
Kartu 'Sakti' Hadir, Pajak Belanja Online Terekam Jelas
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
31 August 2018 08:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Guna mendukung data perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tengah mengajukan proses perizinan kartu Kartin1 kepada Bank Indonesia.
Kartu multifungsi tersebut salah satunya mampu merekam data transaksi setiap wajib pajak, termasuk di transaksi jual-beli belanja online.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak, Iwan Djunirdi, menyampaikan Kartin1 merupakan kartu sakti multifungsi yang bakal mengintegrasikan beberapa indentitas layanan produk dalam satu kartu. Bahkan, otoritas pajak berencana kartu ini memiliki fungsi lebih.
"Bicara digital ekonomi, identitas saja bisa bohong. Kadang-kadang bisa menggunakan identitas yang lain. Kartin1 dengan digital ID, setiap masuk website harus log-in dulu. Otomatis negara akan tahu siapa dia," kata Iwan.
Dengan Kartin1, diharap pemantauan yang dilakukan melalui e-commerce dapat lebih disiplin. Di sisi lain, kehadiran aturan semacam itu ternyata sudah diprediksi oleh e-commerce.
Tax Manager toko online BLANJA, Mochammad Jayadi Amin, mengatakan saat ini akses informasi keuangan terkait pajak semakin terbuka luas, baik di dalam dan luar negeri. Salah satunya dengan penandatanganan kesepakatan tentang Automatic Exchange of Information (AEOI).
"Bahkan sekarang, otoritas pajak sudah dapat mengakses data perbankan untuk rekening yang memiliki saldo paling sedikit Rp 1 miliar. Jadi, jika akses data terkait transaksi digital saat ini menjadi perhatian Otoritas Pajak, tentu hanya tinggal menunggu waktu saja kapan hal tersebut akan dilaksanakan," ungkap Jayadi kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/8/2018).
Berdasarkan yang dia tahu, Jayadi menjelaskan fungsi Kartin1 pada transaksi online akan lebih pada pelaporan, dan tidak akan berlaku untuk seluruh transaksi di platform online oleh pembeli. Konsep pengenaan pajak akan tetap dikenakan terhadap penghasilan masyarakat, bukan atas pengeluaran saat melakukan transaksi.
"Kalaupun ada yang terkait pajak, itu sebatas pelaporan di SPT Tahunan saja. Jika ada pembelian yang dilakukan secara online dan menimbulkan penambahan Harta atau Kewajiban," tuturnya.
Sementara itu, CEO Blibli Kusumo Martanto mengaku belum dapat berkomentar banyak atas kehadiran kartu Kartin1 tersebut. Sebab, memang belum ada penjabaran lebih lanjut mengenai mekanisme flow transaksi nanti.
"Kami masih belum tahu penjabaran lebih lanjut mengenai mekanisme flow transaksi menggunakan kartu Kartin1-nya akan seperti apa, jadi kami menunggu teknisnya saja," kata Kusumo kepada CNBC Indonesia.
Hal teknis yang perlu diketahui oleh e-commerce lebih lanjut, kata Kusumo, adalah mekanisme transaksi dalam penggunaan uang tunai. Contoh, pembayaran di toko offline atau yang menggunakan sistem cash on delivery (COD) serta kantor pos.
Indonesian E-Commerce Association (idEA) ikut buka suara. Hingga saat ini, idEA masih belum mendapat informasi terkait mekanisme penerapan Kartin1 tersebut.
Ketua Bidang Pajak, Infrastruktur & Cyber Security idea, Bima Laga, menjelaskan hingga saat ini pihak asosiasi belum diajak berdiskusi mengenai penerapan Kartin1. Padahal, dengan mengajak pelaku usaha mekanisme kartu tersebut dinilai bisa berjalan lebih tepat.
"Kami belum diajak berdiskusi seperti apa dan caranya bagaimana, tanggapan kami kalau memang tujuannya mengoleksi pajak di transaksi e-commerce ada baiknya asosiasi dilibatkan jadi bisa kasih masukan dari pelaku," kata Bima kepada CNBC Indonesia.
Bima mengatakan ada baiknya asosiasi diajak berdiskusi tentang rencana pemerintah ini karena asosiasi dapat memberi masukan yang lebih komperhensif dari mata pelaku usaha. Itu termasuk pada penerapan aturan atas berbagai model bisnis transaksi jual-beli secara online.
"Model bisnis [e-commerce] kan berbeda-beda, jangan sampai aturannya ditujukan terhadap model bisnis tertentu saja," tambahnya.
Lebih lanjut, dia mengaku mendukung perekaman transaksi digital dengan tujuan pengoleksian pajak. Namun harus ada kejelasan, apakah penerapan itu adil atas berbagai model bisnis. Misal, transaksi jual beli melalui media sosial.
"Karena contohnya di satu platform, nanti bisa terekam tapi di platform lain tidak. Itu nanti bagaimana? Intinya kami minta diajak berdialog, jadi kami bisa ikut beri masukan," tutur Bima.
(ray) Next Article Wamenkeu Suahasil: Kebijakan Keringanan Pajak Tak Optimal
Kartu multifungsi tersebut salah satunya mampu merekam data transaksi setiap wajib pajak, termasuk di transaksi jual-beli belanja online.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak, Iwan Djunirdi, menyampaikan Kartin1 merupakan kartu sakti multifungsi yang bakal mengintegrasikan beberapa indentitas layanan produk dalam satu kartu. Bahkan, otoritas pajak berencana kartu ini memiliki fungsi lebih.
Dengan Kartin1, diharap pemantauan yang dilakukan melalui e-commerce dapat lebih disiplin. Di sisi lain, kehadiran aturan semacam itu ternyata sudah diprediksi oleh e-commerce.
Tax Manager toko online BLANJA, Mochammad Jayadi Amin, mengatakan saat ini akses informasi keuangan terkait pajak semakin terbuka luas, baik di dalam dan luar negeri. Salah satunya dengan penandatanganan kesepakatan tentang Automatic Exchange of Information (AEOI).
"Bahkan sekarang, otoritas pajak sudah dapat mengakses data perbankan untuk rekening yang memiliki saldo paling sedikit Rp 1 miliar. Jadi, jika akses data terkait transaksi digital saat ini menjadi perhatian Otoritas Pajak, tentu hanya tinggal menunggu waktu saja kapan hal tersebut akan dilaksanakan," ungkap Jayadi kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/8/2018).
Berdasarkan yang dia tahu, Jayadi menjelaskan fungsi Kartin1 pada transaksi online akan lebih pada pelaporan, dan tidak akan berlaku untuk seluruh transaksi di platform online oleh pembeli. Konsep pengenaan pajak akan tetap dikenakan terhadap penghasilan masyarakat, bukan atas pengeluaran saat melakukan transaksi.
"Kalaupun ada yang terkait pajak, itu sebatas pelaporan di SPT Tahunan saja. Jika ada pembelian yang dilakukan secara online dan menimbulkan penambahan Harta atau Kewajiban," tuturnya.
Sementara itu, CEO Blibli Kusumo Martanto mengaku belum dapat berkomentar banyak atas kehadiran kartu Kartin1 tersebut. Sebab, memang belum ada penjabaran lebih lanjut mengenai mekanisme flow transaksi nanti.
"Kami masih belum tahu penjabaran lebih lanjut mengenai mekanisme flow transaksi menggunakan kartu Kartin1-nya akan seperti apa, jadi kami menunggu teknisnya saja," kata Kusumo kepada CNBC Indonesia.
Hal teknis yang perlu diketahui oleh e-commerce lebih lanjut, kata Kusumo, adalah mekanisme transaksi dalam penggunaan uang tunai. Contoh, pembayaran di toko offline atau yang menggunakan sistem cash on delivery (COD) serta kantor pos.
Indonesian E-Commerce Association (idEA) ikut buka suara. Hingga saat ini, idEA masih belum mendapat informasi terkait mekanisme penerapan Kartin1 tersebut.
Ketua Bidang Pajak, Infrastruktur & Cyber Security idea, Bima Laga, menjelaskan hingga saat ini pihak asosiasi belum diajak berdiskusi mengenai penerapan Kartin1. Padahal, dengan mengajak pelaku usaha mekanisme kartu tersebut dinilai bisa berjalan lebih tepat.
"Kami belum diajak berdiskusi seperti apa dan caranya bagaimana, tanggapan kami kalau memang tujuannya mengoleksi pajak di transaksi e-commerce ada baiknya asosiasi dilibatkan jadi bisa kasih masukan dari pelaku," kata Bima kepada CNBC Indonesia.
Bima mengatakan ada baiknya asosiasi diajak berdiskusi tentang rencana pemerintah ini karena asosiasi dapat memberi masukan yang lebih komperhensif dari mata pelaku usaha. Itu termasuk pada penerapan aturan atas berbagai model bisnis transaksi jual-beli secara online.
"Model bisnis [e-commerce] kan berbeda-beda, jangan sampai aturannya ditujukan terhadap model bisnis tertentu saja," tambahnya.
Lebih lanjut, dia mengaku mendukung perekaman transaksi digital dengan tujuan pengoleksian pajak. Namun harus ada kejelasan, apakah penerapan itu adil atas berbagai model bisnis. Misal, transaksi jual beli melalui media sosial.
"Karena contohnya di satu platform, nanti bisa terekam tapi di platform lain tidak. Itu nanti bagaimana? Intinya kami minta diajak berdialog, jadi kami bisa ikut beri masukan," tutur Bima.
(ray) Next Article Wamenkeu Suahasil: Kebijakan Keringanan Pajak Tak Optimal
Most Popular