
Dirjen Pajak: Masih Ada Instansi yang Belum Mau Buka Data
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
30 August 2018 12:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) sudah siap menyambut era keterbukaan informasi pertukaran informasi perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI).
Infrastruktur teknologi informasi di internal otoritas pajak pun diklaim sudah siap untuk menampung ribuan data nasabah maupun wajib pajak, ketika AEoI resmi diberlakukan pada September tahun 2018.
Meskipun tinggal menghitung hari, otoritas pajak tak memungkiri, masih ada beberapa lembaga jasa keuangan (LJK) yang belum melaporkan data-data tersebut.
"Ada beberapa [LJK] yang belum kasih konfirmasi," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan, Kamis (30/8/2018).
Sebagai informasi, LJK memang diwajibkan untuk melaporkan informasi nasabah dalam rangka pelaksanaan keterbukaan informasi untuk tujuan perpajakan.
Kewajiban ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang diturunkan menjadi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 70 dan 73.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa sanksi yang dikenakan bagi LJK pelapor maupun non pelapor yang tidak melaporkan saldo rekening nasabah terkena pidana 1 tahun dan denda Rp 1 miliar.
"Kelihatannya [LJK yang tidak lapor data nsabah] tidak punya data yang mau di share, dan tidak harus. Jadi tidak perlu dilaporkan saat ini," katanya.
AEoI sendiri, diklaim bisa menutup sebagian besar peluang para wajib pajak - khususnya wajib pajak kelas kakap - yang menyembunyikan harta atau penghasilannya di luar negeri maupun dalam negeri.
Gandeng Mandiri
DJP bersama dengan Bank Mandiri (BMRI) bersinergi dalam upaya peningkatan penerimaan pajak.
Sinergi kedua instansi tersebut tertuang dalam pilot project pembuatan ID billing secara masal berbasis dokumen di Core Billing 2.0 melalui mekanisme e-Tax Buld Uploader.
Melalui e-Tax Build Uploader, diharapkan kecepatan proses pembuatan ID Billing mencapai 400.000 transaksi per jam. Sehingga, wajib pajak - khususnya korporasi - bisa lebih cepat dan efisien.
"Sejak lampau pembayaran pajak dilayani melalui billing system, sehingga wajib pajak bisa membayar lewat internet, rumah, lewat ATM, tanpa harus ke teller," kata Robert.
"Ini dirasakan perlu perbaikan supaya bisa melayani lebih cepat dan leih akurat. Error dikurangi dalam settlement dan pelayanan lainnya. [...] Orang bisa kesal karena sudah mau bayar, kurang dikit atau tidak bisa," jelasnya.
Robert mengatakan, kehadiran Core Billing 2.0 bisa mengurangi error system yang kerap kali dirasakan laman otoritas pajak. Dengan demikian, wajib pajak mendapatkan pelayanan yang maksimal.
"Ada tanggal tertentu yang selalu ramai. Jadi dalam satu bulan, ada beberapa tanggal yang jam," katanya.
Pilot project ini, sejatinya sudah di implementasikan sejak Januari 2018, di mana sampai saat ini sudah ada sekitar 40 nasabah yang terintegrasi dengan kontribusi pembayaran pajak sebesar Rp 600 miliar.
Perseroan, pun saat ini menjadi salah satu bank persepsi yang menerima setoran penerimaan negara dalam bentuk rupiah maupun valuta asing, dengan nilai Rp 405 triliun sepanjang 2017.
"Dari data itu, Rp 207 triliun itu penerimaan pajak. [...] Kita harapkan penerimaan pajak bisa lebih baik lagi," kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto.
(dru) Next Article Beredar, Sederet Nama yang Siap Jadi Dirut Bank Mandiri
Infrastruktur teknologi informasi di internal otoritas pajak pun diklaim sudah siap untuk menampung ribuan data nasabah maupun wajib pajak, ketika AEoI resmi diberlakukan pada September tahun 2018.
Meskipun tinggal menghitung hari, otoritas pajak tak memungkiri, masih ada beberapa lembaga jasa keuangan (LJK) yang belum melaporkan data-data tersebut.
![]() |
Sebagai informasi, LJK memang diwajibkan untuk melaporkan informasi nasabah dalam rangka pelaksanaan keterbukaan informasi untuk tujuan perpajakan.
Kewajiban ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang diturunkan menjadi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 70 dan 73.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa sanksi yang dikenakan bagi LJK pelapor maupun non pelapor yang tidak melaporkan saldo rekening nasabah terkena pidana 1 tahun dan denda Rp 1 miliar.
"Kelihatannya [LJK yang tidak lapor data nsabah] tidak punya data yang mau di share, dan tidak harus. Jadi tidak perlu dilaporkan saat ini," katanya.
AEoI sendiri, diklaim bisa menutup sebagian besar peluang para wajib pajak - khususnya wajib pajak kelas kakap - yang menyembunyikan harta atau penghasilannya di luar negeri maupun dalam negeri.
Gandeng Mandiri
DJP bersama dengan Bank Mandiri (BMRI) bersinergi dalam upaya peningkatan penerimaan pajak.
Sinergi kedua instansi tersebut tertuang dalam pilot project pembuatan ID billing secara masal berbasis dokumen di Core Billing 2.0 melalui mekanisme e-Tax Buld Uploader.
Melalui e-Tax Build Uploader, diharapkan kecepatan proses pembuatan ID Billing mencapai 400.000 transaksi per jam. Sehingga, wajib pajak - khususnya korporasi - bisa lebih cepat dan efisien.
"Sejak lampau pembayaran pajak dilayani melalui billing system, sehingga wajib pajak bisa membayar lewat internet, rumah, lewat ATM, tanpa harus ke teller," kata Robert.
"Ini dirasakan perlu perbaikan supaya bisa melayani lebih cepat dan leih akurat. Error dikurangi dalam settlement dan pelayanan lainnya. [...] Orang bisa kesal karena sudah mau bayar, kurang dikit atau tidak bisa," jelasnya.
Robert mengatakan, kehadiran Core Billing 2.0 bisa mengurangi error system yang kerap kali dirasakan laman otoritas pajak. Dengan demikian, wajib pajak mendapatkan pelayanan yang maksimal.
"Ada tanggal tertentu yang selalu ramai. Jadi dalam satu bulan, ada beberapa tanggal yang jam," katanya.
Pilot project ini, sejatinya sudah di implementasikan sejak Januari 2018, di mana sampai saat ini sudah ada sekitar 40 nasabah yang terintegrasi dengan kontribusi pembayaran pajak sebesar Rp 600 miliar.
Perseroan, pun saat ini menjadi salah satu bank persepsi yang menerima setoran penerimaan negara dalam bentuk rupiah maupun valuta asing, dengan nilai Rp 405 triliun sepanjang 2017.
"Dari data itu, Rp 207 triliun itu penerimaan pajak. [...] Kita harapkan penerimaan pajak bisa lebih baik lagi," kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto.
![]() |
(dru) Next Article Beredar, Sederet Nama yang Siap Jadi Dirut Bank Mandiri
Most Popular