Tiga Kebijakan yang Buktikan Jokowi Bernyali 'Lawan' Asing

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
01 August 2018 10:37
Kebijakan GPN: Bye Visa dan MasterCard!
Foto: CNBC Indonesia/Gita Rossiana
Indonesia telah memiliki Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Sebuah sistem yang terdiri atas Standard, Switching, dan Services.

Ketiga sistem dalam GPN tersebut dibangun melalui seperangkat aturan dan mekanisme untuk mengintegrasikan berbagai instrumen dan kanal pembayaran secara nasional. Indonesia tak lagi tergantung dengan sistem 'asing' yang hampir menguasai setiap jaringan pembayaran.

Logo Visa dan MasterCard, akrab di setiap kartu yang berada di dompet para nasabah. Tak terkecuali kartu ATM, Debit, dan kartu Kredit.

Jumlah kartu ATM, debit dan kredit yang hadir di masyarakat, ditunjang dengan semakin banyaknya bank domestik dan asing yang muncul di Indonesia. Setiap bank tersebut memiliki kelebihan tersendiri dari setiap kartu yang diterbitkan guna menarik minat masyarakat untuk mau memilikinya.

Dengan cara tersebut mau tidak mau masyarakat harus membuka rekening terlebih dahulu sebelum mendapatkan kartu yang diinginkan. Sebelum adanya GPN (kartu berlogo Garuda dengan switching nasional), setiap kartu memiliki biaya adminstrasi tersendiri dari setiap transaksi yang dilakukan.

Dengan adanya GPN, segala biaya-biaya yang ada dapat ditekan (efisien) dibandingkan sebelumnya karena antar masing masing bank penyedia merchant akan saling terkoneksi.

Misalnya ketika tarik tunai, jika biasanya nasabah yang mengambil uang di ATM yang berbeda dengan kartu yang dimiliknya akan dikenakan biaya sekitar Rp 6.000-Rp 7.500. Namun, dengan kehadiran GPN, biaya tersebut dapat lebih murah.

Sementara jika ditinjau dari penggunaan merchant asing seperti Visa dan MasterCard, dimana hal yang disorot soal aliran dana yang berasal dari transaksi nasabah, melalui GPN setiap transasksi yang menggunakan merchant tersebut akan settle dalam negeri sehingga pemerintah dapat lebih mudah memantau potensi pajak yang bisa didapat.

Melihat berbagai kelebihan yang ditawarkan kebijakan GPN, maka hal ini seperti sudah menjadi kebutuhan agar masyarakat juga tidak terbebani dengan biaya-biaya yang terlalu tinggi akibat tidak teintegrasinya antar merchant/ATM yang ada.

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bercerita, usai mengadakan rakor soal GPN beberapa waktu lalu. Dari situ terungkap, karena GPN, program nasional tersebut menjadi salah satu alasan pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah komando Presiden Donald Trump mengkaji ulang produk-produk ekspor Indonesia ke negara itu yang masuk GSP atau generalized system of preferences.

GSP adalah fasilitas atau hak istimewa yang diberikan kepada produk-produk ekspor dari seluruh negara ke AS dan sudah diterapkan sejak 1974. Setidaknya ada 112 negara merdeka dan 17 teritori yang mendapatkan hak istimewa dengan jumlah produk yang diberikan sekitar 5.000-an.

Evaluasi Pemerintah AS terhadap Indonesia terkait hambatan di sektor asuransi, GPN, data processing center, serta intelectual property right.

"Untuk mengevaluasi mereka punya daftar permintaan kita kok dihambat-hambat di Indonesia. Ada yang mengenai asuransi, national payment gateway (Gerbang Pembayaran Nasional/GPN), ada mengenai data processing center, ada mengenai intelectual property rights, pertanian, nah tadi itu kita membahas 3 yang pertama itu untuk merumuskan kita tawarannya apa," kata Darmin

Menurut Darmin pemerintah telah menyiapkan jurus menghadapi warning perang dagang AS karena merasa dihambat proses bisnis industri dari negara adidaya di Indonesia, cuma Darmin enggan mengungkapnya.

"Kita sudah punya kesimpulan tapi kan itu nggak bisa ngomongin, kalau di sana nggak mau, repot lagi kita, lebih baik kita jangan cerita-ceritakan dulu," kata Darmin.

GPN ini sempat menjadi bahan diskusi ketika Presiden Bank Dunia berkunjung menemui Jokowi tahun lalu.

(ray)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular