
Pengembangan Bandara Komodo Rp 3 T Ditawarkan ke Investor
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
26 September 2018 10:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menawarkan proyek pengembangan Bandara Komodo di Labuan Bajo, Flores, kepada sekitar 50 investor dengan skema Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha/KPBU (Public-Private Partnership/ PPP).
Nilai investasi yang ditawarkan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) mencapai Rp 3 triliun, terdiri atas belanja modal (capex) senilai Rp 1,17 triliun dan belanja operasional (opex) senilai 1,83 triliun.
Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan Polana Pramesti mengatakan pihaknya akan memberikan data forecast potensi pariwisata di wilayah tersebut kepada calon investor pada proses bidding yang ditargetkan pada bulan depan.
"Labuan Bajo punya potensi pariwisata yang bagus dan nilai investasinya juga tidak terlalu besar. Nanti kami berikan juga ke investor forecast prospek pariwisatanya, berapa nilainya dan sebagainya. Pada saat bidding akan kami berikan lengkap," ujar Polana usai Market Sounding di Gedung BKPM, Selasa (26/9/2018).
Dia menambahkan, investor swasta itu nantinya akan melakukan pengembangan bandara seperti perpanjangan runway dari 2.250 m menjadi 2.450 m, perluasan terminal penumpang, apron dan fasilitas lainnya.
Saat ini, Bandara Komodo masih berstatus bandara tingkat II di bawah Kemenhub dengan kapasitas apron hanya 8 pesawat. Polana berharap nantinya bandara ini dapat melayani pesawat sekelas Boeing 737-800.
"Kondisinya Bandara Komodo saat ini bagus, traffic-nya juga bagus dengan 500 ribu penumpang per tahun atau 50% kapasitas saat ini. Dengan proyeksi pertumbuhan 10% per tahun, pada 2044 kapasitasnya diharapkan dapat mencapai 4 juta penumpang per tahun," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kerjasama Pemerintah-Swasta Rancang Bangun Bappenas Sri Bagus Guritno menjelaskan, pihak investor yang berminat ikut tender akan diminta membentuk suatu konsorsium, yang terbuka baik untuk BUMN, BUMD, perusahaan swasta nasional, perusahaan asing, maupun koperasi.
"Nantinya konsorsium itu akan membentuk suatu Badan Usaha (BU) atau Perseroan Terbatas (PT) yang bertindak sebagai operator bandar udara dan bertransaksi dengan penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK)," jelas Sri.
Jika konsorsium terdiri dari BU asing, maka komposisi pemegang saham maksimal 49% untuk entitas asing.
(ray) Next Article Tiket Pesawat Jakarta-Purbalingga Dijual, 1 Juni Bisa Terbang
Nilai investasi yang ditawarkan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) mencapai Rp 3 triliun, terdiri atas belanja modal (capex) senilai Rp 1,17 triliun dan belanja operasional (opex) senilai 1,83 triliun.
Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan Polana Pramesti mengatakan pihaknya akan memberikan data forecast potensi pariwisata di wilayah tersebut kepada calon investor pada proses bidding yang ditargetkan pada bulan depan.
"Labuan Bajo punya potensi pariwisata yang bagus dan nilai investasinya juga tidak terlalu besar. Nanti kami berikan juga ke investor forecast prospek pariwisatanya, berapa nilainya dan sebagainya. Pada saat bidding akan kami berikan lengkap," ujar Polana usai Market Sounding di Gedung BKPM, Selasa (26/9/2018).
Dia menambahkan, investor swasta itu nantinya akan melakukan pengembangan bandara seperti perpanjangan runway dari 2.250 m menjadi 2.450 m, perluasan terminal penumpang, apron dan fasilitas lainnya.
Saat ini, Bandara Komodo masih berstatus bandara tingkat II di bawah Kemenhub dengan kapasitas apron hanya 8 pesawat. Polana berharap nantinya bandara ini dapat melayani pesawat sekelas Boeing 737-800.
"Kondisinya Bandara Komodo saat ini bagus, traffic-nya juga bagus dengan 500 ribu penumpang per tahun atau 50% kapasitas saat ini. Dengan proyeksi pertumbuhan 10% per tahun, pada 2044 kapasitasnya diharapkan dapat mencapai 4 juta penumpang per tahun," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Kerjasama Pemerintah-Swasta Rancang Bangun Bappenas Sri Bagus Guritno menjelaskan, pihak investor yang berminat ikut tender akan diminta membentuk suatu konsorsium, yang terbuka baik untuk BUMN, BUMD, perusahaan swasta nasional, perusahaan asing, maupun koperasi.
"Nantinya konsorsium itu akan membentuk suatu Badan Usaha (BU) atau Perseroan Terbatas (PT) yang bertindak sebagai operator bandar udara dan bertransaksi dengan penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK)," jelas Sri.
Jika konsorsium terdiri dari BU asing, maka komposisi pemegang saham maksimal 49% untuk entitas asing.
(ray) Next Article Tiket Pesawat Jakarta-Purbalingga Dijual, 1 Juni Bisa Terbang
Most Popular