
Data Beras Tak Valid Sejak 1997, Bagaimana Komoditas Lain?
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
24 October 2018 13:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Data beras disebut tidak akurat sejak 1997 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Lalu, bagaimana dengan komoditas lainnya?
Diketahui bahwa pemerintah meminta BPS serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mulai membenahi data seluruh komoditas pangan.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan untuk itu seluruh pemangku kepentingan harus menguji apakah metode yang dipakai untuk menghitung data beras juga bisa digunakan di komoditas lainnya.
Pasalnya, setiap komoditas memiliki luas lahan, pola penanaman, dan panen yang berbeda yang tidak bisa disamakan dengan padi.
"Kita harus lakukan pilot project berulang-ulang dulu untuk meyakinkan apakah metode ini bisa dipakai [di komoditas lainnya]. Seluruh koordinasi ada di Sekretariat Wakil Presiden. Jadi kemarin saya minta waktu dulu ke Pak Wapres. Ada harapan ke sana, tapi nanti kita lihat," kata Suhariyanto di gedung BPS, Rabu (24/10/2018).
Sementara itu, Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah BPPT, Yudi Anantasena, mengatakan pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan BPS untuk mencoba menggunakan metodologi KSA (kerangka sampel area) ini bagi komoditas jagung pada tahun depan.
"3 tahun terakhir kita fokus menggunakan KSA untuk luas panen padi. Memang ada beberapa hal yang harus kita dalami lagi. Misalnya kalau di padi, luas panennya adalah baku sawah. Kalau jagung, nanti kita cari bagaimana pendalamannya," jelas Yudi.
Lebih jauh, Yudi menyebutkan adanya kebiasaan petani di beberapa wilayah menanam jagung dan padi di tempat yang sama.
Hal-hal seperti ini yang memerlukan kajian lebih lanjut dalam menerapkan metode ini ke komoditas pangan seperti jagung, kakao, kopi, dan lain-lain.
"Memang ini memerlukan pendalaman, tapi kita akan melangkah ke sana. Tahun 2019 kita coba mulai kajian untuk jagung," pungkasnya.
(ray/ray) Next Article Harga Beras Pada Maret 2020 Turun Tipis, Capai Rp 9.287/Kg
Diketahui bahwa pemerintah meminta BPS serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mulai membenahi data seluruh komoditas pangan.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan untuk itu seluruh pemangku kepentingan harus menguji apakah metode yang dipakai untuk menghitung data beras juga bisa digunakan di komoditas lainnya.
Pasalnya, setiap komoditas memiliki luas lahan, pola penanaman, dan panen yang berbeda yang tidak bisa disamakan dengan padi.
"Kita harus lakukan pilot project berulang-ulang dulu untuk meyakinkan apakah metode ini bisa dipakai [di komoditas lainnya]. Seluruh koordinasi ada di Sekretariat Wakil Presiden. Jadi kemarin saya minta waktu dulu ke Pak Wapres. Ada harapan ke sana, tapi nanti kita lihat," kata Suhariyanto di gedung BPS, Rabu (24/10/2018).
Sementara itu, Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah BPPT, Yudi Anantasena, mengatakan pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan BPS untuk mencoba menggunakan metodologi KSA (kerangka sampel area) ini bagi komoditas jagung pada tahun depan.
"3 tahun terakhir kita fokus menggunakan KSA untuk luas panen padi. Memang ada beberapa hal yang harus kita dalami lagi. Misalnya kalau di padi, luas panennya adalah baku sawah. Kalau jagung, nanti kita cari bagaimana pendalamannya," jelas Yudi.
![]() |
Lebih jauh, Yudi menyebutkan adanya kebiasaan petani di beberapa wilayah menanam jagung dan padi di tempat yang sama.
Hal-hal seperti ini yang memerlukan kajian lebih lanjut dalam menerapkan metode ini ke komoditas pangan seperti jagung, kakao, kopi, dan lain-lain.
"Memang ini memerlukan pendalaman, tapi kita akan melangkah ke sana. Tahun 2019 kita coba mulai kajian untuk jagung," pungkasnya.
(ray/ray) Next Article Harga Beras Pada Maret 2020 Turun Tipis, Capai Rp 9.287/Kg
Most Popular