Pengusaha Vs Buruh di Kenaikan Upah Minimum Provinsi 2019

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
19 October 2018 09:22
Pemerintah memutuskan kenaikan UMP pada 2019 sebesar 8,03%.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8,03% pada tahun depan. Kenaikan itu rencananya akan ditetapkan oleh gubernur atau kepala daerah pada 1 November 2018. 

Namun, sebelum ditetapkan, kenaikan besaran itu memunculkan polemik. Baik pengusaha maupun buruh sama-sama tidak setuju.  

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan kenaikan yang pantas adalah 20/%-25%, memperhatikan harga beras, telur ayam, BBM, listrik, hingga sewa rumah.

"Kenaikan UMP sebesar 20%-25% kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," kata Said, Jumat (19/10/2018). 

Menurutnya, kenaikan UMP versi pemerintah hanya mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang menetapkan formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.  

Harusnya, kata Said, kenaikan UMP ditetapkan berdasarkan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengukur kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Bertolak belakang dengan para buruh, pengusaha justru menilai kenaikan UMP 8% terlalu tinggi.  

Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan sebaiknya kenaikan UMP hanya 5%.


"Pengusaha pada dasarnya akan taat akan aturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Apalagi masalah UMP ini masuk dalam program strategis nasional yang tertuang dalam paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid IV," kata dia, Kamis (18/10/2018).

"Tapi, melihat kondisi ekonomi dan beban yang dirasakan pengusaha akibat pelemahan nilai rupiah kita, tentu kenaikan 8,03% juga membebani pelaku usaha," ujarnya. Di samping itu, kata Sarman, pemerintah juga sudah menaikkan tarif PPH untuk 1.147 barang impor. "Di mana, di sana juga ada beberapa bahan baku impor."


Di sisi lain, lanjutnya, pengusaha saat ini memutuskan belum menaikkan harga produk karena meyakini melemahnya nilai tukar rupiah hanya bersifat sementara.

Dia juga meminta kepada serikat pekerja agar tidak menuntut kenaikan terlalu berlebihan. 

(ray/hps) Next Article Buruh: Gaji Rp 3,9 Juta Apa Bisa Hidup Layak di Jakarta?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular