
Jokowi Mau Nego Ulang Perjanjian Dagang! Ikuti Langkah Trump?
Arys Aditya, CNBC Indonesia
15 October 2018 18:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana melakukan review dan renegosiasi perjanjian perdagangan dengan beberapa negara untuk mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia.
Ahmad Erani Yustika, Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, mengungkapkan rencana tersebut tengah diolah dan dimatangkan oleh kementerian terkait sebelum dieksekusi.
Dia menambahkan, persiapan untuk langkah ini disiapkan untuk meningkatkan ekspor, selain cara hilirisasi, mencari pasar baru dan menunggu pertumbuhan pasar internasional.
"Review dan renegosiasi dengan negara-negara yang selama ini kita cenderung mengalami defisit. Itu bagian dari skema yang bisa dilakukan. Presiden memerintahkan agar Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian agar bisa [mulai mengkaji]," kata Erani dalam sebuah diskusi, Senin (15/10/2018).
Erani memaparkan, negosiasi ini menjadi penting untuk dilakukan agar hubungan kemitraan dan perdagangan antar Indonesia dan negara-negara tersebut lebih mencerminkan kepentingan dan keuntungan untuk kedua belah pihak.
"Jadi ada negosiasi ulang dengan Singapura dan Thailand untuk level ASEAN, agar kita bisa mengurangi defisit, atau malah berbalik surplus. Dengan China tentu juga bisa dinegosiasikan."
Dia mencontohkan, permintaan ulang dalam skema negosiasi ulang tersebut bisa berupa pembukaan pasar ekspor baru bagi produk Indonesia atau pengurangan impor dari negara-negara terkait.
"Apa nih yang bisa ditawarkan oleh Singapura agar barang Indonesia bisa masuk? Atau impor Singapura dikurangi. Itu dicek lagi dan detil. Saya kira pemerintah bergerak cepat. Dengan China juga bisa dinegosiasikan. Pemerintah tentu akan bergerak cepat dengan hal-hal seperti ini."
Namun demikian, Erani membantah bahwa hal yang direncanakan oleh Pemerintah ini serupa dengan langkah AS ketika menginisiasi perang dagang dengan berbagai negara, termasuk China dan Kanada.
"Tidak sama. Kalau langkah [Presiden AS Donald] Trump kan sepihak, sehingga memancing balasan dari China. Kita maunya negosiasi, tidak sepihak."
Sebelumnya, Istana Kepresidenan masih optimis Indonesia bisa meraup surplus neraca perdagangan pada akhir tahun, sekalipun hingga September 2018 total nilai perdagangan RI masih defisit US$ 3,78 miliar.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, mengungkapkan surplus yang terjadi pada September 2018 sebesar US$ 230 juta mencerminkan bahwa berbagai kebijakan Pemerintah sudah mulai menunjukkan khasiatnya.
"Kita masih punya 3 bulan, dan dengan simulasi kami, masih ada ruang neraca perdagangan untuk melanjutkan surplus. Skenario paling bagus bisa surplus sampai US$ 1 miliar secara total tahun ini," ujar Erani dalam sebuah diskusi, Senin (15/10/2018).
(ray) Next Article Genjot Ekspor di Arab, RI Bangun Pusat Promosi di Dubai
Ahmad Erani Yustika, Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, mengungkapkan rencana tersebut tengah diolah dan dimatangkan oleh kementerian terkait sebelum dieksekusi.
Dia menambahkan, persiapan untuk langkah ini disiapkan untuk meningkatkan ekspor, selain cara hilirisasi, mencari pasar baru dan menunggu pertumbuhan pasar internasional.
Erani memaparkan, negosiasi ini menjadi penting untuk dilakukan agar hubungan kemitraan dan perdagangan antar Indonesia dan negara-negara tersebut lebih mencerminkan kepentingan dan keuntungan untuk kedua belah pihak.
"Jadi ada negosiasi ulang dengan Singapura dan Thailand untuk level ASEAN, agar kita bisa mengurangi defisit, atau malah berbalik surplus. Dengan China tentu juga bisa dinegosiasikan."
Dia mencontohkan, permintaan ulang dalam skema negosiasi ulang tersebut bisa berupa pembukaan pasar ekspor baru bagi produk Indonesia atau pengurangan impor dari negara-negara terkait.
"Apa nih yang bisa ditawarkan oleh Singapura agar barang Indonesia bisa masuk? Atau impor Singapura dikurangi. Itu dicek lagi dan detil. Saya kira pemerintah bergerak cepat. Dengan China juga bisa dinegosiasikan. Pemerintah tentu akan bergerak cepat dengan hal-hal seperti ini."
Namun demikian, Erani membantah bahwa hal yang direncanakan oleh Pemerintah ini serupa dengan langkah AS ketika menginisiasi perang dagang dengan berbagai negara, termasuk China dan Kanada.
"Tidak sama. Kalau langkah [Presiden AS Donald] Trump kan sepihak, sehingga memancing balasan dari China. Kita maunya negosiasi, tidak sepihak."
Sebelumnya, Istana Kepresidenan masih optimis Indonesia bisa meraup surplus neraca perdagangan pada akhir tahun, sekalipun hingga September 2018 total nilai perdagangan RI masih defisit US$ 3,78 miliar.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, mengungkapkan surplus yang terjadi pada September 2018 sebesar US$ 230 juta mencerminkan bahwa berbagai kebijakan Pemerintah sudah mulai menunjukkan khasiatnya.
"Kita masih punya 3 bulan, dan dengan simulasi kami, masih ada ruang neraca perdagangan untuk melanjutkan surplus. Skenario paling bagus bisa surplus sampai US$ 1 miliar secara total tahun ini," ujar Erani dalam sebuah diskusi, Senin (15/10/2018).
(ray) Next Article Genjot Ekspor di Arab, RI Bangun Pusat Promosi di Dubai
Most Popular