UMP Naik 8%, Cukupkah Bagi Buruh dan Pengusaha?

Raydion Subiantoro & Alfado Agustio & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 October 2018 13:40
Kenaikan UMP Ancam Eksistensi Dunia Usaha
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Kenaikan UMP tidak bisa dipandang hanya dari satu sisi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dari kacamata dunia usaha kenaikan UMP tentu meningkatkan jumlah biaya yang dikeluarkan.

Padahal, saat ini dunia usaha pun dibebani suku bunga kredit yang meningkat pasca Bank Indonesia (BI) mulai mengetatkan kebijakan moneternya. Sejak April hingga September 2018, BI telah menaikkan suku bunga acuan hingga 150 basis poin (bps).

Mengikuti kenaikan tersebut, suku bunga kredit utama di bank umum bergerak naik. Data yang dirilis OJK memperlihatkan, suku bunga kredit investasi dan modal kerja bergerak naik.


Dampak dari kenaikan suku bunga acuan juga ikut mempengaruhi perkembangan dunia usaha. Berdasarkan data yang dirilis BI per kuartal III-2018, perkembangan dunia usaha mulai melambat. Hal ini ditunjukkan oleh Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang terus menurun cukup signifikan di kuartal III-2018 ke angka 14,23%, dibandingkan kuartal sebelumnya 20,89%.  

SBT diperoleh dari survei BI kepada sejumlah pelaku usaha, yang menggambarkan persepsi para pengusaha mengenai kegiatan usaha. SBT sendiri merupakan perkalian antara saldo bersih dan bobot masing-masing sektor ekonomi.
Saldo bersih dihitung dengan cara mengurangkan persentase responden yang menjawab “naik” dengan persentase responden yang menjawab “turun”. Bila hasilnya positif, itu artinya ekspansi. Sedangkan bila negatif, itu artinya kontraksi.

SBT yang menurun mengindikasikan para pengusaha yang lebih pesimis dan memperkirakan akan terjadi perlambatan kegiatan usaha pada seluruh sektor ekonomi. Dampak dari kondisi ini ikut berpengaruh terhadap penggunaan tenaga kerja di lapangan. SBT tenaga kerja pada kuartal III-2018 yang turun mengindikasikan penambahan tenaga kerja oleh dunia usaha semakin sedikit.



Di tengah tuntutan kenaikan UMP yang lebih tinggi seperti saat ini, sebenarnya jadi buah simalakama bagi para buruh. Pasalnya, semakin besar dunia usaha terbebani, peluang semakin banyaknya perusahaan yang gulung tikar pun semakin besar.

Jika kondisi paling ekstrim itu terjadi (semoga saja tidak), tentu pihak buruh juga yang bakal dirugikan, karena mereka juga terancam mengalami Pemutusan Hubungan Keja (PHK). Tentu dampaknya akan lebih parah dari sebelumnya.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)     (RHG)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular