
Data Beras BPS dan Kementan Berbeda, Ini Penjelasannya
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
25 October 2018 11:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin merilis data beras terbaru, dan menyebut data-data sebelumnya sejak 1997 tidak akurat.
Dalam data terbaru itu, total luas panen pada tahun ini 10,90 juta hektar dan total produksi gabah kering giling (GKG) 56,54 juta ton.
Kemudian, produksi padi 32,42 juta ton dan konsumsi beras 29,57 juta ton sehingga diperkirakan surplus beras hingga akhir tahun ini 2,85 juta ton.
Kepala BPS, Suhariyanto, angkat bicara mengapa data produksi beras terbaru ini hasilnya sangat berbeda dengan data pengembangan produksi padi yang dirilis Kementerian Pertanian.
Menurutnya, perbedaan data tersebut murni disebabkan perubahan metodologi perhitungan yang digunakan, di mana proses pendataan luas lahan baku sawah dan luas panen sebelum tahun 2015 tidak menggunakan citra satelit dan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA).
Dia menyebut data produksi padi BPS - Kementan yang terbit hingga 2015 memang menggunakan metodologi lama yang sudah digunakan sejak dekade 1980an.
"Sejak dekade 1980an, perhitungan proyeksi luas panen dilakukan dengan menggunakan indikator konsumsi pupuk dan blok-blok pengairan yang ada. Tapi begitu ada metodologi KSA yang lebih bagus ini, tentu kita adopsi. Apakah data-data kemarin jelek semua? Ya nggak begitu. Ilmu kan berkembang terus," jelas Suhariyanto di kantornya, Rabu (24/10/2018).
"Selisih GKG [gabah kering giling] hingga mencapai 30 juta ton kan saya sudah jelaskan, sebelum 2015 kita tidak gunakan citra satelit. Jadi perbedaan data bisa disebabkan perbedaan metodologi, perubahan luas lahan sawah dan lain-lain," imbuhnya.
Suhariyanto pun mengajak semua pihak untuk tidak lagi mempermasalahkan perbedaan data BPS terbaru ini dengan data Kementan.
"Kalau kita mengungkit-ungkit masa lalu, seperti kata Pak Wapres, what's the point? Kita tidak akan maju-maju," ujarnya.
Di tempat berbeda, Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro menyambut adanya perbaikan metodologi perhitungan oleh BPS.
Dia pun menampik tudingan bahwa Kementan selama ini merilis data produksi beras yang tidak akurat dengan metodologi yang salah.
Menurutnya, Kementan selama ini hanya mengacu kepada satu data, yakni yang dirilis oleh BPS.
"Itu yang kita tunggu-tunggu. Dalam undang-undang, satu-satunya data yang diakui adalah BPS. Jadi, Kementan tidak pernah mengeluarkan data produksi sendiri, tapi selalu mengacu ke data BPS," kata Syukur di kantornya.
"Jadi, [data] yang sebelumnya pun data dari BPS dengan menggunakan metodologi yang lama," imbuhnya.
(ray) Next Article Sepanjang Januari, Harga Beras Premium Naik Jadi Rp 10.000/Kg
Dalam data terbaru itu, total luas panen pada tahun ini 10,90 juta hektar dan total produksi gabah kering giling (GKG) 56,54 juta ton.
Kemudian, produksi padi 32,42 juta ton dan konsumsi beras 29,57 juta ton sehingga diperkirakan surplus beras hingga akhir tahun ini 2,85 juta ton.
![]() |
Kepala BPS, Suhariyanto, angkat bicara mengapa data produksi beras terbaru ini hasilnya sangat berbeda dengan data pengembangan produksi padi yang dirilis Kementerian Pertanian.
Menurutnya, perbedaan data tersebut murni disebabkan perubahan metodologi perhitungan yang digunakan, di mana proses pendataan luas lahan baku sawah dan luas panen sebelum tahun 2015 tidak menggunakan citra satelit dan metodologi Kerangka Sampel Area (KSA).
Dia menyebut data produksi padi BPS - Kementan yang terbit hingga 2015 memang menggunakan metodologi lama yang sudah digunakan sejak dekade 1980an.
"Sejak dekade 1980an, perhitungan proyeksi luas panen dilakukan dengan menggunakan indikator konsumsi pupuk dan blok-blok pengairan yang ada. Tapi begitu ada metodologi KSA yang lebih bagus ini, tentu kita adopsi. Apakah data-data kemarin jelek semua? Ya nggak begitu. Ilmu kan berkembang terus," jelas Suhariyanto di kantornya, Rabu (24/10/2018).
"Selisih GKG [gabah kering giling] hingga mencapai 30 juta ton kan saya sudah jelaskan, sebelum 2015 kita tidak gunakan citra satelit. Jadi perbedaan data bisa disebabkan perbedaan metodologi, perubahan luas lahan sawah dan lain-lain," imbuhnya.
Suhariyanto pun mengajak semua pihak untuk tidak lagi mempermasalahkan perbedaan data BPS terbaru ini dengan data Kementan.
"Kalau kita mengungkit-ungkit masa lalu, seperti kata Pak Wapres, what's the point? Kita tidak akan maju-maju," ujarnya.
Di tempat berbeda, Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro menyambut adanya perbaikan metodologi perhitungan oleh BPS.
Dia pun menampik tudingan bahwa Kementan selama ini merilis data produksi beras yang tidak akurat dengan metodologi yang salah.
Menurutnya, Kementan selama ini hanya mengacu kepada satu data, yakni yang dirilis oleh BPS.
"Itu yang kita tunggu-tunggu. Dalam undang-undang, satu-satunya data yang diakui adalah BPS. Jadi, Kementan tidak pernah mengeluarkan data produksi sendiri, tapi selalu mengacu ke data BPS," kata Syukur di kantornya.
"Jadi, [data] yang sebelumnya pun data dari BPS dengan menggunakan metodologi yang lama," imbuhnya.
(ray) Next Article Sepanjang Januari, Harga Beras Premium Naik Jadi Rp 10.000/Kg
Most Popular