
Penjelasan Mentan Amran Soal Surplus Jagung Tapi Tetap Impor
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
10 November 2018 15:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah baru saja menerbitkan surat izin impor jagung maksimal 100.000 ton melalui Perum Bulog. Padahal, Kementerian Pertanian (Kementan) kerap menyampaikan bahwa produksi jagung Indonesia surplus 12,9 juta ton tahun ini. Namun nyatanya, Kementan justru meminta impor dilakukan.
Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan, impor yang akan dibuka hanya berkisar 50.000 ton hingga 10.0000 ton, atau jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 2014 hingga 2016.
"Kita harus berangkat dari 2014. Itu impor kita 3,5 juta ton setara Rp 10 triliun. Waktu itu impor biasa-biasa saja, tidak ada gaduh," katanya di Pasar Induk Cipinang, Kamis (8/11/2018).
Di sisi lain, ia juga mengatakan, jagung yang telah diimpor itu nantinya akan masuk gudang Bulog dan tidak akan dikeluarkan jika harga sudah turun.
"Kemudian yang dipertanyakan, kalau 50.000 atau 100.000 impor. [Itu] artinya masih surplus kan. Masih berprestasi petani kita, tolong hargai petani Indonesia. Kalau tidak mau hargai saya, enggak masalah. Itu saudara kita sendiri yang berproduksi."
"Nah [impor] 50.000 ton ini tidak ada artinya. Sangat kecil. Dan ini sebagai alat kontrol saja. Untuk stabilitas harga. Nanti disimpan Bulog. Kalau harga turun tidak akan keluar. Dan sebentar lagi kita panen raya," jelas Amran.
Kemudian, dia melanjutkan, pada 2015 masih dibuka keran impor jagung namun dengan volume berkurang menjadi 2 juta ton. Lalu, penurunan volume impor kembali berkurang pada 2016 di mana hanya menjadi 900.000 ton.
Selain itu, Amran pun memaparkan kondisi pada 2017, ketika impor jagung disetop, dan kemudian pada 2018 di mana Indonesia justru berhasil melakukan ekspor.
"Dulunya impor dari Amerika dan Argentina. Sekarang pecah telur ekspor, ini sejarah pertama Indonesia mengekspor sebesar itu dan menyetop impor," ujar dia.
Dia kemudian menyinggung munculnya pertanyaan mengapa harus impor jagung 50.000-100.000 ton, jika Indonesia bisa ekspor dan produksi jagung masih dinyatakan surplus 13 juta ton.
"Kemudian yang dipertanyakan, kalau 50.000 atau 100.000 impor. [Itu] artinya masih surplus kan. Masih berprestasi petani kita, tolong harga petani Indonesia. Kalau tidak mau hargai saya, enggak masalah. Itu saudara kita sendiri yang berproduksi."
"Nah [impor] 50.000 ton ini tidak ada artinya. Sangat kecil. Dan ini sebagai alat kontrol saja. Untuk stabilitas harga. Nanti disimpan Bulog. Kalau harga turun tidak akan keluar. Dan sebentar lagi kita panen raya," jelas Amran.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan harga jagung saat ini memang tergolong mahal. Impor diperlukan untuk menurunkan harga jagung ke level Rp 4.000/kg. Adapun pantauan Satgas Pangan, harga jagung di pasar bisa mencapai Rp 5.200-5.300/kg.
Adapun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan keputusan impor jagung 50.000-100.000 ton atas keinginan Kementerian Pertanian. Usai rapat terbatas persiapan kunjungan Presiden ke Papua Nugini dan Singapura di Kantor Presiden, Kamis (8/11/2018), Enggartiasto mengemukakan Kemendag melansir izin impor itu setelah ada permintaan dari Kementerian Pertanian.
"Siapa yang bilang surplus? Siapa yang minta impor? Dari kalau impor ada [rekomendasi dari Mentan] dan ada di rakortas [rapat koordinasi terbatas di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian]," kata Enggar.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pun angkat bicara. Ia kembali menegaskan bahwa rapat koordinasi serta keputusan impor jagung untuk pakan peternak mandiri sebanyak 100 ribu ton dilakukan atas permintaan Kementerian Pertanian.
Oleh sebab itu, dia meminta kementerian terkait untuk tidak membelokkan fakta yang ada.
"Begini, yang melakukan impor itu Menteri Perdagangan, tapi rekomendasinya itu dari Menteri Pertanian. Walaupun Kementan bilang produksi jagung surplus 13 juta ton, [faktanya] harganya naik, lalu banyak yang marah, mau demo segala macam. Kemudian Menteri Pertanian bilang, minta diimpor deh. Berapa? 100 ribu ton. [Saya minta] buat surat dong, jangan nanti tiba-tiba nggak mengaku," kata Darmin di kantornya, Rabu (7/11/2018).
(roy/roy) Next Article Badai Hantam Prancis, Pohon-Pohon Tumbang Menimpa Mobil
Menanggapi hal ini, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan, impor yang akan dibuka hanya berkisar 50.000 ton hingga 10.0000 ton, atau jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 2014 hingga 2016.
"Kita harus berangkat dari 2014. Itu impor kita 3,5 juta ton setara Rp 10 triliun. Waktu itu impor biasa-biasa saja, tidak ada gaduh," katanya di Pasar Induk Cipinang, Kamis (8/11/2018).
"Kemudian yang dipertanyakan, kalau 50.000 atau 100.000 impor. [Itu] artinya masih surplus kan. Masih berprestasi petani kita, tolong hargai petani Indonesia. Kalau tidak mau hargai saya, enggak masalah. Itu saudara kita sendiri yang berproduksi."
"Nah [impor] 50.000 ton ini tidak ada artinya. Sangat kecil. Dan ini sebagai alat kontrol saja. Untuk stabilitas harga. Nanti disimpan Bulog. Kalau harga turun tidak akan keluar. Dan sebentar lagi kita panen raya," jelas Amran.
Kemudian, dia melanjutkan, pada 2015 masih dibuka keran impor jagung namun dengan volume berkurang menjadi 2 juta ton. Lalu, penurunan volume impor kembali berkurang pada 2016 di mana hanya menjadi 900.000 ton.
Selain itu, Amran pun memaparkan kondisi pada 2017, ketika impor jagung disetop, dan kemudian pada 2018 di mana Indonesia justru berhasil melakukan ekspor.
"Dulunya impor dari Amerika dan Argentina. Sekarang pecah telur ekspor, ini sejarah pertama Indonesia mengekspor sebesar itu dan menyetop impor," ujar dia.
Dia kemudian menyinggung munculnya pertanyaan mengapa harus impor jagung 50.000-100.000 ton, jika Indonesia bisa ekspor dan produksi jagung masih dinyatakan surplus 13 juta ton.
"Kemudian yang dipertanyakan, kalau 50.000 atau 100.000 impor. [Itu] artinya masih surplus kan. Masih berprestasi petani kita, tolong harga petani Indonesia. Kalau tidak mau hargai saya, enggak masalah. Itu saudara kita sendiri yang berproduksi."
"Nah [impor] 50.000 ton ini tidak ada artinya. Sangat kecil. Dan ini sebagai alat kontrol saja. Untuk stabilitas harga. Nanti disimpan Bulog. Kalau harga turun tidak akan keluar. Dan sebentar lagi kita panen raya," jelas Amran.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan harga jagung saat ini memang tergolong mahal. Impor diperlukan untuk menurunkan harga jagung ke level Rp 4.000/kg. Adapun pantauan Satgas Pangan, harga jagung di pasar bisa mencapai Rp 5.200-5.300/kg.
Adapun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan keputusan impor jagung 50.000-100.000 ton atas keinginan Kementerian Pertanian. Usai rapat terbatas persiapan kunjungan Presiden ke Papua Nugini dan Singapura di Kantor Presiden, Kamis (8/11/2018), Enggartiasto mengemukakan Kemendag melansir izin impor itu setelah ada permintaan dari Kementerian Pertanian.
"Siapa yang bilang surplus? Siapa yang minta impor? Dari kalau impor ada [rekomendasi dari Mentan] dan ada di rakortas [rapat koordinasi terbatas di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian]," kata Enggar.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pun angkat bicara. Ia kembali menegaskan bahwa rapat koordinasi serta keputusan impor jagung untuk pakan peternak mandiri sebanyak 100 ribu ton dilakukan atas permintaan Kementerian Pertanian.
Oleh sebab itu, dia meminta kementerian terkait untuk tidak membelokkan fakta yang ada.
"Begini, yang melakukan impor itu Menteri Perdagangan, tapi rekomendasinya itu dari Menteri Pertanian. Walaupun Kementan bilang produksi jagung surplus 13 juta ton, [faktanya] harganya naik, lalu banyak yang marah, mau demo segala macam. Kemudian Menteri Pertanian bilang, minta diimpor deh. Berapa? 100 ribu ton. [Saya minta] buat surat dong, jangan nanti tiba-tiba nggak mengaku," kata Darmin di kantornya, Rabu (7/11/2018).
(roy/roy) Next Article Badai Hantam Prancis, Pohon-Pohon Tumbang Menimpa Mobil
Most Popular