Hingga Sabtu, BNPB Catat 534 Kali Gempa Susulan di Sulteng

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
14 October 2018 19:10
Frekuensi dan magnitude gempa susulan terus menurun.
Foto: Pemandangan udara dari kerusakan yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami dekat Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia 4 Oktober 2018. REUTERS / Darren Whiteside
Jakarta, CNBC Indonesia - Gempa susulan masih saja terjadi di Palu-Donggala dan daerah sekitar di Sulawesi Tengah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sudah terjadi 534 kali gempa susulan hingga kemarin (13/10/2018) pukul 18.00 WIB.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menjelaskan bahwa frekuensi dan magnitude gempa susulan terus menurun.

"Semoga benar-benar meluruh dan menuju kestabilan. Gempa susulan adalah hal yang alamiah di setiap kejadian gempa besar," ungkap Sutopo melalui akun Twitter pribadinya.

Di sisi lain, bantuan dari berbagai kalangan terus berdatangan. Saat ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah dibantu TNI, Polri dan relawan Australia dua orang telah membangun 100 unit hunian sementara di Petobo, Kota Palu

Hunian itu juga lengkap dengan fasilitas publik seperti MCK, air bersih, dan sanitasi. Tidak hanya itu, bantuan dari pihak asing juga telah bisa dimanfaatkan para korban.

"Tenda bantuan dari Turki mulai dipasang oleh TNI, BNPB dan PMI di Balaroa Atas Kota Palu untuk pengungsi. Pemerintah Indonesia telah menetapkan empat kebutuhan pokok dari bantuan asing yaitu air transportation, tenda, genset dan water treatment," katanya.



Asuransi bencana
Gempa di Lombok (NTB) dan Palu-Donggala (Sulteng) telah memantik wacana perlunya asuransi bencana. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati turut menyambut hal itu dan membeberkan pentingnya asuransi bencana.

Dia menilai, asuransi bencana penting untuk menjadi salah satu persyaratan dalam mendapatkan sertifikasi atau izin pengelolaan lahan/aset, termasuk gedung ataupun infrastruktur.

"Dana yang terkumpul tersebut bermanfaat untuk mendukung pembiayaan program-program pencegahan bencana ataupun program penanganan pasca bencana," ungkapnya melalui keterangan tertulisnya.

Dia mengakui, saat ini sistem pembiayaan untuk kebencanaan masih banyak berfokus pada emergency response setelah bencana terjadi. Tren tersebut juga terjadi di kalangan swasta yang umumnya baru terlibat pada saat bencana telah terjadi.

"Padahal mereka diharapkan dapat menjadikan upaya pengurangan risiko bencana ini sebagai bagian dari investasi untuk menjamin keberlanjutan proses bisnis yang mereka lakukan, bukan sekadar menjalankan program CSR perusahaan," katanya.

Karena itu, BMKG berharap adanya lompatan efektifitas program kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana. Langkah itu membutuhkan keterlibatan semua pihak, terutama pemerintah, swasta dan masyarakat atau akademisi.



Sebelumnya, BMKG turut mengikuti High-Level Dialogue on Disaster Risk Financing and Insurance in Indonesia, dalam rangkaian pertemuan IMF - World Bank di Nusa Dua, Bali.

Dalam kesempatan itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir membuka pertemuan yang mengangkat tema Announcing Indonesia's National DRFI (Disaster Risk Financing) Strategy to Build Fiscal Resilience.

Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Indonesia yang dilalui jalur ring of fire dikenal sebagai supermarket bencana. Karenanya, tidak akan cukup dana dari APBN untuk mengatasi setiap bencana yang terjadi di Indonesia, sehingga diperlukan mitigasi dan pembiayaan bencana di luar APBN menjadi salah satu solusi.

"Asuransi merupakan salah satu upaya trobosan untuk pembiayaan pencegahan bencana demi memberikan jaminan keselamatan masyarakat dan keamanan aset-aset negara," ujar JK.

Foto: infografis/LEMBAGA KEUANGAN DUNIA BERI UTANG DAN BANTU PEMULIHAN GEMPA DI RI/Aristya Rahadian Krisabella

(miq/miq) Next Article RI Tidak Kolaps! Gempa Palu Bukan Bencana Nasional

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular