
Gas Metana Batu Bara Susah Dikembangkan RI, Ini Sebabnya
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
16 October 2018 11:20

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah mengakui harga minyak dunia menjadi kendala untuk pengembangan blok jenis Gas Metana Batu bara (Coal Bed Methane/CBM). Dengan kata lain, pengembangan blok CBM tidak ekonomis.
"Pengembangan blok CBM baru akan ekonomis apabila harga minyak dunia meningkat di atas US$ 100 per barel. Itu saya dengar dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi," kata Dirjen Migas Djoko Siswanto kepada media ketika dijumpai dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VII DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (15/10).
Tidak hanya soal harga minyak dunia, perizinan pun ikut menjadi persoalan, misalnya untuk lahan, dan tidak ketinggalan masalah biayanya. Hal ini yang menyebabkan banyak kontraktor yang mengembalikan blok jenis CBM ini ke pemerintah.
Djoko mengatakan, ada 22 blok jenis CBM yang sudah diterminasi, dan ada 32 blok CBM yang masih aktif dan seluruhnya berstatus eksplorasi tetapi sedang dalam tahap uji coba produksi.
Salah satu blok yang sedang dalam tahap uji coba tersebut yakni blok CBM di Tanjung Enim, di Sumatra Selatan. Saat ini uji cobanya sudah sampai dalam tahap pengajuan proposal pengembangan atau Plan of Development (PoD).
Djoko menilai, jika uji coba ini berhasil, maka Tanjung Enim akan menjadi blok CBM yang komersial.
"Jadi harapannya, Pak Menteri ESDM (Ignasius Jonan) menyetujui PoD I Tanjung Enim dalam waktu dekat. Apalagi, Dart Energy sebagai kontraktor, sudah mau menurunkan biaya proyeknya menjadi di bawah 50%. Itu bisa menekan penggantian biaya operasi (cost recovery) proyek tersebut," pungkas Djoko.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengolahan batu bara menjadi gas metana atau coal bed methane (CBM) yang dia sebut dapat menekan kebutuhan impor atas LPG hingga US$2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun tiap tahun.
Dia merinci kebutuhan LPG nasional per tahun bisa mencapai 6,5 juta ton, di mana sekitar 3,5 hingga 3,75 juta ton masih dipenuhi dari impor. "Kira-kira [tekan impor] US$2 miliar per tahun kalauĀ coalĀ bisa diubah jadi gas untuk pengganti impor LPG," tutur Jonan, Rabu (30/5/2018).
Pemanfaatan batu bara ia yakini dapat menghemat pengeluaran negara karena tidak bergantung pada fluktuasi harga minyak dunia. Setidaknya, Jonan mengatakan investasi atas pengembangan CBM ekonomis dengan harga minyak di atas level US$50 per barel. Tapi kini hitungan BPPT harga minyak di atas US$ 100 per barel baru ekonomis.
(gus) Next Article Meski Tak Ekonomis, 9 Blok CBM Lakukan Uji Produksi
"Pengembangan blok CBM baru akan ekonomis apabila harga minyak dunia meningkat di atas US$ 100 per barel. Itu saya dengar dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi," kata Dirjen Migas Djoko Siswanto kepada media ketika dijumpai dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VII DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (15/10).
Djoko mengatakan, ada 22 blok jenis CBM yang sudah diterminasi, dan ada 32 blok CBM yang masih aktif dan seluruhnya berstatus eksplorasi tetapi sedang dalam tahap uji coba produksi.
Salah satu blok yang sedang dalam tahap uji coba tersebut yakni blok CBM di Tanjung Enim, di Sumatra Selatan. Saat ini uji cobanya sudah sampai dalam tahap pengajuan proposal pengembangan atau Plan of Development (PoD).
Djoko menilai, jika uji coba ini berhasil, maka Tanjung Enim akan menjadi blok CBM yang komersial.
"Jadi harapannya, Pak Menteri ESDM (Ignasius Jonan) menyetujui PoD I Tanjung Enim dalam waktu dekat. Apalagi, Dart Energy sebagai kontraktor, sudah mau menurunkan biaya proyeknya menjadi di bawah 50%. Itu bisa menekan penggantian biaya operasi (cost recovery) proyek tersebut," pungkas Djoko.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengolahan batu bara menjadi gas metana atau coal bed methane (CBM) yang dia sebut dapat menekan kebutuhan impor atas LPG hingga US$2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun tiap tahun.
Dia merinci kebutuhan LPG nasional per tahun bisa mencapai 6,5 juta ton, di mana sekitar 3,5 hingga 3,75 juta ton masih dipenuhi dari impor. "Kira-kira [tekan impor] US$2 miliar per tahun kalauĀ coalĀ bisa diubah jadi gas untuk pengganti impor LPG," tutur Jonan, Rabu (30/5/2018).
Pemanfaatan batu bara ia yakini dapat menghemat pengeluaran negara karena tidak bergantung pada fluktuasi harga minyak dunia. Setidaknya, Jonan mengatakan investasi atas pengembangan CBM ekonomis dengan harga minyak di atas level US$50 per barel. Tapi kini hitungan BPPT harga minyak di atas US$ 100 per barel baru ekonomis.
(gus) Next Article Meski Tak Ekonomis, 9 Blok CBM Lakukan Uji Produksi
Most Popular