Internasional

Perang Dagang: Pelabuhan AS Kehilangan Bisnis & PHK Karyawan

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
30 July 2018 11:44
Perang Dagang: Pelabuhan AS Kehilangan Bisnis & PHK Karyawan
Foto: REUTERS/Lucy Nicholson
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelabuhan-pelabuhan di Amerika Serikat (AS), yang menangani barang senilai ratusan miliar dolar setiap tahun, akan menjadi pihak pertama yang merasakan dampak negatif jika perang dagang mulai membuat perekonomian global melambat.

Maka dari itu, seiring dengan ancaman penerapan tarif terhadap produk impor China senilai US$200 miliar (Rp 2.879 triliun) yang dikeluarkan Gedung Putih, manajer-manajer pelabuhan mempersiapkan diri terkait prospek pembatalan pengiriman dan hilangnya lapangan pekerjaan.

"Itu akan menjadi sebuah perubahan," kata Mario Cordero, Direktur Eksekutif di Pelabuhan Long Beach, California, dilansir dari CNBC International. "Itu akan mengganggu lapangan kerja di pelabuhan dan merugikan perekonomian negara bagian dan nasional."

Sebagai pintu gerbang nasional tersibuk untuk produk impor China, pelabuhan Los Angeles dan Long Beach ada di garis terdepan dalam perang dagang dengan Beijing.

Untuk diketahui, tahun lalu pelabuhan-pelabuhan di bagian selatan California menangani produk impor China senilai US$173 miliar, atau sekitar sepertiga dari semua barang yang dikirim dari China ke AS.

Meskipun demikian, dampak pelebaran tarif terhadap produk-produk China akan dirasakan oleh 328 pelabuhan resmi yang dikelola oleh Perlindungan Pabean dan Perbatasan (Customs and Border Protection/CBP) AS, di mana produk dari China senilai lebih dari US$505 miliar masuk lewat pelabuhan-pelabuhan itu tahun lalu.

Sebagai tambahan, barang-barang dan komoditas AS senilai US$130 miliar dikirimkan ke China melalui pelabuhan-pelabuhan tersebut setiap tahunnya dan memproduksi defisit perdagangan barang sebesar $375 miliar.

Sebagian besar ekonom sepakat pemerintahan Trump salah membaca dampak ketidakseimbangan perdagangan, yang mereka sebut tidak menyebabkan kerugian ekonomi ke AS. Namun, defisit dagang dengan China telah menjadi poin utama bagi Presiden Trump dan para pendukungnya, yang mendukungnya di bulan Juni ketika pemerintah secara sepihak meningkatkan tarif terhadap produk impor China senilai $34 miliar.

China segera melakukan pembalasan dengan tarif terhadap produk impor AS senilai US$34 miliar. Pemerintah Trump kemudian mengatakan sedang mempersiapkan tarif tambahan terhadap produk China senilai US$200 miliar.

Pekan lalu, meski belum ada perbincangan yang sedang dilakukan antara Washington dan Beijing, Trump berkata dia mau memberlakukan tarif terhadap setiap produk buatan China yang dikirim ke AS.

"Saya siap [memberlakukan tarif ke produk impor China senilai] sampai 500 [miliar dolar]," katanya kepada CNBC International.

Dampak langsung dari tindakan seperti itu akan dirasakan oleh operator-operator pelabuhan, perusahaan pengiriman dan pekerjanya. Misalnya, pelabuhan Los Angeles dan Long Beach mengestimasi mereka menopang hampir jutaan lapangan pekerjaan di seluruh California Selatan. 

Tahun lalu, perdagangan dengan China dalam impor dan ekspor terhitung US$145 miliar, atau lebih dari setengah total perdagangan yang diterima pelabuhan-pelabuhan Los Angeles sebesar US$284 miliar.

Maka dari itu, segala bentuk pelemahan aliran perdagangan China dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK), kata Cordero. Lesunya perdagangan dengan China juga dapat memangkas pendapatan pajak daerah dan negara sebesar US$320 miliar yang dihasilkan setiap tahun dari aliran perdagangan di pelabuhan-pelabuhan di seluruh negara, katanya.

Foto: CNBC Indonesia

Untuk saat ini, volume perdagangan AS dengan China nampaknya naik. Bahkan, dalam jangka pendek terdampak lonjakan pengiriman komoditas karena para produsen mencoba mendahului kenaikan tarif, kata Kurt Nagle selaku presiden Asosiasi Otoritas Pelabuhan AS (American Association of Port Authorities).

Volume perdagangan dengan China biasanya naik di bulan-bulan ini karena industri pengiriman memasuki musim puncak bisnisnya. Puncak pengiriman diawali dengan peningkatan acara-acara ritel yang dimulai bulan depan dengan promosi penjualan 'kembali ke sekolah' dan berlangsung sampai musim belanja liburan di bulan Desember. Beberapa peritel dan pemasok kabarnya mempertimbangkan untuk meningkatkan pesanannya sebelum tarif naik.

Sejauh ini, musim liburan menjadi salah satu faktor kuat bari para peritel berkat peningkatan kepercayaan konsumen dan pendapatan, serta pajak yang lebih rendah, kata James Bohnaker selaku analis di HIS Markit. Dia memprediksi penjualan akan naik 4,9% dari tahun lalu, seiring dengan musim 'kembali ke sekolah' yang terkuat sejak 2014.

Hal tersebut bisa berubah jika konsumen memperoleh harga lebih mahal dari kenaikan tarif yang ditargetkan ke produk-produk impor asal China. Segala bentuk penurunan belanja konsumen, yang menyumbang dua pertiga produk domestik bruto (PDB) AS, akan segera mengganggu perekonomian yang lebih luas.

Sementara dampak awal perekonomian dari tarif belum terasa, situasi bisa berubah drastis jika Trump merealisasikan ancaman tarif tambahan ke produk China, menurut Greg Daco selaku ekonom di Oxford Economics.



Daco memperhitungkan jika AS menerapkan tarif 10% terhadap produk impor China senilai $400 miliar, kemudian China membalasnya dengan tarif 25% terhadap semua produk impor AS, maka perekonomian AS akan kehilangan sekitar 0,7% dari pertumbuhan PDB. 

Sementara itu, pertumbuhan global bisa berkurang 0,5%. Di tahun 2020, pelemahan PDB secara kumulatif akan mencapai 1% di AS, memangkas 700.000 mata pencahariaan di AS dan dua kali lipat dari itu di China, kata Daco dalam catatan risetnya.

"Penguatan ekonomi saat ini di AS bisa jadi tidak lebih dari sebuah fatamorgana, dan peningkatan tensi perdagangan dapat muncul tepat di saat momentum global melambat," katanya. 

Prospek tersebut dan ketidakpastian tentang tindakan Trump selanjutnya mungkin sudah memberi efek dingin bagi bisnis-bisnis yang terlibat dalam perdagangan dengan China.

Dimulai dengan masyarakat yang mengoperasikan pelabuhan-pelabuhan negara.

"Anggota kami berencana berinvestasi $155 miliar dalam lima tahun ke depan di infrastruktur, sehingga pelabuhan-pelabuhan bisa lebih mengakomodasi kepentingan perdagangan," kata Nagle. "Namun, kini kami khawatir melakukan investasi semacam itu di tengah lingkungan perdagangan yang tidak stabil. Ada banyak ketidakpastian."

Ketidakpastian itu kemungkinan akan berkepanjangan. Pasalnya, pekan lalu Trump melakukan tindakan yang nampak seperti gencatan senjata dalam perang dagang antara pemerintahannya dengan Uni Eropa (UE) setelah kedua belah pihak memperhalus sikap mereka dan sepakat untuk mengupayakan tarif yang lebih rendah. 

Namun, beberapa analis menunjukkan skeptimisme bahwa kesepakatan dengan China akan segera dilakukan.
"Meski itu [kesepakatan] berhasil dengan UE, China sudah mencoba taktik lebih halus yang sama dan ditolak," kata Paul Ashworth, Kepala Ekonom di Capital Economics. "Kemungkinan [China] tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya."


Foto: CNBC Indonesia




Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular