Internasional

India Putuskan Tunda Serangan Dagang Baru ke AS

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
07 August 2018 15:12
India Putuskan Tunda Serangan Dagang Baru ke AS
Foto: REUTERS/Amit Dave
Jakarta, CNBC Indonesia - India pada bulan Juni resmi terlibat di dalam perang dagang yang tengah berlangsung ketika negara itu mengumumkan bea masuk untuk membalas tarif impor yang dikenakan Washington terhadap baja dan aluminium. Jika rencana tersebut diterapkan, negara Asia Selatan itu berisiko menjadi sasaran bea masuk Gedung Putih.

New Delhi mengusulkan kenaikan bea masuk terhadap 29 produk impor asal Amerika Serikat (AS) senilai US$241 juta (Rp 3,4 triliun) dan rencananya mulai diterapkan tanggal 4 Agustus. Produk AS yang menjadi target termasuk kacang almond, apel, kacang walnut, dan produk-produk baja antikarat (stainless steel) tertentu.

Namun, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi pekan lalu memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk sampai bulan depan karena negosiasi dengan pejabat-pejabat AS sedang dilakukan, menurut kantor berita setempat yang dikutip CNBC International.

Jika kedua negara tidak dapat mencapai sebuah kesepakatan, maka bea masuk dari New Delhi akan diterapkan sesuai rencana. Tindakan itu dapat mendesak Washington untuk merespons dengan tindakan serupa ke India, sama seperti yang dilakukannya ke China. Imbasnya, hal tersebut dapat menyebabkan masalah untuk Modi saat dia berkampanye untuk terpilih kembali tahun depan, kata para analis.

Jika Gedung Putih mengalihkan perhatiannya ke ekspor terbesar India ke AS, seperti berlian, makanan laut, suku cadang otomotif, dan obat-obatan, hal tersebut bisa menjadi risiko bagi Modi dan perekonomian India, kata Amitendu Palit selaku senior fellow yang memiliki keahlian di bidang kebijakan perdagangan dan ekonomi di National University of Singapore.

Tim Trump juga bisa menekan New Delhi untuk membuka industri perkebunan dan susu, dua sektor yang sensitif secara politik di ekonomi India yang berbasis di pedesaan, tambah Palit.

Negara demokrasi terbesar di dunia itu terkenal akan pungutan tinggi terhadap produk-produk pertanian impor sebagai cara untuk melindungi kelangsungan hidup populasi petaninya yang besar. Kekeringan dan anjloknya harga komoditas yang belakangan terjadi juga memicu kenaikan bea masuk di India.

Di bulan Februari, pemerintah melipatgandakan pungutan terhadap produk gula menjadi 100%, sementara pungutan untuk produk buncis naik jadi 40%.

AS sebelumnya mendesak India untuk membuat bea masuk pertaniannya tetap rendah. Namun, karena usulan tarif impor balasan India sebagian besar fokus pada pertanian, Washington kini memiliki kesempatan baru untuk meningkatkan pertaruhannya.

India mengunggulkan keuntungan kompetitif atas layanan-layanan AS seperti teknologi informasi, serta layanan ekspor yang sudah berada di bawah ancaman karena pemerintah Trump memperketat peraturan visa H-1B.

Untuk diketahui, H-1B visa diberikan AS kepada para tenaga kerja asing dengan pekerjaan khusus. Prosedur penerbitan visa H-1B yang lebih ketat dapat membatasi jumlah warga negara India yang bekerja di Negeri Paman Sam.

"Karena pemerintah AS memperketat imigrasi dan pekerja luar negeri, otoritas India kemungkinan akan berjaga-jaga terhadap kemungkinan bahwa sekstor yang sensitif dan krusial kemungkinan jatuh ke radar berikutnya, termasuk obat-obatan, yang mana AS telah memperketat kewaspadaan dan pemeriksaan kualitas," kata Radhika Rao selaku ekonom di DBS, bank terbesar di Asia Tenggara.
Keputusan New Delhi untuk melawan mungkin mengejutkan beberapa pihak karena negara itu bukanlah pengekspor baja dan alumunium utama di AS. Pada tahun 2017, AS tercatat mengimpor sekitar 2% baja dari India, menurut data dari HIS Global Trade Atlas. Sementara itu AFP melaporkan hanya sekitar 2% aluminum India yang dikirimkan ke AS.

Namun, mempertimbangkan sejarah panjang perselisihan perdagangan bilateral, sikap yang diambil India tidak sepenuhnya tiba-tiba.

New Delhi dan Washington berkali-kali saling menyerang di depan badan penyelesaian sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dalam beberapa tahun belakangan. Pada tahun 2013, India mengeluhkan tekstil dan pakaian AS yang dilindungi dari kompetisi impor. Kemudian di tahun 2013, AS menentang program tenaga surya nasional India dan mengklaim program tersebut mendiskriminasi untuk membantu perusahaan-perusahaan domestik.

"Isu-isu perdagangan sudah menjadi pengganggu hubungan [AS-India] selama bertahun-tahun, jadi hal ini tidak sepenuhnya baru," kata Dhruva Jaishankar, seorang fellow kebijakan luar negeri di Brookings India, merujuk pada sikap tegas India.

Modi diyakini mengikuti jejak China, Uni Eropa (UE), dan Kanada yang telah mengumumkan upaya pembalasan terhadap Washington.

Pembalasan India tidaklah unik karena "semua pemerintah nasional kemungkinan mengadopsi strategi bertahan karena relasi dagang tertekan," kata Rao.

Sebelumnya diberitakan, Beijing merespons dengan usulan bea masuk 25% terhadap produk impor AS senilai US$34 miliar. Jika Washington merespons dengan kenaikan tarif impor baru, maka negara dengan perekonomian terbesar itu dapat memberlakukan bea masuk 5%-25% terhadap produk asal AS senilai US$60 miliar.

Sementara itu, blok Eropa saat ini telah mengusulkan bea masuk baru terhadap produk AS senilai lebih dari US$3 miliar, termasuk bourbon, selai kacang, dan jus jeruk.

Para pejabat Amerika mengatakan mereka sudah berbicara dengan mitra-mitra dari China, tetapi belum ada kesepakatan yang dicapai. Sementara, AS dan UE sepakat untuk menegosiasikan pengurangan tarif. Tidak seperti situasi antara Washington dan Beijing, perselisihan antara AS dan India diprediksi tidak akan semakin memanas. Fakta bahwa Modi memutuskan untuk menangguhkan bea masuk mengindikasikan harapan tentang sebuah solusi saling menguntungkan yang bisa diterima, kata para pakar.

"India telah memilih untuk mengambil posisi negosiasi yang kuat dalam perselisihan bilateral dengan Washington, tetapi juga meninggalkan ruang gerak yang cukup bagi kedua belah pihak untuk mencapai akomodasi," kata Jaishankar.

"Nilai barang-barang yang dikenakan tarif impor India itu timbal-balik, jadi cukup mungkin [perselisihan] ini tidak akan semakin memanas," tambahnya.

Menambahkan optimism tersebut, Kementerian Perdagangan AS pekan lalu memberi status spesial kepada New Delhi yang memberi pengabaian otomatis untuk ekspor militer dan teknologi penggunaan ganda (dual-use) tertentu. Dikenal dengan sebutan Strategic Trade Authorization-1 (STA-1), status itu biasanya dipesan untuk sekutu perjanjian dan menggarisbawahi pentingnya relasi keamanan AS-India.

Washington tidak melihat India dengan cara yang sama seperti melihat China, menurut Palit, yang menyebutkan konvergensi negara-negara tentang banyak isu. Menghargai hubungan keseluruhan kemungkinan akan mendorong kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan tentang bea masuk, katanya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular