Internasional
China Mau Pererat Perdagangan, Malaysia: Kami Ingin yang Adil
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 August 2018 15:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan China berharap upaya mempererat hubungan perdagangan dengan Malaysia akan menghasilkan keseimbangan yang lebih besar dalam perdagangan dua arah kedua negara.
Ia menyampaikan hal itu dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad hari Senin (20/8/2018) setelah mengadakan pembicaraan perdagangan di Beijing, China.
Mahathir sedang berkunjung ke China untuk berusaha menegosiasikan atau bahkan membatalkan berbagai proyek yang didanai China senilai lebih dari US$20 miliar (Rp 291,7 triliun).
Li juga mengatakan negaranya siap untuk "menambah dalam jumlah yang sangat signifikan" impor minyak sawit dan hasil pertanian lainnya untuk memenuhi kebutuhan konsumen China, yang merupakan pasar ekspor terbesar ketiga di Malaysia setelah India dan Uni Eropa.
Ia mengatakan kesepakatan yang dicapai selama pembicaraan dan serangkaian nota kesepahaman yang ditandatangani selama kunjungan Mahathir telah mengirim pesan bahwa kedua negara akan "tetap saling bersahabat satu sama lain dalam jangka panjang."
Nota kesepahaman yang ditandatangani termasuk mengenai currency swap bilateral, minyak kelapa sawit, karet, dan impor durian,
Namun Mahathir (93 tahun), hanya menanggapi dingin ketika Li, yang berbicara langsung kepadanya, bertanya apakah dia yakin mereka sepakat untuk memelihara perdagangan bebas.
"Saya setuju dengan Anda bahwa perdagangan bebas harus dijalankan, tetapi perdagangan bebas tentu juga harus perdagangan yang adil," kata Mahathir.
"Kami tidak ingin situasi di mana ada kolonialisme versi baru terjadi karena negara-negara miskin tidak dapat bersaing dengan negara-negara kaya," tambahnya, dilansir dari Reuters.
Mahathir tidak menyebutkan proyek-proyek apa saja yang dibahas dalam kunjungannya itu namun sebelum kepergiannya ke Beijing, ia telah berulang kali berjanji untuk membicarakan kembali kesepakatan infrastruktur dengan China "yang tidak adil" yang dibuat di bawah perdana menteri sebelumnya, Najib Razak.
Inti dari dorongan infrastruktur China melalui inisiatif Belt and Road di Malaysia adalah proyek East Coast Rail Link senilai US$20 miliar, sebuah proyek yang telah ditangguhkan Mahathir sementara waktu karena menunggu pembicaraan tentang penetapan biayanya.
Mahathir juga telah menghentikan pekerjaan pada dua proyek senilai lebih dari US$2,3 miliar yang diberikan kepada Biro Pipa Minyak China (China Petroleum Pipeline Bureau) yang telah dikaitkan dengan korupsi dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB) Malaysia.
(prm) Next Article Mahathir Jadi PM Malaysia, Investasi China Bisa Terpukul
Ia menyampaikan hal itu dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad hari Senin (20/8/2018) setelah mengadakan pembicaraan perdagangan di Beijing, China.
Mahathir sedang berkunjung ke China untuk berusaha menegosiasikan atau bahkan membatalkan berbagai proyek yang didanai China senilai lebih dari US$20 miliar (Rp 291,7 triliun).
Ia mengatakan kesepakatan yang dicapai selama pembicaraan dan serangkaian nota kesepahaman yang ditandatangani selama kunjungan Mahathir telah mengirim pesan bahwa kedua negara akan "tetap saling bersahabat satu sama lain dalam jangka panjang."
Nota kesepahaman yang ditandatangani termasuk mengenai currency swap bilateral, minyak kelapa sawit, karet, dan impor durian,
Namun Mahathir (93 tahun), hanya menanggapi dingin ketika Li, yang berbicara langsung kepadanya, bertanya apakah dia yakin mereka sepakat untuk memelihara perdagangan bebas.
"Saya setuju dengan Anda bahwa perdagangan bebas harus dijalankan, tetapi perdagangan bebas tentu juga harus perdagangan yang adil," kata Mahathir.
"Kami tidak ingin situasi di mana ada kolonialisme versi baru terjadi karena negara-negara miskin tidak dapat bersaing dengan negara-negara kaya," tambahnya, dilansir dari Reuters.
Mahathir tidak menyebutkan proyek-proyek apa saja yang dibahas dalam kunjungannya itu namun sebelum kepergiannya ke Beijing, ia telah berulang kali berjanji untuk membicarakan kembali kesepakatan infrastruktur dengan China "yang tidak adil" yang dibuat di bawah perdana menteri sebelumnya, Najib Razak.
Inti dari dorongan infrastruktur China melalui inisiatif Belt and Road di Malaysia adalah proyek East Coast Rail Link senilai US$20 miliar, sebuah proyek yang telah ditangguhkan Mahathir sementara waktu karena menunggu pembicaraan tentang penetapan biayanya.
Mahathir juga telah menghentikan pekerjaan pada dua proyek senilai lebih dari US$2,3 miliar yang diberikan kepada Biro Pipa Minyak China (China Petroleum Pipeline Bureau) yang telah dikaitkan dengan korupsi dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB) Malaysia.
(prm) Next Article Mahathir Jadi PM Malaysia, Investasi China Bisa Terpukul
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular