Bisa Hambat Divestasi, Isu Lingkungan Freeport Kapan Beres?

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 October 2018 10:55
Soal isu lingkungan Freeport masih belum selesai, bagaimana nasib divestasi
Foto: CNBC Indonesia/Wahyu Daniel
Jakarta, CNBC Indonesia- Indonesia tinggal selangkah lagi untuk kuasai 51% saham PT Freeport Indonesia, yakni tinggal bayar uang divestasi yang dibutuhkan untuk resmi kuasai tambang emas terbesar di Papua itu.

Setidaknya 8 bank asing sudah setuju untuk beri pinjaman ke RI agar bisa kuasai Freeport, nilainya sebesar US$ 3,85 miliar atau setara Rp 56 triliun. Untuk pinjaman puluhan triliun ini, bank asing sukarela meminjamkan dana ke PT Inalum (Persero), selaku holding BUMN Pertambangan, tanpa perlu jaminan apapun.



"Tidak ada yang dijadikan jaminan. Kenapa? Karena pemberi pinjaman tahu kalau bisnis Freeport menguntungkan, dan selama ini Freeport tidak punya utang," ujar Kepala Komunikasi Korporat Inalum Rendi Witular kepada media ketika dijumpai di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Tetapi, masih ada risiko sindikasi bank asing ini menunda pencairan pinjamannya, yakni jika PT Freeport Indonesia belum selesaikan masalah lingkungannya.

Soal masalah lingkungan ini, Inalum dan Freeport juga dicecar pertanyaan oleh Komisi VII DPR RO saat gelar rapat dengar pendapat 17 Oktober lalu. Hal ini terkait temuan dari BPK yang mengatakan ada potensi kerusakan lingkungan sebesar Rp 185 triliun.

DPR juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan ini, dan apakah dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut juga membahas secara spesifik terkait masalah lingkungan.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya akan kesulitan mencairkan pinjaman dana dari kreditor asing jika permasalahan lingkungan belum beres. Dampak berikutnya bisa ditebak, akan menghambat proses divestasi. 

"Ini tidak mungkin uang keluar kalau isu lingkungan tidak selesai. Oleh karena itu kita dorong PTFI untuk selesaikan isu lingkungan, tanpa ini diselesaikan ini sulit cairkan pendanaan dari institusi international. Kalau masih menggantung, settlement tidak jadi," ujar Budi di hadapan para anggota Komisi VII.

[Gambas:Video CNBC]

"Lagipula IUPK juga butuh itu, KLHK harus slelesaikan itu lampiran IUPK, bank bank ini merasa nyaman kalau IUPK dan lampiran isu lingkungan selesai. Sehingga transaksi bisa selesai. Leading itu ada di Pak Tony (Wenas)," tambah Budi.

Adapun, merespon hal ini, Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas menjelaskan, dalam yang dokumen yang diterbitkan dalam BPK memang waktu itu BPK menyampaikan delapan rekomendasi untuk Freeport, sementara angka Rp 185 triliun itu adalah alasan dilakukannya audit oleh BPK.

"Angka itu berdasarkan hitungan dari IPB, dan pembukaan lahan dari satelit LAPAN, jadi bukan audit yang dilakukan BPK, dan itu bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami," tutur Tony ketika dijumpai di kesempatan yang sama.

Tony pun mengaku, saat ini delapan rekomendasi tersebut sudah dalam tahap penyelesaian, enam dari delapan rekomendasi sudah selesai, dan dua sisanya sedang dalam proses.

"Sisa dua ini sedang dalam proses, yaitu dokumen evaluasi lingkungan hidup (DELH) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Mestinya sudah siap diterbitkan oleh KLHK, jadi saya optimistis akhir tahun proses divestasi selesai," pungkas Tony.
(gus/gus) Next Article Terungkap, Ini 3 Program Inalum Usai Sukses Rebut Freeport

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular