Kontrak Tertunda, PLTS Terapung Pertama RI Molor dari Target

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
09 November 2018 10:38
kontrak jual beli listrik plts terapung pertama RI tertunda, pembangunan molor dari target
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia- Masih terdapatnya beberapa kendala yang mengganjal, membuat penandatanganan kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata di Jawa Barat mundur lagi dari target. Kemungkinan, penandatanganannya tidak bisa terealisasi tahun ini.

"Kemungkinan tahun ini tidak PPA, tahun depan Insha Allah," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (8/11/2018) malam.



Lebih lanjut, Arcandra menyebutkan, salah satu kendala yang dihadapi adalah masalah administrasi kontrak antara Masdar, dengan anak usaha PT PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).

"PLN harus berhati-hati dalam menyusun kontrak karena proyek ini tergolong penunjukan langsung," tambah Arcandra.

Di samping itu, Masdar pun meminta waktu tambahan untuk membahas proyek ini. Namun, kata Arcandra, ada tenggat waktu yang diberikan pemerintah kepada kedua pihak tersebut untuk membicarakan masalah dan kendala dari PLTS Cirata ini. 

"Pemerintah targetkan deadline PLN dan Masdar untuk contract strategy secepatnya. Dalam beberapa bulan sudah harus ada daftar hal yang harus dikerjakan PLN." pungkas Arcandra.

Sebagai informasi, sejak tahun lalu, PT PLN (Persero) dan perusahaan pengembang energi terbarukan asal Uni Emirat Arab (UEA), Masdar, sedang menyelesaikan kajian untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung alias floating PV power plant di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat.

PLTS Cirata merupakan PLTS terapung pertama di Indonesia ini akan dibangun dalam beberapa tahap. PLTS ini dibuat terapung di atas waduk agar biaya investasinya murah, tak perlu pembebasan lahan. 

Adapun, pada tahap pertama akan dibangun pembangkit berkapasitas 50 MW, yang rencananya akan selesai dan beroperasi pada kuartal II-2019. Lalu untuk tahap berikutnya, akan dibangun dengan total 150 MW dan rencananya akan beroperasi pada 2020. Proyek ini ditaksir membutuhkan dana US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,05 triliun. 

Pendanaan proyek ini nantinya 70% berasal dari dua perusahaan itu. Sementara sisanya bisa melalui pinjaman. Adapun hak kepemilikan pada proyek tersebut nantinya sebesar 51% dimiliki oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan sisanya Masdar.


(gus) Next Article Beleid Panel Surya Terbit, Begini Isinya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular