Internasional

Perusahaan Asia Langsung Terpukul Perang Dagang AS-China

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
24 September 2018 13:07
Semakin banyak perusahaan Asia yang mulai memindahkan produksinya dari China ke pabrik-pabrik lain di kawasan itu.
Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha
Seoul, CNBC Indonesia - Semakin banyak perusahaan Asia yang memproduksi berbagai produk, mulai dari chip memory sampai peralatan mesin, mulai memindahkan produksinya dari China ke pabrik-pabrik lain di kawasan itu. Aksi tersebut dilakukan saat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan bea masuk ke produk impor China.


Perusahaan-perusahaan termasuk SK Hynix dari Korea Selatan (Korsel), serta Mitsubishi Electric, Toshiba Machine Co., dan Komatsu dari Jepang mulai merencanakan pemindahan produksinya sejak bulan Juli, ketika tarif impor pertama kali diberlakukan.



Kini, upaya pemindahannya sedang dilakukan, kata para perwakilan perusahaan dan pihak lain yang mengetahui rencana ini kepada Reuters. Perusahaan lain seperti produsen komputer asal Taiwan, Compal Electronics, dan LG Electronics dari Korsel membuat rencana darurat seumpama perang dagang terus berlangsung.


Para perwakilan dan narasumber lain berbicara secara anonim karena isu yang diungkap sensitif.

Reaksi cepat terhadap tarif impor AS kemungkinan terjadi karena banyak manufaktur besar memiliki fasilitas di berbagai negara dan setidaknya bisa memindahkan sedikit produksinya tanpa membangun pabrik baru. Beberapa pemerintah, khususnya di Taiwan dan Thailand, sangat aktif mendorong perusahaan-perusahaan untuk memindahkan pekerjaan mereka dari China.

[Gambas:Video CNBC]
Untuk diketahui, AS menerapkan bea masuk 25% terhadap produk impor China senilai US$50 miliar (Rp 743,9 triliun) di bulan Juli, dan kembali membebankan bea masuk 10% ke produk impor China senilai US$200 miliar per tanggal 24 September. Tarif impor yang baru saja dikenakan itu akan naik menjadi 25% per tanggal 1 Januari 2019.

Trump pun telah mengancam akan memberlakukan bea masuk putaran ketiga terhadap produk impor China senilai US$267 miliar, yang akan membuat semua ekspor China ke AS terkena tarif impor.

Tarif impor mengancam status China sebagai basis produksi murah, seiring dengan daya tarik pesatnya pertumbuhan pasar China, yang menarik banyak perusahaan untuk membangun pabrik dan rantai pasokan di negara itu selama beberapa dekade terakhir.



SK Hynix, yang memproduksi chip memory komputer, sedang berupaya untuk memindahkan produksi beberapa modul chip kembali ke Korsel dari China.

Layaknya pesaingnya dari AS yaitu Micron Technology, yang juga memindahkan beberapa produksi chip memory dari China ke lokasi-lokasi lain di Asia, SK Hynic melakukan beberapa pengemasan dan pengujian chip di China. Sementara, chip-nya sebagian besar dibuat di tempat lain.



"Ada beberapa produk modul DRAM buatan China yang diekspor ke Amerika Serikat," kata seorang narasumber yang mengetahui situasi secara langsung, merujuk pada chip memory dynamic random access yang digunakan khalayak ramai. "SK Hynix berencana untuk membawa produk modul DRAM ke Korsel guna menghindari tarif impor."

Perusahaan Asia Langsung Terpukul Perang Dagang AS-ChinaFoto: infografis/INI SEKTOR INDUSTRI AS YANG JADI KORBAN TARIF TRUMP & XI JINPING/Aristya Rahadian Krisabella
Sebagian besar produksi SK Hynix tidak akan terdampak, tambah narasumber tersebut, sebab dominasi China dalam manufaktur komputer dan smartphone membuatnya menjadi pasar terbesar untuk chip DRAM sejauh ini.



Toshiba Machine Co menyampaikan rencananya untuk memindahkan produksi mesin pencetak plastik terkait AS dari China ke Jepang atau Thailand pada bulan Oktober. Mesin itu digunakan untuk membuat komponen plastik seperti bumper mobil.

"Kami telah memutuskan untuk menggeser produksi kami dari China karena dampak dari tarif impor itu signifikan," kata seorang narasumber.



Sementara itu, Mitsubishi Electric mengatakan sedang dalam proses pemindahan produksi peralatan mesin terkait AS yang digunakan untuk memproses logam dari basis manufakturnya di Dalian, sebelah timur laut China. Produksi itu akan dipindahkan ke pabrik di Nagoya, Jepang.



Di Taiwan, seorang eksekutif produsen notebook PC bernama Compal yang menolak disebut namanya mengatakan sejauh ini dampak perang dagang terbatas, tetapi perusahaannya mempelajari berbagai pilihan.



"Kami juga bisa menggunakan fasilitas di Vietnam, Meksiko, dan Brasil sebagai alternatif," katanya. "Itu tidak akan mudah karena mayoritas produksi kami berada di China; tidak ada negara yang bisa menggantikannya saat ini."



Perusahaan Asia Langsung Terpukul Perang Dagang AS-ChinaFoto: infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella
Perusahaan-perusahaan yang lebih kecil pun juga menelusuri pilihan-pilihan mereka.

Produsen peralatan medis asal Korsel bernama IM Healthcare, yang memproduksi produk seperti pembersih udara, sedang mempelajari pilihan untuk memindahkan produksinya ke Vietnam atau Korsel jika perang dagang memanas, kata seorang narasumber yang mengetahui masalah ini.



Beberapa pemerintah Asia mengharapkan dorongan ekonomi yang penting dari konflik dagang AS-China.

Di Taiwan, pemerintah secara aktif mendorong perusahaan-perusahaan untuk memindahkan produksinya keluar dari China. Bulan lalu, mereka juga berjanji untuk mempercepat "Kebijakan Southbound" guna mengurangi kebergantungan ekonomi terhadap China dengan mendorong perusahaan-perusahaan memindahkan rantai pasokannya ke Asia Tenggara.

Pejabat Kementerian Ekonomi Taiwan, William Liu, mengatakan kepada Reuters perang dagang adalah "sebuah tantangan dan sebuah peluang" untuk negara pulau itu. Taiwan bergantung kepada China sebagai pasar ekspor, katanya, tetapi di saat yang sama bisa melihat peningkatan lapangan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan yang memindahkan operasinya kembali Taiwan.



Thailand juga berharap bisa meraup keuntungan dari "aliran teknologi dan investasi yang meninggalkan China selama perang dagang," kata Kanit Sangsubhan, Sekretaris Jenderal Kantor Koridor Ekonomi Timur (Eastern Economic Corridor/EEC) di Thailand, yang mengelola proyek senilai US$45 miliar untuk menarik investasi ke dalam negeri.

Bulan lalu, EEC mengajak sekitar 800 perwakilan perusahaan-perusahaan China untuk berjalan-jalan di sekitar kawasan industri sebelah selatan negara itu. Badan Investasi Negara Gajah Putih itu juga melakukan tujuh roadshow di China sepanjang tahun ini untuk menarik investor.
(prm) Next Article Pabrikan AS: Bea Impor Trump Kerek Harga Barang

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular