Ridwan Kamil Hapus Macet Tol BKS-JKT Pakai Waterways, Bisa?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 October 2018 16:06
Ridwan Kamil Hapus Macet Tol BKS-JKT Pakai Waterways, Bisa?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC IndonesiaGubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, kembali membuka rencana Inland Waterways Cikarang Bekasi Laut (CBL), dengan membuat kanal yang lebar dari laut. Hal ini didasari karena tingkat kemacetan yang kian parah.

"Empat jalur kereta akan kita hidupkan, kemudian angkutan barang tidak usah lewat tol, dengan Cikarang Bekasi Laut (CBL) tadi mudah-mudahan membuat kawasan penyangga Ibu Kota jauh lebih lancar," jelas sang gubernur di kantor Kemenko Maritim, Senin (1/10/2018).

Lebih jauh, Kang Emil --sapaan akrab Ridwan Kamil-- mengharapkan CBL nanti dibicarakan di agenda pertemuan berikutnya dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Pelindo II selaku operator pelabuhan.

Adapun sebetulnya proyek Inland Waterways Cikarang - Bekasi - Java Sea bukan murni ide baru dari Kang Emil. Proyek ini sudah tercantum di dalam deretan Proyek Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko Widodo. Proyek ini disebut untuk pertama kalinya di Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. 

Hingga perubahan kedua perpres tersebut, yakni Perpres No. 56 Tahun 2018, proyek ini masih ada di dalam formasi PSN.

Mengutip situs resmi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), tercantum proyek tersebut bernilai Rp 3,4 triliun, dengan skema pendanaan penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meski demikian, masih ada rencana mengadopsi skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

BUMN yang menjadi penanggung jawab proyek ini adalah PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) yang merupakan pengelola Pelabuhan Tanjung Priok. Tercantum target operasi komersial proyek ini adalah pada tahun 2021.

"Dalam tahap 1, sistem transportasi kanal akan menggunakan kanal eksisting yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu Cikarang Bekasi Laut melewati Marunda, Jakarta Utara," tulis situs KPPIP.

"Sedangkan untuk tahap 2, PT Pelindo II berencana menambahkan rute kanal dari Tanjung Priok menuju Cikampe, dimana kanal akan menghubungkan arus logistik dari Tanjung Priok menuju kawasan industri Cibitung-Cikarang di Bekasi serta di Cikampek, Karawang," tambah KPPIP. 

Lantas, sudah seberapa besar kemajuan dari proyek ini? Seberapa besar manfaatnya? Simak ulasan tim riset CNBC Indonesia.

(NEXT)
Berdasarkan status terakhir yang disampaikan laporan semester II-2017 KPPIP, draf Peraturan Presiden (Perpres) terkait penugasan dan pembebasan lahan PT Pelindo II (Persero) telah diserahkan pada Kemenko Perekonomian.

Berdasarkan penelusuran tim riset CNBC Indonesia, belum ada Perpres yang spesifik ditujukan untuk proyek CBL sejauh ini. Meski demikian, ada satu Perpres yang menjadi kerangka pelaksanaan proyek ini, yakni Perpres No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi Tahun 2018-2029 yang diundangkan pada tanggal 20 Juli 2018.

Dalam Perpres tersebut, proyek CBL dimasukkan ke dalam program strategis “Peningkatan Pembangunan dan Pengembangan Prasarana dan Fasilitas Pendukung Transportasi Perairan Darat”. Ada 4 tahap yang akan diselesaikan dalam kurun waktu 2018-2021.



Dari penelusuran tim riset CNBC Indonesia lainnya, Pelindo dilaporkan telah menyelesaikan survei Baseline Lingkungan dan Survey Investigation Design (SID). Untuk studi kelayakan (Feasibility Study/FS) ditargetkan selesai di Februari 2018.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada publikasi atau pernyataan resmi apakah dokumen FS itu sudah diselesaikan atau belum.

Kabar yang beredar adalah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum menerima hasil FS dari Pelindo per April 2018 lalu. Akibatnya, pihak pemerintah pusat belum bisa menerbitkan Rencana Izin Pelabuhan (RIP). Sebagai informasi, RIP menjadi perlu karena adanya penambahan terminal baru di dalam proyek CBL.

Terkendalanya FS disebut Kemenhub disebabkan oleh adanya beberapa kendala seperti lebar kanal yang dibangun, pasang surut air laut yang menyebabkan tidak tentunya spesifikasi kapal, dan adanya gas milik PT Pertamina (Persero) di kawasan tersebut.

Seiring berjalannya waktu, pada pertengahan Juli 2018 lalu, justru giliran Pelindo melempar bola panas ke Kemenhub. Perusahaan pelat merah penyedia pelayanan kepelabuhanan itu menyatakan sedang menunggu selesainya RIP dari Kemenhub.

Tanpa dokumen RIP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum bisa mengeluarkan hasil analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Akibatnya, keberlangsungan proyek CBL masih terhambat sejauh ini.

Sebagai informasi, setelah AMDAL, masih ada beberapa tahapan lain yang perlu dikebut. Sebut saja Detailed Engineering Design (DED), izin lingkungan, hingga pembebasan lahan, sebelum akhirnya masuk ke proses pembiayaan.

Khusus untuk pembebasan lahan, tidak ada kebutuhan pembebasan lahan untuk proyek tahap 1, mengutip laporan semester KPPIP. Akan tetapi, pekerjaan pengerukan kanal, serta renovasi jembatan feri, masih diperlukan.

Kemudian, untuk tahap kedua, di mana terdiri dari perpanjangan kanal tambahan sepanjang sepanjang 42 km dari Tanjung Priok ke Cikampek, diperlukan pengadaan lahan seluas 300 hektar. Lahan ini akan digunakan sebagai dermaga tongkang (barge jetty).

Berdasarkan kunjungan lapangan KPPIP, lahan yang berada di lokasi barge jetty direncanakan akan dibangun, dimiliki oleh penduduk lokal serta pengembang perumahan. Hal ini jelas akan menjadi pekerjaan rumah (PR) yang besar ke depannya hingga tahun 2021.

(NEXT) Kang Emil menyoroti bahwa pembangunan proyek CBL akan mengurangi kemacetan di ruas jalan tol, yang semakin menyengsarakan warga yang bertransportasi dari/ke Bekasi tiap harinya. Benarkah hal itu?

Menurut laporan tahunan PT Jasa Marga Tbk, total volume lalu lintas transaksi Cabang Jakarta-Cikampek tercatat sebesar 205,5 juta transaksi pada tahun 2017. Capaian itu turun sebesar 7,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 



Kemudian, mengacu pada data Kang Emil, volume truk/kontainer yang melewati cabang Jakarta-Cikampek sebesar 4.000/hari, atau sekitar 1,46 juta/tahun. Berarti jumlah truk/kontainer sebenarnya hanya menyumbang 0,7% dari total volume lalu lintas di cabang Jakarta-Cikampek. Sampai 1% saja tidak.

Mengingat volume lalu lintas yang sebenarnya menurun, plus kontribusi yang kecil dari jenis kendaraan truk/kontainer, sebenarnya pengurangan kemacetan bukanlah manfaat terbesar yang akan dirasakan dari pembangunan proyek CBL.

Terlebih, sudah ada proyek lainnya yang sebenarnya akan lebih ampuh bagi pengurangan kemacetan di jalur tersebut. Bahkan, progresnya sudah mulai kelihatan. Tidak seperti proyek CBL yang diekseksusi saja belum. Proyek itu bernama Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated.

Menurut hemat kami, manfaat terbesar dari proyek CBL bukanlah untuk mengurangi kemacetan di jalan tol Jakarta-Cikampek, melainkan untuk memangkas biaya logistik.

Mahalnya biaya transportasi darat berjarak 60 kilometer antara Pelabuhan Tanjung Priok dan Kawasan Industri Cikarang diharapkan dapat dikurangi dengan adanya proyek CBL ini. Menurut Pelindo, CBL mampu memotong biaya logistik hingga 25%.

Dengan pengangkutan via jalur CBL, tingkat skala ekonomi (economics of scale) juga akan meningkat, akibatnya biaya logistik dapat ditekan. Bayangkan, dengan satu kali trip, sekitar 80-100 kontainer dapat diangkut.  

Menurut jurnal penelitian berjudul “Analysis of Inland Waterways Transport for Container Shipping: Cikarang to Port of Tanjung Priok” yang ditulis oleh T. Achmadi, dkk (2018), yang dipublikasikan pada IOP Conference Series, penghematan biayanya amat signifikan.



Unit biaya dengan pengangkutan barang via darat (pelabuhan ke pelabuhan) mencapai Rp 2,15 juta/Twenty-foot Equivalent Unit (TEU). Sedangkan, untuk pengangkutan via transportasi inland waterways biayanya sekitar Rp 1,9 juta/TEU. Artinya, ada penghematan sebesar Rp 0,25 juta/TEU.

Lalu, jumlah pengiriman kontainer antara Pelabuhan Tanjung Priok dan Kawasan Industri Cikarang (dan sebaliknya) adalah sebesar 642,83 ribu TUE/tahun di tahun 2015, mengacu pada laporan Jasa Marga. Maka, potensi penghematan yang bisa didapatkan dengan proyek CBL adalah sebesar Rp156,21 miliar/tahun.

Jangan lupa, penghematan biaya di atas belum menghitung biaya perbaikan jalan yang harus ditanggung oleh Jasa Marga, penghematan biaya penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), ataupun penghematan biaya untuk waktu tempuh. 
(TIM RISET CNBC INDONESIA)





Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular