layanan kontrol lalu lintas udara melalui Surat Perjanjian Operasional Antara Kuala Lumpur dan Pusat Kontrol Area Singapura Mengenai Kedatangan Singapura, Keberangkatan dan Overflight (LOA 1974).

Sementara itu saat berbicara pada konferensi pers, Loke mengungkapkan bahwa dia telah bertemu Menteri Transportasi Singapura Khaw Boon Wan mengenai isu ini.

"Tapi tentu saja prosesnya akan memakan waktu. Kami tidak mengatakan akan cepat."

Menanggapi pernyataan Loke, Singapore's Ministry of Transport (MOT)/Kementerian Transportasi Singapura mengatakan, bahwa pengaturan wilayah udara saat ini atas Johor Selatan telah bekerja dengan baik, setiap perubahan yang diusulkan akan berdampak pada banyak pemangku kepentingan.

"Konsultasi akan diperlukan untuk meminimalkan dampak pada maskapai penerbangan dan penumpang," kata MOT dalam sebuah pernyataan media.

Prosedur untuk Bandara Selatar

Kepada parlemen, Loke juga mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri Malaysia akan mengirim pernyataan protes ke Singapura atas apa yang ia gambarkan sebagai pelanggaran prinsip, mengacu pada publikasi Singapura soal prosedur Instrumen Landing System (ILS) untuk Bandara Seletar.

Loke menjelaskan kepada parlemen, prosedur ILS mengacu pada fasilitas penerbangan navigasi di bandara yang menyediakan panduan vertikal dan horizontal untuk pilot ketika penerbangan turun dan mendekati landasan pacu.

Prosedur ILS menyediakan tahap masuk ke bandara yang menjamin akurasi dan efisiensi penerbangan, dan meningkatkan kemungkinan pendaratan pesawat di bandara.


Loke mengatakan Singapura akan menerapkan prosedur ILS yang baru di Bandara Selatar (Singapura) mulai 3 Januari 2019, tanpa izin dari pemerintah Malaysia.

"Jika publikasi di AIP Singapore diizinkan, pembangunan di daerah Pasir Gudang [Malaysia] dapat terhenti karena bangunan dan struktur harus sesuai dengan batas-batas impedansi dan kontrol ketinggian yang ditetapkan oleh standar internasional. Selain itu, penyiaran AIP Singapore juga akan mempengaruhi operasi pelayaran di Pasir Gudang Port," kata Loke di parlemen.

Berbicara kepada wartawan, Loke berkata, "Bandara Seletar sangat dekat dengan Pasir Gudang, pesawat harus terbang sangat rendah, di atas wilayah udara Pasir Gudang [ketika turun] Kami bahkan tidak dapat membangun gedung-gedung tinggi di Pasir Gudang."


"Saat ini ada beberapa gedung tinggi di atas batas atas Pasir Gudang. Jadi secara teknis sekarang tidak layak untuk mengizinkan jalur penerbangan."

Dia menyatakan bahwa Malaysia tidak melawan Bandara Seletar tetapi sejauh jalur penerbangan turun, tidak bisa di atas Pasir Gudang.

"Biar saya perjelas. Bandara Seletar ini berada di wilayah Singapura. Kami tidak bisa memberi tahu orang lain untuk tidak membangun bandara mereka. Itu hak mereka," katanya.

"Kami tidak mengambil pendekatan konfrontatif. Kami ingin menjadi tetangga yang baik. Tapi ini adalah posisi kami, dan kami berharap rekan-rekan kami di Singapura dapat menghormati posisi kami."

Pengumuman dari Menteri Transportasi Malaysia itu dilakukan setelah maskapai asal Malaysia, Firefly, mengumumkan sebelumnya bahwa mereka akan menangguhkan semua penerbangan ke Singapura mulai 1 Desember.


Firefly tidak dapat memperoleh persetujuan dari regulator penerbangan sipil Malaysia untuk beroperasi di Bandara Seletar, setelah pihak berwenang Singapura mengatakan bahwa penerbangan turboprop akan direlokasi dari Bandara Changi ke Bandara Seletar yang baru dibuka guna mengoptimalkan penggunaan sumber daya.

Menyusul pengumuman Firefly, Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS)/Otoritas Penerbangan Sipil Singapura mengatakan telah meminta mitra Malaysia untuk berbagi masalah peraturan tentang langkah itu, menambahkan bahwa Singapura telah membuat "semua persiapan dan menyetujui semua aplikasi" oleh Firefly untuk beroperasi ke dan dari Bandara Seletar.


Pada hari Selasa, Menteri Transportasi Singapura Khaw Boon Wan menunjukkan bahwa Bandara Seletar bukan fasilitas baru. Dia menambahkan bahwa prosedur ILS sejalan dengan profil penerbangan saat ini, dan mempublikasikannya pada terjemahan dari situasi saat ini ke dalam kertas.

"Jadi kami tidak memperkenalkan jalur penerbangan baru, pola penerbangan baru dari Bandara Seletar ini," kata Khaw kepada wartawan.

Dia mencatat keputusan Malaysia untuk mengambil kembali wilayah udara, tetapi mengatakan bahwa itu bukan keputusan yang mudah untuk mengubah status quo.
(ray) Next Article Memanasnya Polemik Malaysia-Singapura Soal Kedaulatan Udara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular