
UMP Naik 8%, Cukupkah Bagi Buruh dan Pengusaha?
Raydion Subiantoro & Alfado Agustio & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 October 2018 13:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah memutuskan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8,03% pada tahun 2019. Kenaikan ini didasari oleh rumus perhitungan dengan mempertimbangkan tingkat inflasi dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), seperti yang diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 tahun 2015.
Pada 2019, pemerintah menetapkan tingkat inflasi yang digunakan sebesar 2,88% dan pertumbuhan PDB sebesar 5,15%. Sontak keputusan ini ditentang oleh kelompok buruh. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menyatakan kenaikan upah seharusnya sebesar 20-25%.
"Kenaikan UMP sebesar 20-25% kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," kata Said dalam siaran persnya, Kamis (18/10/2018).
Salah satu yang dicontohkan Said, seperti dikutip dari Detikcom, yaitu konsumsi daging. Menurutnya, tingkat konsumsi daging rata-rata yang ditetapkan pemerintah sebesar 0,75 Kg/bulan. Padahal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar rata-rata adalah 1,2-1,5 Kg/bulan.
Said pun menuturkan PP 78/2015 juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengukur kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Apa itu KHL?
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak, KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 (satu) bulan.
KHL sendiri terdiri dari beberapa komponen yang mencakup beberapa jenis kebutuhan hidup, yang ditinjau dalam jangka waktu 5 tahun. Hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup (dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional) tersebut akan ditetapkan Menteri Tenaga Kerja paling lambat Bulan Januari tahun kelima (dalam periode 5 tahun).
Setelah ditetapkan komponen dan jenis kebutuhannya, berikutnya dilakukan perhitungan nilai KHL oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Nilai KHL itu dihitung berdasarkan rata-rata harga jenis kebutuhan hidup yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Pada akhirnya, nilai KHL digunakan sebagai dasar perhitungan UMP tahun pertama dalam periode 5 tahun. Sejauh ini, komponen KHL yang ditetapkan tertuang di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Berdasarkan regulasi tersebut, standar KHL terdiri dari 60 item yang terbagi dalam 7 kelompok, yakni kelompok Makanan dan Minuman (11 item), Sandang (13 item), Perumahan (26 item), Pendidikan (2 item), Kesehatan (5 item), Transportasi (1 item), dan Rekreasi dan Tabungan (2 item).
Berdasarkan surat edaran teranyar dari Kementerian Tenaga Kerja, setidaknya ada 8 provinsi dengan UMP yang masih berada di bawah nilai KHL, di antaranya Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Hanya untuk 8 provinsi tersebut, perhitungan UMP menggunakan komponen penyesuaian besaran persentase untuk pencapaian Upah Minimum sama dengan KHL, selain menggunakan indikator inflasi dan PDB saja.
Lalu, bagaimana dengan standar konsumsi daging sapi yang dianggap masih lebih rendah daripada KHL? Sejauh ini, Tim Riset CNBC Indonesia belum menemukan referensi resmi dari WHO yang dimaksud oleh Said Iqbal. Namun, ada baiknya bahwa jumlah kebutuhan hidup layak (khususnya untuk makanan minuman) dikaji ulang dan dikoordinasikan kembali pada Kementerian/Lembaga terkait (misalnya Kementerian Kesehatan).
Pasalnya, mengacu pada data OECD tahun 2017, konsumsi daging sapi di Indonesia memang menjadi salah satu yang terendah di Asia Tenggara, yakni sekitar 1,9 kg/kapita. Jumlah ini masih kalah dibandingkan dengan Filipina (2,9 kg/kapita), Malaysia (5,4 kg/kapita), dan Vietnam (10 kg/kapita).
(NEXT)
Pada 2019, pemerintah menetapkan tingkat inflasi yang digunakan sebesar 2,88% dan pertumbuhan PDB sebesar 5,15%. Sontak keputusan ini ditentang oleh kelompok buruh. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menyatakan kenaikan upah seharusnya sebesar 20-25%.
"Kenaikan UMP sebesar 20-25% kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," kata Said dalam siaran persnya, Kamis (18/10/2018).
Said pun menuturkan PP 78/2015 juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengukur kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Apa itu KHL?
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak, KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 (satu) bulan.
KHL sendiri terdiri dari beberapa komponen yang mencakup beberapa jenis kebutuhan hidup, yang ditinjau dalam jangka waktu 5 tahun. Hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup (dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional) tersebut akan ditetapkan Menteri Tenaga Kerja paling lambat Bulan Januari tahun kelima (dalam periode 5 tahun).
Setelah ditetapkan komponen dan jenis kebutuhannya, berikutnya dilakukan perhitungan nilai KHL oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Nilai KHL itu dihitung berdasarkan rata-rata harga jenis kebutuhan hidup yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Pada akhirnya, nilai KHL digunakan sebagai dasar perhitungan UMP tahun pertama dalam periode 5 tahun. Sejauh ini, komponen KHL yang ditetapkan tertuang di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
Berdasarkan regulasi tersebut, standar KHL terdiri dari 60 item yang terbagi dalam 7 kelompok, yakni kelompok Makanan dan Minuman (11 item), Sandang (13 item), Perumahan (26 item), Pendidikan (2 item), Kesehatan (5 item), Transportasi (1 item), dan Rekreasi dan Tabungan (2 item).
Berdasarkan surat edaran teranyar dari Kementerian Tenaga Kerja, setidaknya ada 8 provinsi dengan UMP yang masih berada di bawah nilai KHL, di antaranya Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Hanya untuk 8 provinsi tersebut, perhitungan UMP menggunakan komponen penyesuaian besaran persentase untuk pencapaian Upah Minimum sama dengan KHL, selain menggunakan indikator inflasi dan PDB saja.
Lalu, bagaimana dengan standar konsumsi daging sapi yang dianggap masih lebih rendah daripada KHL? Sejauh ini, Tim Riset CNBC Indonesia belum menemukan referensi resmi dari WHO yang dimaksud oleh Said Iqbal. Namun, ada baiknya bahwa jumlah kebutuhan hidup layak (khususnya untuk makanan minuman) dikaji ulang dan dikoordinasikan kembali pada Kementerian/Lembaga terkait (misalnya Kementerian Kesehatan).
Pasalnya, mengacu pada data OECD tahun 2017, konsumsi daging sapi di Indonesia memang menjadi salah satu yang terendah di Asia Tenggara, yakni sekitar 1,9 kg/kapita. Jumlah ini masih kalah dibandingkan dengan Filipina (2,9 kg/kapita), Malaysia (5,4 kg/kapita), dan Vietnam (10 kg/kapita).
(NEXT)
Pages
Most Popular