
Pak Jokowi, Inflasi Rendah belum Tentu Prestasi Lho...
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
15 November 2018 14:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyampaikan kritik atas capaian inflasi Indonesia yang kerap digemborkan sebagai sebuah prestasi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Vice Director INDEF Eko Listianto, menegaskan, rendahnya tingkat inflasi bukan otomatis dapat dinilai sebagai prestasi.
"Mengklaim inflasi rendah sebagai capaian tanpa mencantumkan kemampuan mengelola pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, merupakan sebuah bias," ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Apalagi, tren jangka panjang inflasi global secara umum juga menunjukkan grafik menurun. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga saja, fenomena rendahnya laju inflasi juga terjadi.
Pada kuartal-III 2018, secara YoY, negara berkembang seperti Malaysia mencatatkan inflasi 0,50, sedangkan Thailand 1,50. Selanjutnya, China juga mencatat inflasi sebesar 2,3.
"Artinya fenomena global inflasi sedang turun. Jadi pantaskah itu kita klaim sebagai bentuk keberhasilan," kata Eko.
Pun demikian, pemerintah tetap mengklaim rendahnya inflasi umum sebagai sebuah keberhasilan pengendalian harga. Di balik inflasi umum (Oktober 3,16 persen YoY) yang relatif rendah terdapat komponen inflasi volatile food yang masih jauh lebih besar, yaitu 4,48 persen YoY.
Lebih tingginya komponen inflasi volatile food ini disebabkan oleh belum cukup stabilnya harga-harga bahan makanan yang mendominasi komponen ini. Pemerintah perlu lebih fokus pada kebijakan pengendalian iniiasi volatile food agar daya beli masyarakat dapat terjaga.
"Inflasi yang relatif rendah saat ini terjadi karena lalu daya beli yang juga rendah," imbuhnya.
Sejalan dengan itu, inflasi rendah akan dapat merepresentasikan keberhasilan pengendalian harga jika beriringan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Padahal porsi pendapatan terbesar masyarakat dibelanjakan untuk pangan, terutama golongan menengah ke bawah.
"Jika pemerintah tidak mampu menjaga stabilitas harga pangan, maka implikasinya akan lintas sektor, permintaan produk nonpangan pun akan ikut terkoreksi karena lemahnya daya beli," ujar Eko.
(miq/miq) Next Article Tak Bisa Dipungkiri Lagi, RI Kena Virus Pelemahan Konsumsi
Vice Director INDEF Eko Listianto, menegaskan, rendahnya tingkat inflasi bukan otomatis dapat dinilai sebagai prestasi.
"Mengklaim inflasi rendah sebagai capaian tanpa mencantumkan kemampuan mengelola pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, merupakan sebuah bias," ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Pada kuartal-III 2018, secara YoY, negara berkembang seperti Malaysia mencatatkan inflasi 0,50, sedangkan Thailand 1,50. Selanjutnya, China juga mencatat inflasi sebesar 2,3.
"Artinya fenomena global inflasi sedang turun. Jadi pantaskah itu kita klaim sebagai bentuk keberhasilan," kata Eko.
Pun demikian, pemerintah tetap mengklaim rendahnya inflasi umum sebagai sebuah keberhasilan pengendalian harga. Di balik inflasi umum (Oktober 3,16 persen YoY) yang relatif rendah terdapat komponen inflasi volatile food yang masih jauh lebih besar, yaitu 4,48 persen YoY.
Lebih tingginya komponen inflasi volatile food ini disebabkan oleh belum cukup stabilnya harga-harga bahan makanan yang mendominasi komponen ini. Pemerintah perlu lebih fokus pada kebijakan pengendalian iniiasi volatile food agar daya beli masyarakat dapat terjaga.
"Inflasi yang relatif rendah saat ini terjadi karena lalu daya beli yang juga rendah," imbuhnya.
Sejalan dengan itu, inflasi rendah akan dapat merepresentasikan keberhasilan pengendalian harga jika beriringan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Padahal porsi pendapatan terbesar masyarakat dibelanjakan untuk pangan, terutama golongan menengah ke bawah.
"Jika pemerintah tidak mampu menjaga stabilitas harga pangan, maka implikasinya akan lintas sektor, permintaan produk nonpangan pun akan ikut terkoreksi karena lemahnya daya beli," ujar Eko.
(miq/miq) Next Article Tak Bisa Dipungkiri Lagi, RI Kena Virus Pelemahan Konsumsi
Most Popular