
Tim Prabowo Ingin Tarif Pajak RI Setara Singapura, Realistis?
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
19 November 2018 15:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritik tajam rezim perpajakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apabila Prabowo-Sandiaga terpilih, maka langkah pertama adalah mereformasi sektor tersebut.
Kalangan ekonom yang dihubungi CNBC Indonesia, Senin (19/11/2018), menilai rencana kebijakan Prabowo-Sandi di sektor perpajakan, termasuk menurunkan tarif PPh Badan, memerlukan pertimbangan matang. Tidak mudah untuk dieksekusi.
"Utang dan pajak itu seperti bejana berhubungan. Kalau mau nurunin utang, pajak mau tidak mau ya naik. Pajak dikurangin, ya mau tidak mau utang. Sumber APBN kan dua hal ini. Sumber APBN kita dari pajak, dan untuk menutup kekurangan ya dari utang," ujar Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah.
Menurut dia, rencana Prabowo-Sandiaga sesuatu yang memungkinkan. Akan tetapi, dia menilai ada inkonsistensi dari Prabowo-Sandiaga.
"Kalau kita mau memperbaiki pajak, kita harus optimalkan utang, karena tidak bisa mengorbankan belanja. Padahal di statement berikutnya, banyak program-program juga. Jadi butuh belanja, APBN" kata Piter.
"Kalau pengen belanja kuat, pajak rendah, agar swasta terpacu, ujungnya utang harus tinggi. Kubu Prabowo menyampaikan sesuatu yang mungkin tapi tidak konsisten. Kalau mau nurunin pajak, di sisi lain mungkin utang kita optimal," lanjutnya.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai penurunan tarif pajak memang harus dilakukan. Apalagi di ASEAN, PPh Badan RI yang mencapai 25% tergolong tinggi. "AS hanya 21% jadi memang perlu diturunkan," ujar David dikonfirmasi terpisah.
Kendati demikian, rencana kebijakan Prabowo-Sandiaga harus dibarengi langkah-langkah lain. Mulai dari birokrasi, anggaran rutin, belanja-belanja, dan aspek-aspek lainnya. "Jadi tidak bisa hanya pajak, kalau [hanya] pajak bisa berdampak pada defisit kita lagi, harus dari fiskal dan birokrasi," kata David.
(miq/miq) Next Article Tim Prabowo Sebut Jokowi Ciptakan 'Climate of Fear'
Kalangan ekonom yang dihubungi CNBC Indonesia, Senin (19/11/2018), menilai rencana kebijakan Prabowo-Sandi di sektor perpajakan, termasuk menurunkan tarif PPh Badan, memerlukan pertimbangan matang. Tidak mudah untuk dieksekusi.
"Utang dan pajak itu seperti bejana berhubungan. Kalau mau nurunin utang, pajak mau tidak mau ya naik. Pajak dikurangin, ya mau tidak mau utang. Sumber APBN kan dua hal ini. Sumber APBN kita dari pajak, dan untuk menutup kekurangan ya dari utang," ujar Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah.
Menurut dia, rencana Prabowo-Sandiaga sesuatu yang memungkinkan. Akan tetapi, dia menilai ada inkonsistensi dari Prabowo-Sandiaga.
"Kalau kita mau memperbaiki pajak, kita harus optimalkan utang, karena tidak bisa mengorbankan belanja. Padahal di statement berikutnya, banyak program-program juga. Jadi butuh belanja, APBN" kata Piter.
"Kalau pengen belanja kuat, pajak rendah, agar swasta terpacu, ujungnya utang harus tinggi. Kubu Prabowo menyampaikan sesuatu yang mungkin tapi tidak konsisten. Kalau mau nurunin pajak, di sisi lain mungkin utang kita optimal," lanjutnya.
![]() |
Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai penurunan tarif pajak memang harus dilakukan. Apalagi di ASEAN, PPh Badan RI yang mencapai 25% tergolong tinggi. "AS hanya 21% jadi memang perlu diturunkan," ujar David dikonfirmasi terpisah.
Kendati demikian, rencana kebijakan Prabowo-Sandiaga harus dibarengi langkah-langkah lain. Mulai dari birokrasi, anggaran rutin, belanja-belanja, dan aspek-aspek lainnya. "Jadi tidak bisa hanya pajak, kalau [hanya] pajak bisa berdampak pada defisit kita lagi, harus dari fiskal dan birokrasi," kata David.
(miq/miq) Next Article Tim Prabowo Sebut Jokowi Ciptakan 'Climate of Fear'
Most Popular