Investasi Asing Anjlok, Istana Salahkan Rupiah dan Minyak
Arys Aditya, CNBC Indonesia
31 October 2018 15:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, merilis tanggapan perihalĀ realisasi investasi yang diumumkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Selasa (30/10/2018).
Salah satu sorotan adalah penanaman modal asing (PMA) tercatat sebesar Rp 89,1 triliun. Nilai itu turun 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 111,7 triliun.
"Penyebab koreksi pertumbuhan realisasi investasi dapat dipahami lewat dua hal, baik dari sisi domestik maupun global," ujar Erani dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Dari sisi domestik, Erani mengungkapkan beberapa hal yang terkait dengan perlambatan tersebut.
Pertama, depresiasi rupiah. Hal itu yang menyebabkan biaya usaha semakin mahal karena sebagian besar pasokan bahan baku masih dari impor.
Kedua, lonjakan harga minyak dunia. Hal itu menyebabkan biaya produksi perusahaan cenderung meningkat. Kondisi itu berpengaruh terhadap pemenuhan kapasitas produksi perusahaan.
Sementara itu, lanjut Erani, pengaruh global dapat dilihat dari beberapa kondisi. Pertama, perlambatan ekonomi global, sehingga memengaruhi lalu lintas perdagangan dunia termasuk permintaan barang dari negera-negara emerging market.
Kedua, pengaruh kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), yaitu Federal Reserve (The Fed) bertransmisi ke sejumlah variabel ekonomi makro seperti nilai tukar, suku bunga, hingga biaya berusaha. Ketiga, perang dagang Amerika Serikat dengan negara-negara penyumbang defisit neraca perdagangannya. Salah satunya adalah China.
"Meski menghadapi tantangan, secara umum potensi Indonesia untuk menyerap investasi hingga akhir tahun sangat baik," kata Erani.
Menurut dia, ekonomi Indonesia masih tumbuh di atas 5%. Ini dimaknai oleh pengusaha sebagai cerminan kekuatan ekonomi. Inflasi pun bergerak di bawah 3%, sehingga daya beli terjaga. Dengan ukuran pasar yang sangat luas, Indonesia menjadi salah satu tujuan utama investasi global.
Lebih lanjut, Erani mengatakan, pemerintah terus berupaya agar realisasi investasi kembali meningkat hingga akhir tahun. Untuk mencapai hal itu, pemerintah akan memantau implementasi kemudahan berusaha, seperti program Online Single Submission (OSS).
"Selain itu, pemerintah akan memperkuat promosi investasi ke negara-negara baru," ujar Erani.
(miq/wed) Next Article Ada OSS, BKPM Jamin Investor Tak Diperiksa Sembarangan Lagi
Salah satu sorotan adalah penanaman modal asing (PMA) tercatat sebesar Rp 89,1 triliun. Nilai itu turun 20,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 111,7 triliun.
"Penyebab koreksi pertumbuhan realisasi investasi dapat dipahami lewat dua hal, baik dari sisi domestik maupun global," ujar Erani dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Dari sisi domestik, Erani mengungkapkan beberapa hal yang terkait dengan perlambatan tersebut.
Pertama, depresiasi rupiah. Hal itu yang menyebabkan biaya usaha semakin mahal karena sebagian besar pasokan bahan baku masih dari impor.
Kedua, lonjakan harga minyak dunia. Hal itu menyebabkan biaya produksi perusahaan cenderung meningkat. Kondisi itu berpengaruh terhadap pemenuhan kapasitas produksi perusahaan.
Sementara itu, lanjut Erani, pengaruh global dapat dilihat dari beberapa kondisi. Pertama, perlambatan ekonomi global, sehingga memengaruhi lalu lintas perdagangan dunia termasuk permintaan barang dari negera-negara emerging market.
Kedua, pengaruh kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), yaitu Federal Reserve (The Fed) bertransmisi ke sejumlah variabel ekonomi makro seperti nilai tukar, suku bunga, hingga biaya berusaha. Ketiga, perang dagang Amerika Serikat dengan negara-negara penyumbang defisit neraca perdagangannya. Salah satunya adalah China.
"Meski menghadapi tantangan, secara umum potensi Indonesia untuk menyerap investasi hingga akhir tahun sangat baik," kata Erani.
Menurut dia, ekonomi Indonesia masih tumbuh di atas 5%. Ini dimaknai oleh pengusaha sebagai cerminan kekuatan ekonomi. Inflasi pun bergerak di bawah 3%, sehingga daya beli terjaga. Dengan ukuran pasar yang sangat luas, Indonesia menjadi salah satu tujuan utama investasi global.
Lebih lanjut, Erani mengatakan, pemerintah terus berupaya agar realisasi investasi kembali meningkat hingga akhir tahun. Untuk mencapai hal itu, pemerintah akan memantau implementasi kemudahan berusaha, seperti program Online Single Submission (OSS).
"Selain itu, pemerintah akan memperkuat promosi investasi ke negara-negara baru," ujar Erani.
(miq/wed) Next Article Ada OSS, BKPM Jamin Investor Tak Diperiksa Sembarangan Lagi
Most Popular