September, Lifting Migas RI Naik Tipis dari Target

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
14 September 2018 16:14
Realisasi lifting migas RI per 13 September 2018 capai 1,91 juta barel per hari.
Foto: Ignasius Jonan (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, sampai pada 13 September 2018, realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) Indonesia sudah mencapai 1,92 juta barrel oil equivalent per day (BOEPD) atau melebihi outlook di 2018 yang sebesar 1,90 juta BOEPD.

"Lifting minyak dan gas bumi sampai hari ini (Kamis, 13 September 2018) realisasinya itu 1,921 juta BOEPD, outlooknya 1,902 juta BOEPD," ujar Jonan melalui keterangan resminya, Jumat (14/9/2018).



Adapun, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyebutkan, lifting minyak bumi didominasi oleh 12 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) seperti PT Chevron Pacific Indonesia, Mobil Cepu LTD (ExxonMobil), PT Pertamina EP, dan Pertamina Hulu Energi yang menghasilkan lifting hingga 88% dari lifting minyak nasional. 

"Lifting minyak bumi hingga akhir Agustus 2018 sebesar 774.425 BOPD atau 97% dari target lifting," ujar Amien.

Sedangkan, dari sisi cost recovery (biaya produksi), berdasarkan catatan Kementerian ESDM, realisasi cost recovery hingga akhir agustus 2018 sebesar USD 7,77 milyar dan outlooknya sebesar USD 11, 34 milyar. Untuk mengurangi cost recovery ini, menurut Jonan tidak banyak yang bisa dilakukan, paling banyak 1/3 atau 40% karena sisanya merupakan sisa bawaan dari masa kontraknya puluhan tahun yang lalu.

Amien Sunaryadi menjelaskan, sejak 2013 hingga 2018, realisasi cost recovery selalu melampaui target yang sudah ditetapkan. Namun, untuk 2019 mendatang, Amien menegaskan, cost recovery akan berkurang karena sebagian kontrak migas skema production sharing contract (PSC) cost recovery berubah menjadi PSC gross split.

"Saat ini yang sudah efektif menggunakan skema gross split adalah Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ dan yang baru akan mulai yaitu PHE Tuban dan PHE Ogan Komering. Nanti satu triwulan lagi akan ditambah dengan Sanga-Sanga dan South East Sumatera. Diharapkan penerapan skema gross split akan menurunkan biaya cost recovery," terang Amin.

Ia pun menambahkan, cost recovery terbagi menjadi beberapa komponen, dan komponen terbesar cost recovery hingga Agustus 2018 ini adalah current year operating cost yakni sebesar 76,8%.

"Current year operating cost terbagi menjadi biaya (cost) untuk produksi sebesar 67%, biaya untuk pengembangan sebesar 14%, biaya untuk general dan administratif sebesar 10%, dan biaya untuk eksplorasi sebesar 9%," tandas Amien.
(gus) Next Article Hingga April, Produksi dan Lifting Minyak Belum Capai Target

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular