
Kebijakan UE Soal Sawit Dinilai Masih Berpotensi Diskriminasi
Raydion Subiantoro & Samuel Pablo, CNBC Indonesia
01 October 2018 20:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara produsen minyak sawit yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) sepakat menilai kebijakan Uni Eropa terkait biodiesel masih berpotensi diskriminasi.
Direktur Eksekutif CPOPC, Mahendra Siregar, mengatakan kekhawatiran produsen sawit terkait dengan konsep menilai dampak Indirect Land Use Change (ILUC) terhadap perubahan iklim.
ILUC sendiri dapat diartikan penggunaan lahan secara tidak langsung, di mana sebelumnya tanaman di lahan itu digantikan oleh tanaman untuk bahan biofuel sehingga bisa menimbulkan emisi karbon lebih tinggi.
"[Kriteria] penilaian Uni Eropa bisa saja mendiskreditkan sawit, yang dikategorikan sebagai high risk," kata dia.
Jika ILUC pada sawit dikategorikan high risk, maka biofuel yang berbasis sawit bisa tidak diterima Eropa.
"Kami khawatir ILUC digunakan oleh Komisi Eropa sebagai dalih bagi proteksionisme, terutama untuk menjadikan minyak sawit tidak kompetitif dibanding minyak nabati lain yang diproduksi di UE."
Seperti diketahui, Komisi Eropa tengah membuat kriteria untuk menilai ILUC, apakah berisiko rendah (low risk) atau tinggi (high risk), di dalam kebijakan renewable energy directive II (RED II).
"Pemerintah Indonesia sebaiknya juga jangan mau jika diajak untuk menentukan kriteria penilaian ILUC, karena nanti bisa dianggap menerima hasil itu," kata Mahendra.
(ray/wed) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Direktur Eksekutif CPOPC, Mahendra Siregar, mengatakan kekhawatiran produsen sawit terkait dengan konsep menilai dampak Indirect Land Use Change (ILUC) terhadap perubahan iklim.
ILUC sendiri dapat diartikan penggunaan lahan secara tidak langsung, di mana sebelumnya tanaman di lahan itu digantikan oleh tanaman untuk bahan biofuel sehingga bisa menimbulkan emisi karbon lebih tinggi.
Jika ILUC pada sawit dikategorikan high risk, maka biofuel yang berbasis sawit bisa tidak diterima Eropa.
"Kami khawatir ILUC digunakan oleh Komisi Eropa sebagai dalih bagi proteksionisme, terutama untuk menjadikan minyak sawit tidak kompetitif dibanding minyak nabati lain yang diproduksi di UE."
Seperti diketahui, Komisi Eropa tengah membuat kriteria untuk menilai ILUC, apakah berisiko rendah (low risk) atau tinggi (high risk), di dalam kebijakan renewable energy directive II (RED II).
"Pemerintah Indonesia sebaiknya juga jangan mau jika diajak untuk menentukan kriteria penilaian ILUC, karena nanti bisa dianggap menerima hasil itu," kata Mahendra.
(ray/wed) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Most Popular