Pasca-Akuisisi, Freeport Kantongi Izin Dagang ke Jepang-Korea
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
22 November 2018 12:44

Jakarta, CNBC Indonesia- PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum (Persero) telah mendapatkan izin dari lembaga antitrust di Jepang dan Korea Selatan agar dapat melakukan perdagangan tembaga begitu perusahaan sesudah mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia menjadi 51% milik Indonesia.
"Dua izin sudah keluar, yakni dari Jepang dan Korea Selatan, yang belum keluar dari Filipina dan Tiongkok," ujar Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin kepada media saat dijumpai dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
[Gambas:Video CNBC]
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan, biasanya izin yang paling lama keluar adalah dari lembaga antitrust Tiongkok. Hal ini pun sudah pernah ia ungkapkan sebelumnya, pada September lalu, usai melakukan penandatanganan perjanjian jual beli saham PT Freeport Indonesia. Izin ini sendiri jatuhnya untuk PTFreeport Indonesia,Inalum sebagai calon pemilik mayoritas saham ikut mengurus soal perizinan ini.
Kala itu, Budi mengatakan, ada proses yang cukup panjang dan memakan waktu terkait dengan izin dari lembaga antitrust (lembaga pengawas persaingan usaha) dari Tiongkok, karena Freeport menjual banyak konsentrat tembaga ke Negeri Tirai Bambu tersebut. Izin tersebut diperlukan sebagai syarat agar Freeport tetap bisa melakukan perdagangan usai mayoritas saham diambil alih oleh Inalum.
"Kemungkinan agak lama adalah izin dari antitrust Tiongkok karena Freeport jual banyak (konsentrat tembaga) ke Tingkok. Orang Tiongkok tidak ingin kalau terjadi transaksi merger, entitas barunya terlalu dominan untuk ekspor barang ke Tiongkok. Jadi mereka ingin lihat (Inalum) ini jadi dominan atau tidak," terang Budi.
Tetapi, Budi menuturkan, saat ini sudah ada angin segar dari lembaga antitrust Negeri Tirai Bambu tersebut. Ia mengatakan, ada sinyal positif dari lembaga tersebut untuk menerbitkan izin lebih cepat.
"Pagi ini saya baru dari Tiongkok, bertemu dengan State Administration for Market Regulation (lembaga antitrust Tiongkok) minta tolong supaya bisa dibantu diterbitkan lebih cepat, dan mereka memberikan sinyal positif," kata Budi.
Budi menjelaskan, izin tersebut diperlukan, sebab impor tembaga Tiongkok jumlahnya besar sekali. Negara tersebut melihat kalau ada aksi korporasi dari perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan tembaga, mereka ingin pastikan tidak terjadi kartel yang menekan harga impor mereka, meskipun aksi korporasi tersebut terjadi di luar Tiongkok.
"Mereka ingin memastikan yang berkaitan dengan tembaga, itu harus kasih persetujuan kalau tidak boleh jual ke mereka. Izin ini keluar itu agar bisa melakukan perdagangan ekspor-impor," tutur Budi.
Sebagai informasi, Inalum harus melakukan pelaporan persaingan usaha (anti-trust filing) di lima negara, yakni Tiongkok, Indonesia, Jepang, Filipina, dan Korea Selatan yang ditargetkan selesai Oktober-Desember 2018.
Adapun, Budi mengungkapkan, untuk izin antitrust Indonesia, pihaknya diperbolehkan mengurus sesudah transaksi selesai.
"Jadi total ada empat yang mesti kami kejar sebelum transaksi," pungkas Budi.
(gus/gus) Next Article Terungkap, Ini 3 Program Inalum Usai Sukses Rebut Freeport
"Dua izin sudah keluar, yakni dari Jepang dan Korea Selatan, yang belum keluar dari Filipina dan Tiongkok," ujar Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin kepada media saat dijumpai dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
[Gambas:Video CNBC]
Kala itu, Budi mengatakan, ada proses yang cukup panjang dan memakan waktu terkait dengan izin dari lembaga antitrust (lembaga pengawas persaingan usaha) dari Tiongkok, karena Freeport menjual banyak konsentrat tembaga ke Negeri Tirai Bambu tersebut. Izin tersebut diperlukan sebagai syarat agar Freeport tetap bisa melakukan perdagangan usai mayoritas saham diambil alih oleh Inalum.
"Kemungkinan agak lama adalah izin dari antitrust Tiongkok karena Freeport jual banyak (konsentrat tembaga) ke Tingkok. Orang Tiongkok tidak ingin kalau terjadi transaksi merger, entitas barunya terlalu dominan untuk ekspor barang ke Tiongkok. Jadi mereka ingin lihat (Inalum) ini jadi dominan atau tidak," terang Budi.
Tetapi, Budi menuturkan, saat ini sudah ada angin segar dari lembaga antitrust Negeri Tirai Bambu tersebut. Ia mengatakan, ada sinyal positif dari lembaga tersebut untuk menerbitkan izin lebih cepat.
"Pagi ini saya baru dari Tiongkok, bertemu dengan State Administration for Market Regulation (lembaga antitrust Tiongkok) minta tolong supaya bisa dibantu diterbitkan lebih cepat, dan mereka memberikan sinyal positif," kata Budi.
Budi menjelaskan, izin tersebut diperlukan, sebab impor tembaga Tiongkok jumlahnya besar sekali. Negara tersebut melihat kalau ada aksi korporasi dari perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan tembaga, mereka ingin pastikan tidak terjadi kartel yang menekan harga impor mereka, meskipun aksi korporasi tersebut terjadi di luar Tiongkok.
"Mereka ingin memastikan yang berkaitan dengan tembaga, itu harus kasih persetujuan kalau tidak boleh jual ke mereka. Izin ini keluar itu agar bisa melakukan perdagangan ekspor-impor," tutur Budi.
Sebagai informasi, Inalum harus melakukan pelaporan persaingan usaha (anti-trust filing) di lima negara, yakni Tiongkok, Indonesia, Jepang, Filipina, dan Korea Selatan yang ditargetkan selesai Oktober-Desember 2018.
Adapun, Budi mengungkapkan, untuk izin antitrust Indonesia, pihaknya diperbolehkan mengurus sesudah transaksi selesai.
"Jadi total ada empat yang mesti kami kejar sebelum transaksi," pungkas Budi.
(gus/gus) Next Article Terungkap, Ini 3 Program Inalum Usai Sukses Rebut Freeport
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular