Industri Kelautan Singapura Mulai Pulih, Tapi Tak Sejaya Dulu

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
30 July 2018 15:20
Industri Kelautan Singapura Mulai Pulih, Tapi Tak Sejaya Dulu
Foto: strait times
Singapura, CNBC Indonesia - Turunnya pertumbuhan Singapura dalam beberapa tahun terakhir, perebutan industri lepas pantai dan kelautan, telah mematahkan kerugian selama tiga tahun berturut-turut. Meskipun begitu, para eksekutif industri tidak yakin akan segera kembali ke masa kejayaan.

Industri ini beserta sektor keuangan papan atas telah menjadi pilar utama dari transformasi ekonomi Singapura menjadi perekonomian kelas atas dunia sejak merdeka dari penjajahan Inggris di tahun 1965, serta menjadi sumber kebanggaan nasional. Namun, anjloknya harga minyak di tahun 2014 telah menyebabkan ribuan orang kehilangan pekerjaan, serta beberapa kegagalan pembayaran utang dan miliaran dolar restrukturasi utang.

Kini seiring dengan kenaikan harga minyak LCOc1, industri kembali bergairah. Lonjakan produksi 28,3% dari sektor kelautan dan teknik lepas pantai pada bulan Juni adalah yang terbesar sejak Maret 2014.

Meskipun begitu, perusahaan-perusahaan Singapura yang babak belur bersiap untuk pemulihan dalam waktu yang lama. Para penyelam spesialis dan insinyur yang melayani rig-rig di perairan Asia Tenggara sudah pindah dan kemungkinan tidak mau kembali dengan upah lebih rendah.

Para bankir yang terkena dampak dari sektor tersebut enggan memberi pinjaman. Harga minyak juga membaik nyaris terlalu cepat bagi klien eksplorasi dan produksi minyak agar percaya diri dalam mengubah pertanyaan menjadi pesanan sebenarnya.

"Sementara kami mungkin ada di siklus terbawah, kami memandang pemulihan sebagai [proses yang] lebih bertahap dengan risiko sebagian besar pesanan yang diperoleh menjadi pekerjaan bermarjin rendah atau nol," kata Ajay Mirchandani, Kepala Riset untuk ASEAN di JP Morgan. "Kami tidak akan mendekati masa kejayaan dalam waktu dekat."

Misalnya saja Kim Heng Offshore and Marine Holdings, sebuah perusahaan yang menyediakan layanan rig dan memiliki galangan kapal. Saat situasi sedang turun, perusahaan itu memangkas sepertiga jumlah pekerjanya, memotong gaji 10%-20% dan menjual sekitar tujuh tongkang.

Seiring dengan pemulihan harga minyak, perusahaan itu telah melewati penjualan yang tertekan dan membeli beberapa kapal yang digunakan untuk menarik dan menambatkan rig seharga US$3,2 juta (Rp 46,1 miliar) per kapal, atau sekitar 10% dari harga normal. Perusahaan itu berencana memiliki 15 kapal dan mengharapkan bantuan dari investor ekuitas swasta.

Namun, ini adalah investasi untuk masa depan dan dapat menarik lebih banyak dana ke sektor tersebut, tergantung bagaimana harga minyak akan naik. Harga minyak perlu mempertahankan pemulihannya sampai tahun depan untuk mendorong sentiment klien, kata CEO Thomas Tan kepada Reuters.

"Pada akhrinya kenaikan harga minyak akan memberi [perusahaan] uang yang cukup untuk kembali diinvestasikan nantinya, yang kemungkinan akan terjadi tahun depan," katanya. "Mereka perlahan-lahan meningkatkan investasinya tetapi tidak besar. Permintaan masih cukup rendah."

Pertumbuhan perekonomian Singapura yang bergantung pada perdagangan melambat akibat anjloknya harga minyak. Perekonomiannya mulai pulih karena terdapat peningkatan di sektor-sektor seperti elektronik, meski para ekonom mengatakan Negara Singa itu menghadapi dampak dari perang dagang AS-China.
Kontribusi produksi langsung dari industri lepas pantai dan kelautan menyusut sejak tahun 2014 menjadi sekitar 1% dari perekonomian negara. Namun, dampak signifikannya lebih dari manufaktur.


Bisnis properti tertekan karena perusahaan membutuhkan lebih sedikit lahan kantor, pekerja yang membutuhkan tempat tinggal juga lebih sedikit. Insinyur dengan bayaran mumpuni berhenti berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Para eksekutif pun ragu bisa membawa mereka kembali.

"Selama semua krisis ini ... kami telah kehilangan cukup banyak karyawan berbakat ke industri-industri lain. Sehingga, membangunnya kembali pun butuh waktu," kata Sean Lee, Direktur Eksekutif Marco Polo Marine yang memiliki kapal pendukung lepas pantai, kapal penarik, dan kapal tongkang. Perusahaan itu baru saja menyelesaikan restrukturasi utang setelah memperoleh permintaan "hampir nol" selama dua tahun sebelumnya.

"Akan sulit menarik orang-orang baru atau bahkan menarik kembali yang sudah pergi," katanya.

Bahkan perusahaan kelas berat di sektor itu seperti Keppel Corp dan Sembcorp Marine berkata belakangan mereka tidak mengharapkan segala bentuk pemulihan yang cepat.

"Sementara keseluruhan sentimen dan pengeluaran belanja modal lepas pantai mulai membaik, perlu beberapa waktu sebelum pesanan baru yang berkelanjutan muncul," kata Wong Weng Syn, Direktur Eksekutif Sembcorp Marine dalam paparannya bulan ini.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular