
Anda Tidak Patuh? Siap-siap Masuk Prioritas Pemeriksaan Pajak
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
06 September 2018 14:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Anda wajib pajak yang kurang patuh terhadap kewajiban kepada negara? Bersiap-siaplah. Bisa saja, Anda masuk dalam daftar prioritas pemeriksaan aparat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Hal itu telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis (6/9/2018). SE itu sudah berlaku sekarang.
Edaran itu menginstruksikan kepada seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyusun peta kepatuhan wajib pajak dan daftar sasaran prioritas penggalian potensi (DSP3) wajib pajak per September 2018.
Nantinya, penyusunan peta kepatuhan dan DSP3 akan dilakukan berdasarkan analisis terhadap seluruh data maupun informasi di KPP dengan meramu data yang berasal dari sistem informasi yang dimiliki otoritas pajak maupun fakta di lapangan.
Apa saja peta kepatuhan yang bakal dijadikan acuan otoritas pajak dalam menentukan daftar prioritas?
Indikasi adanya ketidakpatuhan, terbagi dalam beberapa kelompok baik itu wajib pajak orang pribadi maupun badan. Indikasi ketidakpatuhan pun akan dibedakan antara wajib pajak yang diperiksa oleh 35 UP2 dan yang terdaftar di KPP Pratama.
Untuk wajib pajak orang pribadi, ketidakpatuhan akan dilihat dari pembayaran dan penyampaian SPT, wajib pajak yang belum pernah dilakukan pemeriksaan selama tiga tahun terakhir, dan ketidaksesuaian antara profil SPT.
Sementara wajib pajak badan, terdapat sembilan indikator yang dijadikan ketidakpatuhan. Berikut perinciannya :
1. Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT.
2. WP belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama tiga tahun terakhir.
3. Analisis CTTOR, Gross Profit Margin (GPM), Nett Profit Margin (NPM) dibandingkan dengan hasil benchmarking industri sejenis di kanwil terkait. Risiko ketidakpatuhan dianggap tinggi apabila selisih antara analisis tersebut dengan rata-rata industri lebih besar dari 20 persen.
4. Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan profil ekonomi WP (usaha dan kekayaan) sesungguhnya berdasarkan fakta lapangan.
5. Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah dari Indonesia.
6. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intragroup transaction) dengan nilai transaksi lebih dari 50 persen dari total nilai transaksi.
7. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian.
8. WP yang menerbitkan faktur pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25 persen dari total faktur Pajak yang diterbitkan dalam satu masa pajak.
9. Terdapat hasil analisis IDLP dan/atau CTA untuk WP itu.
(miq/miq) Next Article Masih Banyak Jasa Keuangan Nakal yang Belum Lapor Data Pajak
Hal itu telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis (6/9/2018). SE itu sudah berlaku sekarang.
Edaran itu menginstruksikan kepada seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyusun peta kepatuhan wajib pajak dan daftar sasaran prioritas penggalian potensi (DSP3) wajib pajak per September 2018.
Indikasi adanya ketidakpatuhan, terbagi dalam beberapa kelompok baik itu wajib pajak orang pribadi maupun badan. Indikasi ketidakpatuhan pun akan dibedakan antara wajib pajak yang diperiksa oleh 35 UP2 dan yang terdaftar di KPP Pratama.
Untuk wajib pajak orang pribadi, ketidakpatuhan akan dilihat dari pembayaran dan penyampaian SPT, wajib pajak yang belum pernah dilakukan pemeriksaan selama tiga tahun terakhir, dan ketidaksesuaian antara profil SPT.
Sementara wajib pajak badan, terdapat sembilan indikator yang dijadikan ketidakpatuhan. Berikut perinciannya :
1. Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT.
2. WP belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama tiga tahun terakhir.
3. Analisis CTTOR, Gross Profit Margin (GPM), Nett Profit Margin (NPM) dibandingkan dengan hasil benchmarking industri sejenis di kanwil terkait. Risiko ketidakpatuhan dianggap tinggi apabila selisih antara analisis tersebut dengan rata-rata industri lebih besar dari 20 persen.
4. Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan profil ekonomi WP (usaha dan kekayaan) sesungguhnya berdasarkan fakta lapangan.
5. Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah dari Indonesia.
6. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intragroup transaction) dengan nilai transaksi lebih dari 50 persen dari total nilai transaksi.
7. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian.
8. WP yang menerbitkan faktur pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25 persen dari total faktur Pajak yang diterbitkan dalam satu masa pajak.
9. Terdapat hasil analisis IDLP dan/atau CTA untuk WP itu.
![]() |
(miq/miq) Next Article Masih Banyak Jasa Keuangan Nakal yang Belum Lapor Data Pajak
Most Popular