
Pasar Ekspor CPO Mulai Bergairah, Tapi Harga Masih Tertekan
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
03 October 2018 18:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Volume ekspor produk sawit Indonesia termasuk crude palm oil (CPO), palm kernel oil (PKO), oleochemical dan turunannya, oleochemical, dan biodiesel naik 2% pada Agustus 2018 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut ekspor pada Agustus 2018 tercatat 3,3 juta ton, sementara itu pada Juli 2018 sebanyak 3,22 juta ton.
Adapun khusus ekspor minyak sawit (CPO, PKO dan turunannya) sepanjang Agustus tercatat sebesar 2,99 juta ton, yang juga merupakan volume ekspor bulanan tertinggi sepanjang tahun ini.
Volume ekspor tertinggi di bulan Agustus tercatat ke India sebesar 823 ribu ton atau naik 26% secara bulanan, diikuti China (naik 26%), AS (naik 64%), negara-negara Afrika (naik 19%), dan Pakistan (naik 7%).
Sebaliknya, ekspor ke Uni Eropa turun 10% karena masih tingginya stok minyak rapeseed dan minyak bunga matahari. Penurunan ekspor juga terjadi di Bangladesh sebesar 2% karena telah melakukan impor yang tinggi sehingga stok menumpuk.
Secara kumulatif sepanjang Januari-Agustus tahun ini ekspor CPO dan turunannya hanya sebesar 19,96 juta ton, turun 2% dari periode yang tahun lalu mencapai 20,43 juta ton.
Permintaan pasar global yang tinggi nampaknya belum mampu mengerek harga CPO global. Sepanjang Agustus, harga bergerak di kisaran US$ 542,50 - US$ 577,50 per metrik ton, dengan harga rata-rata US$ 557,50 per metrik ton. Ini merupakan level terendah sejak Januari 2016 lalu.
Harga CPO global terus tertekan menyusul harga minyak nabati lain yang juga sedang jatuh, khususnya kedelai, serta stok minyak sawit yang cukup melimpah di Indonesia dan Malaysia. Pelemahan ini dimanfaatkan oleh trader untuk membeli sebanyak-banyaknya.
Dari dalam negeri, tingginya ekspor produk CPO dan implementasi kewajiban B20 dianggap belum mampu mengurangi penurunan stok minyak sawit secara signifikan di tanah air.
Gapki berharap pemerintah dapat mengakselerasi implementasi perluasan B-20 terhadap non-PSO yang diyakini dapat menyerap CPO di dalam negeri dalam jumlah signifikan jika berjalan sesuai dengan rencana.
(ray/ray) Next Article Jika Moratorium Izin Sawit Berakhir, Ini yang Akan Terjadi!
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut ekspor pada Agustus 2018 tercatat 3,3 juta ton, sementara itu pada Juli 2018 sebanyak 3,22 juta ton.
Adapun khusus ekspor minyak sawit (CPO, PKO dan turunannya) sepanjang Agustus tercatat sebesar 2,99 juta ton, yang juga merupakan volume ekspor bulanan tertinggi sepanjang tahun ini.
Sebaliknya, ekspor ke Uni Eropa turun 10% karena masih tingginya stok minyak rapeseed dan minyak bunga matahari. Penurunan ekspor juga terjadi di Bangladesh sebesar 2% karena telah melakukan impor yang tinggi sehingga stok menumpuk.
Secara kumulatif sepanjang Januari-Agustus tahun ini ekspor CPO dan turunannya hanya sebesar 19,96 juta ton, turun 2% dari periode yang tahun lalu mencapai 20,43 juta ton.
Permintaan pasar global yang tinggi nampaknya belum mampu mengerek harga CPO global. Sepanjang Agustus, harga bergerak di kisaran US$ 542,50 - US$ 577,50 per metrik ton, dengan harga rata-rata US$ 557,50 per metrik ton. Ini merupakan level terendah sejak Januari 2016 lalu.
Harga CPO global terus tertekan menyusul harga minyak nabati lain yang juga sedang jatuh, khususnya kedelai, serta stok minyak sawit yang cukup melimpah di Indonesia dan Malaysia. Pelemahan ini dimanfaatkan oleh trader untuk membeli sebanyak-banyaknya.
Dari dalam negeri, tingginya ekspor produk CPO dan implementasi kewajiban B20 dianggap belum mampu mengurangi penurunan stok minyak sawit secara signifikan di tanah air.
Gapki berharap pemerintah dapat mengakselerasi implementasi perluasan B-20 terhadap non-PSO yang diyakini dapat menyerap CPO di dalam negeri dalam jumlah signifikan jika berjalan sesuai dengan rencana.
(ray/ray) Next Article Jika Moratorium Izin Sawit Berakhir, Ini yang Akan Terjadi!
Most Popular