Membedah Visi-Misi Capres 2019
Adu Program Infrastruktur Jokowi-Ma'ruf Vs Prabowo-Sandi
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
25 September 2018 18:22

Jakarta, CNBC Indonesia - "Pembangunan infrastruktur bukan hanya pembangunan ekonomi, tapi juga menyatukan bangsa!" - Prof. Dr. Emil Salim.
Kata-kata ahli ekonomi sekaligus tokoh lingkungan hidup tersebut tidaklah berlebihan. Pembangunan infrastruktur tidak hanya berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi semata.
Efek pengganda dari pembangunan infrastruktur dapat tercermin dari mulai pembukaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, pengendalian biaya logistik, hingga pemerataan pendapatan masyarakat.
Sayangnya, pembangunan infrastruktur RI cenderung masih cenderung tertinggal dari negara lain. Berdasarkan Global Competitiveness Report tahun 2014-2015, daya saing infrastruktur Indonesia hanya berada di posisi 72 dari 144 negara.
Capaian itu bisa dibilang masih cukup inferior dibandingkan beberapa negara berkembang lainnya di dunia, seperti Malaysia (20), Taiwan (24), Afrika Selatan (59), China (64), dan Meksiko (69).
Melihat hal itu, wajar jika infrastuktur menjadi perhatian Joko Widodo (Jokowi) sejak menduduki posisi RI-1. Demi infrastruktur, Jokowi berani melakukan revolusi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam APBN-Perubahan 2015, Jokowi tidak lagi memberi subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Sementara untuk solar tetap diberi subsidi sebesar Rp 500/liter.
Dari kebijakan ini, pemerintah berhasil berhemat ratusan triliun. Maklum, anggaran subsidi BBM sebelumnya bisa mencapai kisaran Rp300 triliun. Penghematan ini kemudian dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.
Proyek pembangunan pembangkit listrik, pelabuhan, jalan/jalan tol, dan proyek infrastruktur lainnya, kemudian dikemas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 58 Tahun 2017. Total nilai investasi keseluruhan proyek mencapai US$342 miliar (atau sekitar Rp4.600 triliun).
Kata-kata ahli ekonomi sekaligus tokoh lingkungan hidup tersebut tidaklah berlebihan. Pembangunan infrastruktur tidak hanya berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi semata.
Efek pengganda dari pembangunan infrastruktur dapat tercermin dari mulai pembukaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, pengendalian biaya logistik, hingga pemerataan pendapatan masyarakat.
Sayangnya, pembangunan infrastruktur RI cenderung masih cenderung tertinggal dari negara lain. Berdasarkan Global Competitiveness Report tahun 2014-2015, daya saing infrastruktur Indonesia hanya berada di posisi 72 dari 144 negara.
Capaian itu bisa dibilang masih cukup inferior dibandingkan beberapa negara berkembang lainnya di dunia, seperti Malaysia (20), Taiwan (24), Afrika Selatan (59), China (64), dan Meksiko (69).
Melihat hal itu, wajar jika infrastuktur menjadi perhatian Joko Widodo (Jokowi) sejak menduduki posisi RI-1. Demi infrastruktur, Jokowi berani melakukan revolusi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam APBN-Perubahan 2015, Jokowi tidak lagi memberi subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Sementara untuk solar tetap diberi subsidi sebesar Rp 500/liter.
Dari kebijakan ini, pemerintah berhasil berhemat ratusan triliun. Maklum, anggaran subsidi BBM sebelumnya bisa mencapai kisaran Rp300 triliun. Penghematan ini kemudian dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.
Proyek pembangunan pembangkit listrik, pelabuhan, jalan/jalan tol, dan proyek infrastruktur lainnya, kemudian dikemas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 58 Tahun 2017. Total nilai investasi keseluruhan proyek mencapai US$342 miliar (atau sekitar Rp4.600 triliun).
Berdasarkan temuan firma konsultan infrastruktur Tusk Advisory, pemerintah telah menyelesaikan 62 proyek dengan nilai mencapai US$4,2 miliar (atau Rp56,28 triliun) per Desember 2017. Selain itu, 224 proyek saat ini tercatat sedang dalam proses konstruksi, dengan estimasi nilai mencapai US$99,2 miliar (Rp1.329 triliun).
Secara total, proyek infrastruktur Indonesia yang saat ini telah selesai maupun sedang dibangun mencapai US$103,4 miliar (Rp1.385 Triliun).
Tusk Advisory kemudian menilai bahwa apabila proyek infrastruktur senilai US$103,4 miliar itu dapat selesai tepat waktu di kurun waktu 2019-2020, akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 7,2% di 2023.
Bahkan, apabila sisa PSN yang belum dikonstruksi sama sekali, dapat selesai setengahnya saja (tambahan investasi sekitar US$119 miliar) pada 2023, pertumbuhan ekonomi RI dapat melesat hingga 9% pada 2030.
BACA: Genjot Infrastruktur, Ekonomi RI Bisa Tumbuh 7% Pada 2023
Melihat seberapa besar dampaknya infrastruktur dalam mewujudkan Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki daya saing sekaligus sejahtera dari sisi ekonomi, menarik untuk menyimak visi-misi calon presiden 2019-2024 khusus di bidang infrastruktur. Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
(NEXT)
Secara total, proyek infrastruktur Indonesia yang saat ini telah selesai maupun sedang dibangun mencapai US$103,4 miliar (Rp1.385 Triliun).
Tusk Advisory kemudian menilai bahwa apabila proyek infrastruktur senilai US$103,4 miliar itu dapat selesai tepat waktu di kurun waktu 2019-2020, akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 7,2% di 2023.
Bahkan, apabila sisa PSN yang belum dikonstruksi sama sekali, dapat selesai setengahnya saja (tambahan investasi sekitar US$119 miliar) pada 2023, pertumbuhan ekonomi RI dapat melesat hingga 9% pada 2030.
BACA: Genjot Infrastruktur, Ekonomi RI Bisa Tumbuh 7% Pada 2023
Melihat seberapa besar dampaknya infrastruktur dalam mewujudkan Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki daya saing sekaligus sejahtera dari sisi ekonomi, menarik untuk menyimak visi-misi calon presiden 2019-2024 khusus di bidang infrastruktur. Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
(NEXT)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular