
Memanasnya Polemik Malaysia-Singapura Soal Kedaulatan Udara
Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
05 December 2018 13:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen ruang udara di selatan Johor belakangan jadi pembicaraan. Pemicunya adalah pernyataan petinggi dua negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapura, terkait manajemen tersebut.
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke mengatakan negara itu ingin merebut kembali kedaulatan udara di selatan Johor. Sedangkan Kementerian Transportasi Singapura menekankan status quo di wilayah tersebut.
Lalu, apa yang menjadi dasar masalah dari konflik tersebut? Berikut penjelasan di laman Channel News Asia seperti dikutip, Rabu (5/12/2018).
Apa yang menjadi permasalahan?
Di bawah pengaturan saat ini, pengelolaan ruang udara di selatan Johor didelegasikan kepada Singapura. Itu artinya, Singapura menyediakan layanan berupa air traffic control (ATC) di ruang tersebut.
Pengaturan itu disepakati pada 1973 oleh Malaysia, Singapura, dan negara-negara lain. Kesepakatan itu lantas disetujui Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Setahun berselang, perjanjian bilateral kemudian ditandatangani antara Malaysia dan Singapura.
Sekarang, Malaysia ingin merebut kembali "ruang udara yang didelegasikan" itu dengan alasan kekhawatiran perihal kedaulatan dan kepentingan nasional.
Apa yang menjadi keluhan Malaysia?
Secara khusus, Malaysia mengkhawatirkan prosedur Instrument Landing System (ILS) di Bandara Seletar, Singapura. Prosedur ILS mengacu kepada fasilitas navigasi di bandara yang menyediakan panduan vertikal dan horizontal untuk pilot saat mendekati landasan pacu.
Malaysia memprotes ILS yang dibuat Singapura. Malaysia juga menyebut jalur penerbangan Bandara Seletar penting bagi perkembangan dan operasi pelayaran di Pasir Gudang.
Respons Singapura
Singapura menyatakan ILS yang dibuat bertujuan agar peraturan keselamatan penerbangan lebih jelas dan transparan. Kementerian Transportasi Singapura menyatakan prosedur yang ada tidak memaksakan dampak tambahan pada pengguna ruang udara serta bisnis dan penduduk di Johor.
Singapura juga membantah klaim Malaysia bahwa ILS diterbitkan tanpa berdiskusi dengan pihak berwenang Malaysia. Kementerian Transportasi Singapura pada Selasa (4/12/2018) malam merilis dokumen yang menunjukkan ada konsultasi antara Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) dengan mitranya dari Malaysia.
Lini masa
5 Desember 2017
CAAS mempresentasikan rencana penerapan prosedur ILS di Bandara Seletar. Presentasi dilaksanakan saat pertemuan bilateral antara Singapura dan Malaysia di Kuala Lumpur.
Dalam pertemuan itu, CAAS juga menyatakan pembangunan terminal penumpang baru akan dilakukan sebagai persiapan operasional Firefly Airlines Malaysia dari dan ke Subang.
6 Desember 2017
CAAS mengirim email berisi informasi terkait prosedur ILS. Konten email itu termasuk pendekatan instrumen dan peta kepada Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia (CAAM). Pengiriman email bertujuan agar CAAM memberikan penilaian sebelum prosedur ILS dipublikasikan.
6 Juni 2018
CAAS mengirimkan email kepada CAAM. Isinya, CAAS berkeinginan menerbitkan prosedur ILS dan berlaku 16 Agustus 2018.
7 Agustus 2018
Manajemen CAAS menemui manajemen CAAM dan memberikan penjelasan detail perihal prosedur ILS. CAAS juga meminta feed back dari CAAM karena situasi semakin mendesak.
15 Agustus 2018
CAAS mengirimkan email kepada CAAM untuk menindaklanjuti pertemuan 7 Agustus. CAAS menekankan urgensi masalah prosedur ILS dan meminta tanggapan CAAM pada 27 Agustus 2018. Namun, tidak ada jawaban dari CAAM.
28 November dan 29 November 2018
Kedua otoritas bertemu di Singapura. CAAM mengangkat masalah teknis prosedur ILS dalam pertemuan.
30 November 2018
Kedua otoritas bertemu di Kuala Lumpur untuk membahas catatan pertemuan sehari sebelumnya. CAAM tidak mengangkat kekhawatiran baru terkait prosedur ILS.
4 Desember 2018
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke di hadapan parlemen mengatakan Kementerian Luar Negeri Malaysia akan mengirim pernyataan protes kepada Singapura. Loke menilai ada pelanggaran prinsip, mengacu kepada publikasi prosedur ILS oleh Singapura.
Loke pun telah bertemu dengan Menteri Transportasi Singapura Khaw Boon Wan. Loke menyebut Malaysia bermaksud untuk merundingkan kembali ruang udara di Johor Selatan.
Kementerian Transportasi Malaysia mengeluarkan pernyataan dengan menyebut pengaturan saat ini telah menguntungkan kedua negara. Setiap perubahan akan berdampak kepada banyak pemangku kepentingan.
Terkait publikasi prosedur ILS, Singapura mengklaim tidak ada tanggapan substantif dari CAAM meskipun telah diingatkan berulang kali sampai akhir November 2018.
(ray/ray) Next Article Malaysia Ingin Rebut Kembali Kedaulatan Udara dari Singapura
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke mengatakan negara itu ingin merebut kembali kedaulatan udara di selatan Johor. Sedangkan Kementerian Transportasi Singapura menekankan status quo di wilayah tersebut.
Lalu, apa yang menjadi dasar masalah dari konflik tersebut? Berikut penjelasan di laman Channel News Asia seperti dikutip, Rabu (5/12/2018).
Di bawah pengaturan saat ini, pengelolaan ruang udara di selatan Johor didelegasikan kepada Singapura. Itu artinya, Singapura menyediakan layanan berupa air traffic control (ATC) di ruang tersebut.
Pengaturan itu disepakati pada 1973 oleh Malaysia, Singapura, dan negara-negara lain. Kesepakatan itu lantas disetujui Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Setahun berselang, perjanjian bilateral kemudian ditandatangani antara Malaysia dan Singapura.
Sekarang, Malaysia ingin merebut kembali "ruang udara yang didelegasikan" itu dengan alasan kekhawatiran perihal kedaulatan dan kepentingan nasional.
Apa yang menjadi keluhan Malaysia?
Secara khusus, Malaysia mengkhawatirkan prosedur Instrument Landing System (ILS) di Bandara Seletar, Singapura. Prosedur ILS mengacu kepada fasilitas navigasi di bandara yang menyediakan panduan vertikal dan horizontal untuk pilot saat mendekati landasan pacu.
Malaysia memprotes ILS yang dibuat Singapura. Malaysia juga menyebut jalur penerbangan Bandara Seletar penting bagi perkembangan dan operasi pelayaran di Pasir Gudang.
Respons Singapura
Singapura menyatakan ILS yang dibuat bertujuan agar peraturan keselamatan penerbangan lebih jelas dan transparan. Kementerian Transportasi Singapura menyatakan prosedur yang ada tidak memaksakan dampak tambahan pada pengguna ruang udara serta bisnis dan penduduk di Johor.
Singapura juga membantah klaim Malaysia bahwa ILS diterbitkan tanpa berdiskusi dengan pihak berwenang Malaysia. Kementerian Transportasi Singapura pada Selasa (4/12/2018) malam merilis dokumen yang menunjukkan ada konsultasi antara Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) dengan mitranya dari Malaysia.
Lini masa
5 Desember 2017
CAAS mempresentasikan rencana penerapan prosedur ILS di Bandara Seletar. Presentasi dilaksanakan saat pertemuan bilateral antara Singapura dan Malaysia di Kuala Lumpur.
Dalam pertemuan itu, CAAS juga menyatakan pembangunan terminal penumpang baru akan dilakukan sebagai persiapan operasional Firefly Airlines Malaysia dari dan ke Subang.
6 Desember 2017
CAAS mengirim email berisi informasi terkait prosedur ILS. Konten email itu termasuk pendekatan instrumen dan peta kepada Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia (CAAM). Pengiriman email bertujuan agar CAAM memberikan penilaian sebelum prosedur ILS dipublikasikan.
6 Juni 2018
CAAS mengirimkan email kepada CAAM. Isinya, CAAS berkeinginan menerbitkan prosedur ILS dan berlaku 16 Agustus 2018.
7 Agustus 2018
Manajemen CAAS menemui manajemen CAAM dan memberikan penjelasan detail perihal prosedur ILS. CAAS juga meminta feed back dari CAAM karena situasi semakin mendesak.
15 Agustus 2018
CAAS mengirimkan email kepada CAAM untuk menindaklanjuti pertemuan 7 Agustus. CAAS menekankan urgensi masalah prosedur ILS dan meminta tanggapan CAAM pada 27 Agustus 2018. Namun, tidak ada jawaban dari CAAM.
28 November dan 29 November 2018
Kedua otoritas bertemu di Singapura. CAAM mengangkat masalah teknis prosedur ILS dalam pertemuan.
30 November 2018
Kedua otoritas bertemu di Kuala Lumpur untuk membahas catatan pertemuan sehari sebelumnya. CAAM tidak mengangkat kekhawatiran baru terkait prosedur ILS.
4 Desember 2018
Menteri Transportasi Malaysia Anthony Loke di hadapan parlemen mengatakan Kementerian Luar Negeri Malaysia akan mengirim pernyataan protes kepada Singapura. Loke menilai ada pelanggaran prinsip, mengacu kepada publikasi prosedur ILS oleh Singapura.
Loke pun telah bertemu dengan Menteri Transportasi Singapura Khaw Boon Wan. Loke menyebut Malaysia bermaksud untuk merundingkan kembali ruang udara di Johor Selatan.
Kementerian Transportasi Malaysia mengeluarkan pernyataan dengan menyebut pengaturan saat ini telah menguntungkan kedua negara. Setiap perubahan akan berdampak kepada banyak pemangku kepentingan.
Terkait publikasi prosedur ILS, Singapura mengklaim tidak ada tanggapan substantif dari CAAM meskipun telah diingatkan berulang kali sampai akhir November 2018.
(ray/ray) Next Article Malaysia Ingin Rebut Kembali Kedaulatan Udara dari Singapura
Most Popular