
Wow, Masyarakat RI Belanja Online Hingga Rp 112 T di 2017
Exist In Exist, CNBC Indonesia
01 September 2018 17:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia adalah pasar perdagangan online terbesar di Asia Tenggara dengan estimasi penjualan senilai sekitar US$ 8 miliar atau sekitar Rp 112 triliun (kurs Rp 14.000) pada 2017.
Angka tersebut tertuang dalam laporan terbaru dari McKinsey & Company. Dalam lima tahun saja, pemasukan diperkirakan meningkat delapan kali lipat hingga US$ 65 miliar (Rp 910 triliun).
"Sudah ada berbagai riset mengenai dampak teknologi digital pada ekonomi Indonesia," kata Phillia Wibowo, Presiden Direktur PT McKinsey Indonesia, seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (1/9/2018).
"Namun, yang kurang hingga saat ini, dan yang menjadi fokus laporan kami, adalah dampak pada sektor riil. Riset kami menunjukkan bahwa bukan hanya bagaimana penjualan online meningkat pesat, namun juga bagaimana ini menguntungkan bagi ekonomi, dan sekaligus mendorong kesetaraan sosial," sambungnya.
Evolusi perdagangan online di negara-negara lain memperlihatkan bahwa Indonesia saat ini menyerupai Tiongkok pada 2010, dengan penetrasi e-tailing, PDB per kapita, penetrasi internet, pembelanjaan ritel, dan urbanisasi ada di tingkatan yang serupa.
Berdasarkan pertumbuhan perdagangan online Tiongkok yang sangat cepat dari 3% pada 2016 ke 16% saat ini, sangat mungkin bagi Indonesia untuk bertumbuh dengan kecepatan yang sama atau bahkan lebih cepat karena kegemaran masyarakat Indonesia dalam menggunakan ponsel pintar dan media sosial.
Ekspansi perdagangan online di Indonesia membawa berbagai keuntungan bagi ekonomi, antara lain:
Pertama, Perdagangan online mendorong konsumsi. Penjualan offline bukan saja bergeser ke platform online; akan tetapi, perdagangan online mendorong penjualan menjadi lebih banyak.
"Riset kami menunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari perdagangan online - dengan penjualan senilai US$3 miliar (Rp 42 triliun) di 2017 - merupakan pembelanjaan tambahan. Proporsi ini kemungkinan akan meningkat ke US$22 miliar (Rp 308 triliun) pada 2022 berkat meluasnya perdagangan online ke daerah-daerah dimana ada kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi," jelasnya.
Kedua, Perdagangan online mendorong ekspor dari Indonesia dengan mempermudah para penjual untuk mencari dan memenuhi permintaan dari luar negeri. Sektor perhiasan di Indonesia sudah menikmati hasilnya, dengan adanya pengrajin-pengrajin yang menjual produk mereka ke para pemborong lokal, yang lalu menjual kembali ke peritel-peritel luar negeri, biasanya di Eropa dan Amerika Serikat.
"Kami memperkirakan bahwa perdagangan online bisa menghasilkan hingga US$26 miliar (Rp 364 triliun) dalam bentuk ekspor baru per tahun di Indonesia pada 2022," paparnya.
Ketiga, perdagangan online akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Saat ini, perdagangan online menyokong empat juta pekerjaan, sebuah angka yang bisa naik hingga 26 juta pada 2022.
"Beberapa bentuk pekerjaan akan berpindah dari dunia offline ke online, namun dampak keseluruhan akan positif. Satu hal yang akan sangat penting adalah memastikan bahwa para pekerja mempunyai kemampuan dan dukungan yang diperlukan untuk bertransisi ke pekerjaan-pekerjaan baru," jelas dia.
Keempat, dampak signifikan pertumbuhan perdagangan online pada kesetaraan sosial. Para konsumen di daerah-daerah kecil di luar Jawa tidak hanya mendapatkan pilihan produk yang lebih beragam, namun mereka juga bisa membeli produk-produk tersebut dengan harga lebih murah dibanding sebelumnya.
"Di luar pulau Jawa, harga-harga online lebih rendah antara 11 hingga 25 persen dibanding peritel tradisional. Selain itu, perdagangan online mendorong inklusi keuangan. Perdagangan online telah memungkinkan 300.000 pemilik usaha mikro," kata dia.
Kelima, perdagangan online mendukung kesetaraan gender karena memudahkan perempuan-perempuan untuk berpartisipasi dalam ketenagakerjaan, baik paruh waktu ataupun dari jarak jauh. Kini, usaha yang dimiliki oleh perempuan menyumbang 35 persen ke penjualan online, dua kali lipat dibandingkan dengan penjualan offline.
(dru) Next Article Barang Impor Bebas Merajalela di Shopee Cs, Peritel Pasrah
Angka tersebut tertuang dalam laporan terbaru dari McKinsey & Company. Dalam lima tahun saja, pemasukan diperkirakan meningkat delapan kali lipat hingga US$ 65 miliar (Rp 910 triliun).
"Sudah ada berbagai riset mengenai dampak teknologi digital pada ekonomi Indonesia," kata Phillia Wibowo, Presiden Direktur PT McKinsey Indonesia, seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (1/9/2018).
Evolusi perdagangan online di negara-negara lain memperlihatkan bahwa Indonesia saat ini menyerupai Tiongkok pada 2010, dengan penetrasi e-tailing, PDB per kapita, penetrasi internet, pembelanjaan ritel, dan urbanisasi ada di tingkatan yang serupa.
Berdasarkan pertumbuhan perdagangan online Tiongkok yang sangat cepat dari 3% pada 2016 ke 16% saat ini, sangat mungkin bagi Indonesia untuk bertumbuh dengan kecepatan yang sama atau bahkan lebih cepat karena kegemaran masyarakat Indonesia dalam menggunakan ponsel pintar dan media sosial.
Ekspansi perdagangan online di Indonesia membawa berbagai keuntungan bagi ekonomi, antara lain:
Pertama, Perdagangan online mendorong konsumsi. Penjualan offline bukan saja bergeser ke platform online; akan tetapi, perdagangan online mendorong penjualan menjadi lebih banyak.
"Riset kami menunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari perdagangan online - dengan penjualan senilai US$3 miliar (Rp 42 triliun) di 2017 - merupakan pembelanjaan tambahan. Proporsi ini kemungkinan akan meningkat ke US$22 miliar (Rp 308 triliun) pada 2022 berkat meluasnya perdagangan online ke daerah-daerah dimana ada kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi," jelasnya.
Kedua, Perdagangan online mendorong ekspor dari Indonesia dengan mempermudah para penjual untuk mencari dan memenuhi permintaan dari luar negeri. Sektor perhiasan di Indonesia sudah menikmati hasilnya, dengan adanya pengrajin-pengrajin yang menjual produk mereka ke para pemborong lokal, yang lalu menjual kembali ke peritel-peritel luar negeri, biasanya di Eropa dan Amerika Serikat.
"Kami memperkirakan bahwa perdagangan online bisa menghasilkan hingga US$26 miliar (Rp 364 triliun) dalam bentuk ekspor baru per tahun di Indonesia pada 2022," paparnya.
Ketiga, perdagangan online akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Saat ini, perdagangan online menyokong empat juta pekerjaan, sebuah angka yang bisa naik hingga 26 juta pada 2022.
"Beberapa bentuk pekerjaan akan berpindah dari dunia offline ke online, namun dampak keseluruhan akan positif. Satu hal yang akan sangat penting adalah memastikan bahwa para pekerja mempunyai kemampuan dan dukungan yang diperlukan untuk bertransisi ke pekerjaan-pekerjaan baru," jelas dia.
Keempat, dampak signifikan pertumbuhan perdagangan online pada kesetaraan sosial. Para konsumen di daerah-daerah kecil di luar Jawa tidak hanya mendapatkan pilihan produk yang lebih beragam, namun mereka juga bisa membeli produk-produk tersebut dengan harga lebih murah dibanding sebelumnya.
"Di luar pulau Jawa, harga-harga online lebih rendah antara 11 hingga 25 persen dibanding peritel tradisional. Selain itu, perdagangan online mendorong inklusi keuangan. Perdagangan online telah memungkinkan 300.000 pemilik usaha mikro," kata dia.
Kelima, perdagangan online mendukung kesetaraan gender karena memudahkan perempuan-perempuan untuk berpartisipasi dalam ketenagakerjaan, baik paruh waktu ataupun dari jarak jauh. Kini, usaha yang dimiliki oleh perempuan menyumbang 35 persen ke penjualan online, dua kali lipat dibandingkan dengan penjualan offline.
(dru) Next Article Barang Impor Bebas Merajalela di Shopee Cs, Peritel Pasrah
Most Popular