Internasional

Gunakan Cryptocurrency, Krisis Venezuela Masih Akan Berlanjut

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 August 2018 10:41
Gunakan Cryptocurrency, Krisis Venezuela Masih Akan Berlanjut
Foto: REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Caracas, CNBC Indonesia - Rencana reformasi untuk mengatasi hiperinflasi di Venezuela yang diumumkan Presiden Nicolas Maduro pada Sabtu (18/8/2018) malah menimbulkan ketidakpastian.

Menjelang perombakan mata uang utama pada Senin, ketika Caracas akan mulai mengeluarkan uang kertas baru setelah memotong lima angka nol dari bolivar yang lumpuh, Maduro menjelaskan langkah-langkah lain yang ia harapkan akan menarik Venezuela keluar dari krisis.

Langkah-langkah itu, yang diungkapkan dalam pidato, termasuk kenaikan upah minimum besar-besaran, yang sudah naik untuk kelima kalinya sepanjang tahun ini. Namun para analis mengatakan perombakan radikal hanya bisa membuat masalah menjadi lebih buruk.

"Akan ada banyak kebingungan dalam beberapa hari ke depan, bagi konsumen dan sektor swasta," kata direktur konsultan Ecoanalitica, Asdrubal Oliveros. "Ini skenario yang kacau." Tambahnya, dilansir dari AFP.

Tiga kelompok oposisi terkemuka di negara itu (Primero Justicia, Voluntad Popular dan Causa R) menolak rencana reformasi dan merencanakan demo pada hari Selasa.



Maduro, yang merupakan mantan sopir bus dan pemimpin serikat buruh, mengatakan negara itu perlu menunjukkan "disiplin fiskal" dan menghentikan pencetakan uang yang berlebihan yang telah umum terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Mata uang baru akan dinamai bolivar kedaulatan (sovereign), dibuat untuk membedakan dari mata uang yang ada saat ini, yang secara ironis disebut 'bolivar yang kuat'. Bolivar yang baru akan dikaitkan ke cryptocurrency yang sangat terdiskreditkan di negara itu, petro.

Setiap petro akan bernilai sekitar US$60, berdasarkan harga satu barel minyak Venezuela. Dalam mata uang baru, nilainya akan menjadi 3.600 bolivar negara. Perubahan itu menandakan devaluasi besar-besaran.

Sementara itu, upah minimum akan ditetapkan sebesar setengah petro (1.800 sovereign bolivars), mulai hari Senin. Jumlahnya sekitar US$28, lebih dari 34 kali tingkat upah sebelumnya yang kurang dari satu dolar pada tingkat pasar gelap yang berlaku.

Maduro juga mengatakan negara itu akan memiliki satu nilai tukar resmi yang berfluktuasi, juga dipatok ke petro, tanpa mengatakan apa tingkat awalnya.

Namun nyatanya, upah minimum bulanan, yqng hancur oleh inflasi dan devaluasi agresif bolivar, masih belum cukup untuk membeli satu kilo daging.

Di ibukota Caracas, warga skeptis tentang langkah-langkah baru tersebut. "Semuanya akan tetap sama, harga akan terus meningkat," kata Bruno Choy (39 tahun), pemilik stan makanan jalanan, kepada AFP.

Angel Arias, pensiunan berusia 67 tahun, menyebut mata uang baru sebagai "kebohongan murni!"



Dana Moneter Internasional memperkirakan inflasi akan mencapai 1.000.000% tahun ini di Venezuela, yang sekarang ini memasuki tahun keempat resesi. Negara telah lumpuh karena kekurangan barang-barang pokok dan minimnya layanan publik.

Maduro menyebut kesengsaraan keuangan negara itu disebabkan oleh "plot" oposisi dan sanksi Amerika, tetapi ia juga mengatakan bahwa pemerintah akan mampu bangkit ketika menjalankan redenominasi mata uang.

Pemerintahannya pada hari Sabtu membalas kritik terhadap rencana reformasi ekonomi tersebut.

"Jangan memperhatikan para penentang," kata Menteri Informasi Jorge Rodriguez. "Dengan pendapatan minyak, dengan pajak dan pendapatan dari kenaikan harga bensin ... kita akan dapat mendanai program kami."

Transaksi elektronik ditetapkan akan ditunda dari hari Minggu untuk memfasilitasi pengenalan rencana baru itu.

Produksi minyak menyumbang 96% dari pendapatan Venezuela, tetapi jumlahnya telah merosot ke level terendah dalam 30 tahun menjadi 1,4 juta barel per hari (bpd), dibandingkan dengan rekor tingginya 3,2 juta bpd 10 tahun lalu.

Defisit fiskal hampir 20% dari PDB, padahal Venezuela juga memiliki utang luar negeri sebesar US$150 miliar.

Venezuela meluncurkan petro dalam upaya mencari likuiditas untuk mencoba menghindari sanksi AS yang secara keseluruhan menghapuskan pembiayaan internasional.

Tapi ada alasan lain mengapa redenominasi belum bisa menenangkan keadaan atau menarik kepercayaan investor. Hal itu adalah karena Venezuela pernah melakukan itu sebelumnya.

Pendahulu Maduro, Hugo Chavez, menanggalkan tiga nol dari bolivar pada 2008, tetapi langkah itu gagal mencegah hiperinflasi.

Oliveros memperingatkan bahwa catatan bank baru akan runtuh "dalam beberapa bulan" jika hiperinflasi tidak terkendali.

Menurut ekonom Jean Paul Leidenz, Venezuela mencoba untuk meniru Brasil, yang menggantikan mata uang lama cruzeiro dengan mata uang riil pada 1990-an setelah yang pertama dihancurkan oleh hiperinflasi.

Namun dia mengatakan bahwa itu tidak akan berhasil karena kacaunya fiskal pemerintah dan kurangnya pembiayaan.



Situs rating Cryptocurrency ICOindex.com telah mencap petro sebagai 'penipuan', sementara AS telah melarang warganya untuk berdagang dengan Venezuela.

"Mematok bolivar ke petro berarti menahannya hingga mati," kata ekonom Luis Vicente Leon, direktur di organisasi polling Datanalisis.

Sejak awal, belum jelas bagaimana petro akan beroperasi, atau apa yang didukung oleh minyak akan berarti.

Pemerintah Maduro yang putus asa berpegang pada hal-hal remeh untuk mencoba memperbaiki krisis ekonomi negara itu.

Awal pekan ini, ia mengumumkan pembatasan pada bahan bakar bersubsidi besar dalam upaya untuk mencegah minyak diselundupkan ke negara lain.

Subsidi hanya akan tersedia bagi warga yang mendaftarkan kendaraan mereka untuk memiliki "kartu tanah air", yang ditentang oleh oposisi sebagai mekanisme untuk melakukan kontrol sosial terhadap lawan.

Subsidi bahan bakar telah membuat Venezuela menghabiskan US$10 miliar sejak 2012, menurut analis minyak Luis Oliveros, tetapi tanpa langkah itu, kebanyakan orang tidak akan bisa membeli bahan bakar.



Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular