Special Interview

WB: Bukan Impor Infrastruktur yang Mengkhawatirkan Tapi BBM

Prima Wirayani & Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
30 July 2018 10:02
Kepala Ekonom Bank Dunia Indonesia Frederico Gil Sander membagikan pandangannya terkait situasi perekonomian global saat ini dan perekonomian Indonesia.
Foto: CNBC Indonesia/Prima Wirayani
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang sedang bergejolak menyebabkan ketidakpastian perekonomian global yang merambat ke Indonesia. Selain itu, pengetatan suku bunga yang dilakukan bank sentral AS Federal Reserve/The Fed juga menyebabkan nilai tukar mata uang dunia naik-turun, termasuk Indonesia.

Jurnalis CNBC Indonesia, Ester Christine Natalia dan Prima Wirayani, berbincang dengan Kepala Ekonom untuk Bank Dunia (World Bank/WB) Indonesia Frederico Gil Sander pada hari Senin (16/7/2018) di kantornya. Ia membagikan pandangannya terkait situasi perekonomian global saat ini, serta dampaknya bagi perekonomian Indonesia.

Berikut rangkuman percakapannya.

Bagaimana pandangan Anda tentang perekonomian Indonesia sejauh ini? Bagaimana perekonomian akan berjalan sepanjang tahun ini?
Menurut kami perekonomian Indonesia relatif baik. Ini adalah situasi internasional yang sulit. Enam bulan belakangan kita melihat peningkatan gejolak global yang telah berdampak ke banyak pasar berkembang, termasuk Indonesia. Namun, perekonomian Indonesia terus berjalan cukup baik dengan tumbuh di atas 5%, yang sebenarnya prestasi yang cukup kuat dibanding negara lain.

Pertumbuhan ekonomi 5% lebih tinggi daripada negara lain, tapi nampak tersendat beberapa tahun belakangan. Bagaimana Anda memandang hal ini?
Menurut saya tantangan bagi Indonesia adalah untuk meningkatkan potensi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto). Jadi, menurut kami potensi pertumbuhan PDB saat ini akan sekitar 5% dan 5,5%, itulah mengapa pertumbuhan berada di level ini selama beberapa tahun. Jika Anda memiliki kebijakan makroekonomi yang kuat dan konsisten, perekonomian akan tumbuh kurang lebih sesuai dengan potensinya.

Jadi, sebenarnya 5% yang konstan itu tidak buruk. Saya dari Brasil, dan kami berharap bisa tumbuh bahkan di posisi 3% yang konstan.

Sebenarnya (pertumbuhan 5% yang ajeg) itu tidak buruk. Namun, jika Indonesia ingin meningkatkan potensi hasilnya, yang menurut kami cukup memungkinkan, maka perlu mengatasi tiga celah kunci.

Pertama adalah celah infrastruktur yang menurut saya sudah mulai diatasi dengan alokasi sumber daya dari subsidi bahan bakar menuju ke lebih banyak investasi infrastruktur, serta dorongan untuk memperbaiki dan mempercepat pembangunan infrastruktur dalam negeri. Kami pikir ini sedang berlangsung, tetapi itu adalah celah yang besar jadi masih ada banyak hal yang harus dilakukan demi menutup celah infrastruktur.

Celah besar kedua adalah modal manusia. Jika kita bandingkan Indonesia dengan negara-negara lain di kawasan, khususnya Vietnam yang merupakan negara dengan pertumbuhan pesat di kawasan, mereka sebenarnya memiliki hasil yang jauh lebih kuat dalam tes pendidikan internasional. Itu adalah sesuatu yang perlu lebih diusahakan Indonesia guna memperbaiki kualitas pendidikan.

Hal yang juga penting untuk memperbaiki kualitas modal manusia adalah mengatasi masalah stunting (masalah gizi kronis). Seperti yang kita ketahui beberapa tahun lalu, sebanyak 37% anak-anak Indonesia terlalu kecil untuk usianya, dan itu sebenarnya mempengaruhi kemampuan belajar. Alhasil, itu berdampak pada kemampuan mereka menjadi modal manusia yang sangat produktif dan kompetitif ke depannya.

Jadi kami sangat mendorong pemerintah yang sebenarnya mulai mengatasi tantangan stunting melalui inisiatif kepresidenan, dan kami percaya diri tantangan modal manusia ini akan diatasi.

Celah besar ketiga adalah produktivitas. Produktivitas tentu saja termasuk beberapa isu tentang infrastruktur dan modal manusia, tetapi saya merujuk pada kemudahan berbisinis (Ease of Doing Business/EoDB) dan fakta bahwa Anda memiliki regulasi yang dapat diprediksi dan keterbukaan terhadap investasi.

Kita sudah melihat perkembangan di area-area tersebut. Kita sudah melihat kemajuan dalam indeks EoDB, tetapi kita masih melihat banyak hal yang bisa dilakukan guna membuat Indonesia menjadi tempat yang lebih menarik bagi investor-investor asing agar membawa teknologi dan cara baru untuk memproduksi berbagai hal. Sebab, begitulah Anda akan memperoleh pertumbuhan produktivitas.

Jadi, menurut kami dalam jangka waktu menengah jika Indonesia terus mengatasi tantangan-tantangannya, sebenarnya dia bisa mempercepat pertumbuhan di atas 5% saat ini. Namun, sementara dalam proses mengatasi tantangan struktural jangka panjang seperti ini, mencoba mempercepat perekonomian melebihi seharusnya sebenarnya memberi risiko ketidakseimbangan yang akan mengurangi pertumbuhan jangka panjang. Sebab, jika Anda memiliki ketidakseimbangan makroekonomi, jika Anda mencoba membuat ekonomi terlalu panas (overheat), maka itu akan berakhir dengan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang lebih tinggi. Anda mungkin akan menghadapi inflasi.

Jadi, kami sebenarnya menilai pemerintah sangat bijaksana untuk tidak membuat ekonomi terlalu panas. Kita juga memiliki skema kebijakan fiskal yang akan menahan defisit relatif rendah, sekali lagi untuk mempertahankan stabilitas.

Jika Anda memiliki pemerintah yang sangat berkomitmen terhadap stabilitas, maka pertumbuhan akan sesuai dengan potensi pertumbuhannya. Untuk mempercepat potensi pertumbuhan, kita perlu memiliki reformasi di bidang infrastruktur, modal manusia, dan produktivitas.

Bagaimana pandangan Anda tentang keputusan pemerintah untuk tidak merevisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini? Apakah itu baik-baik saja, menimbang banyak asumsi makroekonomi yang tidak sesuai target, misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP).
Dari yang saya pahami, keputusan untuk tidak merevisi APBN sebenarnya muncul dari perkembangan yang sangat positif, di mana terdapat peningkatan besar dalam pengumpulan pajak pada semester pertama tahun ini. Menurut saya kita masih perlu mencoba menganalisis sedikit lebih banyak data lagi, tetapi akan menarik melihat seberapa banyak karena dengan harga komoditas yang lebih tinggi, Anda mengumpulkan lebih banyak pajak pertambahan nilai (PPN) impor.

Beberapa pendapatan pajak juga cenderung dikerek harga komoditas yang lebih tinggi, jadi itu bagus.Namun, kita juga berharap ada beberapa kemajuan dalam pemenuhan tax amnesty dari beberapa inisiatif. Pemerintah kemungkinan akhirnya akan mulai melihat beberapa kenaikan pemungutan pajak yang tidak hanya didorong dari sisi komoditas. Saya memprediksi ada kombinasi dari keduanya yang mengarah ke kinerja pajak yang sangat baik di semester pertama. Dengan pajak yang lebih tinggi di semester pertama, menurut saya pemerintah memutuskan anggaran dan tentu saja tidak perlu memangkas apapun.
 
Jika alokasi dilakukan dengan cara yang masih relatif sesuai untuk saat ini, maka tidak perlu ada revisi.

Terkait situasi global, apa yang akan terjadi jika perang dagang terus berlanjut? Apa dampak yang akan terjadi di Asia, khususnya Indonesia?
Pengalaman kami adalah pasar dan perdagangan terbuka sebenarnya berfungsi sangat positif dan kuat dalam mendorong pembangunan kembali. Menurut saya tidak ada tempat di manapun yang bisa melihat hal ini dengan lebih jelas selain Asia Timur; seberapa besar masuknya China ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dan perluasan rantai pasokan yang benar-benar mengangkat Asia Timur. Sesungguhnya, saya pikir itu sangat positif untuk negara-negara di Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD), serta karena ongkos untuk banyak produk konsumen. Sebab, perlu diingat bahwa daya beli adalah berapa banyak yang Anda dapatkan dan berapa banyak ongkosnya.

Dengan perdagangan terbuka, ongkos untuk banyak hal sudah cukup moderat. Sehingga itu sebenarnya membantu daya beli di negara-negara maju, itu juga membantu menciptakan lapangan pekerjaan dan membawa perkembangan ke Asia Timur.

Kami sangat berharap tensi dagang ini selesai dan perang dagang tidak mendalam. Sebab, kami khawatir perdagangan yang menjadi mesin pertumbuhan selama beberapa dekade ini bisa melambat. Jadi itu akan menjadi risiko besar.

China adalah sumber penting bagi permintaan komoditas, baik komoditas energi maupun logam. Salah satu keprihatinan tepatnya adalah akan ada perlambatan di China yang bisa berdampak negatif pada harga komoditas. Hal itu tentu saja akan memiliki dampak yang berbeda-beda pada negara pengimpor dan pengekspor komoditas. Jadi, kunci bagi Indonesia jika ada penurunan harga batubara, ekspor logam dan minyak kelapa sawit Indonesia, kemungkinan akan ada guncangan negatif untuk Indonesia.

Namun, itu juga ada di waktu yang sama ketika Indonesia mencoba memperluas industri pariwisata yang sebenarnya memiliki potensi besar. Kami sangat mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan pariwisata. Pasar China akan menjadi pasar utama bagi wisatawan yang datang ke Indonesia dan membawa devisa ke Indonesia melalui pariwisata. Tentu saja, jika ada perlambatan di China, itu akan berdampak terhadap seberapa besar pertumbuhan pariwisata yang diprediksi ke depannya.

Tambahan terhadap dampak langsung seperti ini, menurut saya yang mengkhawatirkan juga adalah itu menciptakan banyak ketidakpastian dan pasar tidak menyukai ketidakpastian. Bayangkan Anda adalah seorang investor, Anda memikirkan tentang, sebut saja, investasi pariwisata. Anda memikirkan untuk membangun hotel yang sangat bagus di dekat Danau Toba karena sudah ada bandara ke sana. Namun, Anda lebih tidak yakin karena bertanya-tanya apakah perang dagang kian memanas dan mungkin memiliki dampak lebih besar. Mungkin pembiayaan akan lebih ketat ke depannya, suku bunga bisa saja naik dan mungkin pertumbuhan China akan terdampak.

Jadi ketika ada ketidakpastian, sebagai investor Anda cenderung akan mundur selangkah dan berpikir, "Mungkin saya akan menunggu sebelum berinvestasi".

Tindakan apa yang bisa pemerintah lakukan untuk meringankan segala risiko dari perang dagang? Khususnya, ketika pemerintah AS sudah meninjau beberapa produk impor Indonesia yang memperoleh GSP.
Menurut saya ini akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk melihat bagaimana bisa menumbuhkan ekspornya sendiri. Indonesia sebenarnya perekonomian yang relatif tertutup. Ekspor terhadap PDB cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur lainnya, bahkan jika Anda membandingkannya dengan negara terbesar.

Menurut saya ini bisa dilihat sebagai peluang untuk melihat beberapa...kembali lagi ke isu celah produktivitas, beberapa batasan investasi asing. Hal-hal apa yang bisa dilakukan untuk mempromosikan industri yang lebih berorientasi ekspor, entah di sisi manufaktur atau bahkan ketika kita berbicara tentang pariwisata. Sebenarnya, ada beberapa jasa yang juga dapat membantu posisi perdagangan.

Menurut saya rekomendasi kami adalah menggunakan peluang ini bukan untuk menutup diri, karena pada akhirnya itu akan merusak diri sendiri. Misalnya, salah satu hal yang kadang-kadang tidak disadari orang adalah Anda perlu mengimpor jika ingin mengekspor. Terkadang jika Anda ingin meningkatkan batasan perdagangan dan mempersulit impor, ketimbang menghasilkan industri domestik Anda justru mencekik industri domestik yang memerlukan hasil-hasil impor demi mengeskpor atau bahkan memproduksi untuk pasar domestik. Sehingga, dengan membuat industri-industri tersebut kurang kompetitif, Anda sebenarnya merugikan konsumen atau menyebabkan impor barang jadi ketimbang barang setengah jadi.

Menurut saya penting untuk bereaksi tidak dengan membatasi impor, tetapi dengan memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk memfasilitasi industri. Apakah dengan jadi lebih terbuka, lebih banyak kompetisi, mempermudah akses terhadap hasil yang mereka butuhkan, termasuk perbaikan infrastruktur yang membuat akses terhadap pemasukan lebih murah. Saya akan melihat banyak peluang di area-area tersebut, dan berpikir tentang bagaimana Indonesia bisa mengambil keuntungan dari fakta bahwa negara itu relatif terisolasi dan kemungkinan beberapa peluang yang akan ditarik, misalnya investasi China.

Banyak perusahaan China yang berpikir, "Mungkin lebih baik mendirikan bisnis di Indonesia, di Thailand sebagai basis produksi baik untuk melayani pasar AS maupun pasar kawasan yang tumbuh". Menarik investasi-investasi ini, bukan hanya khusus dari China, tetapi menarik investasi asing membantu industri untuk mampu mengakses pemasukan, serta mengekspor dan memproduksi lebih mudah. Hal-hal itulah yang harusnya menjadi arah kebijakan yang bisa pemerintah lihat saat ini.

Data neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus untuk kedua kalinya tahun ini. Bagaimana Anda memandang hal ini? Apakah ini akan menjadi tren baru sampai akhir tahun? Bagaimana ini akan berdampak pada rupiah terhadap dolar?
Melihat neraca perdagangan dalam transaksi berjalan, saya akan mencoba lebih fokus pada apa yang terjadi baik di sisi ekspor maupun impor, dan impor-impor seperti apa yang akan masuk. Sebelumnya kita berbicara tentang bagaimana pemerintah mencoba terlalu menstimulasi perekonomian, sehingga bisa menyebabkan transaksi berjalan yang tidak berkelanjutan. Namun, biasanya cenderung memanifestasikan dirinya dengan tingkat impor konsumen yang tinggi dan pertumbuhan konsumsi yang sangat pesat, juga pertumbuhan kredit yang tinggi. Saya tidak melihat satupun dari hal-hal tersebut.

Banyak yang terjadi para transaksi berjalan adalah pemasukan barang setengah jadi dan barang modal yang lebih tinggi. Beberapa barang modal sudah menjadi tren selama dua atau tiga kuartal terakhir di perusahaan tambang yang secara umum mendanai investasi mereka dari aliran uang tunai. Kini mereka memiliki uang tunai karena harga komoditas tinggi. Mereka belum berinvestasi, maka dari itu mereka harus membawa masuk peralatan untuk memperbarui peralatan lama yang mereka punya. Selama ini menghasilkan kontribusi besar terhadap defisit transaksi berjalan, hal-hal tersebut sebenarnya tidak buruk untuk impor.

Atau selama pemerintah mengimpor modal peralatan untuk pembangunan infrastruktur dan pengoperasian infrastruktur; kereta MRT, pesawat, peralatan pembangunan yang cukup mahal. Namun, itu adalah hal-hal yang menciptakan kapasitas baru di perekonomian. Mereka mungkin terlihat negatif untuk pertumbuhan PDB sekarang, tetapi jika Anda memikirkan jangka panjang, Anda tahu bahwa tahun depan atau tahun depannya, impor-impor itu akan meningkatkan kemampuan ekonomi untuk memproduksi lebih banyak.

Mungkin untuk jangka pendek itu nampak negatif, tetapi sebenarnya jika Anda melihatnya dari pandangan jangka menengah hal-hal itu sebenarnya sangat positif.

Saya tidak akan terlalu khawatir tentang transaksi berjalan terkait impor barang modal. Bahkan pada pemasukan setengah jadi, itu berarti Anda memiliki industri domestik yang memproses barang-barang setengah jadi itu baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Bahkan jika konsumsi domestik menggantikan impor barang jadi.

Menurut saya, pada sisi impor dari transaksi berjalan satu hal yang agak mengkhawatirkan bagi saya adalah di bidang minyak dan gas. Ini adalah satu alasan mengapa selalu mendukung baik pada rasionalisasi harga bahan bakar dan mengganti subsidi bahan bakar dengan bantuan tertarget bagi kelompok-kelompok yang lebih rentan terhadap perubahan harga bahan bakar. Sebab jika harga bahan bakar naik bersamaan dengan harga komoditas, orang-orang akan mengonsumsi lebih rendah. Sebenarnya itu adalah implikasi positif terhadap transaksi berjalan.

Kemudian kita melihat ke ekspor, dan saya sebenarnya lebih fokus pada mempromosikan ekspor dan berpikir mengapa volume ekspor komoditas belum naik dengan cepat. Sebab ketika harga naik, maka kecenderungan seharusnya bagi produsen adalah memproduksi lebih banyak untuk memperoleh keuntungan dari harga yang tinggi. Namun jika Anda melihat sektor pertambangan, sektor itu belum memproduksi banyak. Jadi mungkin mencoba menanyakan beberapa pertanyaan tentang bagaimana kita meningkatkan volume ekspor, apakah itu isu terhadap logistik, apakah itu isu yang membutuhkan lebih banyak investasi, kita perlu melihat regulasinya.

Seharusnya lebih banyak volume ekspor di sektor pertambangan, baik logam dan energi untuk memperoleh keuntungan dari fakta bahwa harga tinggi. Kemudian, tentu saja akan membantu neraca perdagangan Anda.

Poin kedua adalah apa yang kita lihat sebelumnya ada keperluan untuk mungkin melihat bagaimana Anda memperluas ekspor manufaktur dan jasa. Coba mendorong fokus pada hal tersebut, dan seharusnya pada bagaimana kita bisa menghentikan impor. Sebagian besar dari impor itu sebenarnya baik-baik saja. Menurut saya jika perhatiannya lebih pada perbincangan untuk meningkatkan ekpsor, itu akan lebih sehat secara jangka panjang bagi prospek Indonesia.

Jadi, impor yang besar itu tidak akan menjadi pengaruh buruk bagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS?
Saya paham pemerintah melakukan banyak upaya untuk mengomunikasikan bahwa mereka menginginkan stabilitas rupiah. Menurut saya ada beberapa alasan mengapa dalam hal kepercayaan sistem keuangan, kepercayaan terhadap mata uang itu penting bagi pemerintah dalam mengirimkan sinyal-sinyal itu. Namun, faktanya adalah ada banyak hal yang masih sangat terkait dengan pergerakan global. Itu adalah versi lebih berisiko yang meningkatkan ketidakpastian.

Pemerintah melakukan apa yang mereka bisa, BI sudah menaikkan suku bunganya, Kementerian Keuangan menahan defisit fiskal. Itulah mengapa ketika Anda menahan defisit fiskal, ada lebih sedikit aset dalam mata uang rupiah.

Kita perlu menerbitkan lebih sedikit utang, jadi Anda tidak perlu banyak warga negara asing untuk datang dan membeli utang pemerintah. Mereka melakukan itu. BI memaksa perusahaan untuk melakukan lindung nilai. Menurut saya pemerintah berupaya melakukan segala hal yang mereka bisa untuk kembali meyakinkan pasar dan mengirimkan sinyal positif sebanyak mungkin.

Menurut Anda, berapa lama tensi dagang antara AS dan China akan berlangsung? Berapa lama ketidakpastian ini akan berlangsung?
Itu adalah pertanyaan yang sangat sulit. Saya perlu bertanya ke bola kristal, perlu merekrut dukun. Sangat sulit untuk mengatakannya karena dalam situasi seperti ini, Anda tidak pernah tahu berapa banyak orang yang meningkatkan posisi negosiasi. Sebab ada beberapa isu yang sedang dinegosiasikan, yang mungkin semacam isu sah untuk negosiasi. Kita tidak tahu berapa banyak yang dibicarakan dari negosiasi ini atau berapa banyak orang yang tidak akan mengubah pikirannya entah apapun yang akan terjadi dan itu akan mempersulit. Menurut saya orang-orang bernegosiasi, kecenderungan negosiasi ini akan rampung segera itu tinggi. Namun, kita tidak tahu pasti apa hasil akhir dari negosiasi di balik layar, jadi sangat sulit untuk memprediksinya.

Jadi gejolak akan terus berlangsung sepanjang tahun?
Sangat sulit. Saya harap tidak, saya harap itu segera berakhir. Namun, saya tidak dapat memberi pemikiran atau prediksi tentang kapan dan apa tonggak sejarah yang akan menunjukkan progres ini.

Bagaimana Anda melihat perkembangan ekonomi AS, khususnya ketika The Fed berencana untuk menaikkan suku bunga lebih tinggi? Apa dampaknya terhadap Indonesia?
Menurut saya kita harus melihat bagaimana itu terkait. Jadi ini adalah seluruh isu tentang perang dagang, kemudian ini isu tentang suku bunga yang sebenarnya menjelaskan bagaimana berbagai hal dimulai di awal tahun. Orang-orang mungkin meneruskan perang dagang, tetapi mereka jelas khawatir perekonomian AS menguat dan sejalan dengan penguatan perekonomian AS adalah peningkatan suku bunga.

Jika Anda ingat di bulan Februari, ada laporan pekerja yang sangat kuat. Itulah ketika imbal hasil utang 10 tahun memuncak dan menyebabkan banyak aliran dana keluar dari pasar-pasar berkembang, rupiah mulai bergejolak. Itulah bagaimana hal-hal dimulai. Gejolak tahun ini benar-benar tentang kebijakan suku bunga ketimbang perdagangan.

Sekarang, selama peningkatan suku bunga berkaitan dengan penguatan perekonomian AS, itu juga menjadi sumber kekuatan permintaan global. Jika perang dagang ini hanya tentang perbincangan dan memiliki dampak yang relatif kecil ke perekonomian global, kita mungkin akan terus mengkhawatirkan peningkatan suku bunga The Fed. Namun, pada sisi nyata perekonomian, pada permintaan komoditas yang kita bicarakan sebelumnya, pada permintaan produk rantai pasokan, meski itu lebih sulit karena kegaduhan perang dagang, permintaan global akan tetap ada.

Menurut saya sebenarnya itu bukan proyeksi yang buruk untuk perekonomian global, dan menurut saya itu sudah menjadi proyeksi untuk tiga bulan pertama tahun ini di mana ekonomi pada dasarnya akan tetap kuat. Jika ekonomi kuat, maka masuk akal jika The Fed terus menormalisasikan kebijakan moneternya.

Sekarang yang paling baru, jika kita lebih khawatir perang dagang bisa berdampak pada perlambatan beberapa perekonomian global dan juga berdampak pada AS sebagai salah satu pesertanya. Maka jika ekonomi tidak tumbuh dengan kuat, laju peningkatan suku bunga tidak akan secepat itu. Dua hal itu semacam offside satu sama lain, dan faktanya itu adalah maksud dari kebijakan moneter. Kebijakan moneter jika ekonomi berjalan dengan baik, maka ada hal baik yang terjadi di satu sisi. Kita tidak mau membangun ketidakseimbangan, sehingga kita menaikkan suku bunga. Namun, jika tidak ada kekhawatiran tentang ekonomi yang tumbuh secepat perkiraan, maka mungkin laju peningkatan suku bunga melambat.

Dalam segala kasus, jika kita memikirkan apa artinya bagi Indonesia, menurut saya selama perang dagang ini menghasilkan ketidakpastian, mereka cenderung memiliki dampak negatif terhadap aliran modal. Di sisi lain, jika The Fed menaikkan suku bunga, mereka cenderung memiliki dampak negatif.

Menurut saya hal terbaik yang bisa dilakukan Indonesia sebenarnya adalah terus berinvestasi yang kuat ke ekonomi domestiknya. Sebab, banyak investasi yang mungkin akan masuk terkait FDI. Dalam hal aliran portofolio jangka panjang, mereka akan melihat kekuatan yang mendasari perekonomian. Bahkan dengan kenaikan suku bunga, kita sudah mulai melihat investor cenderung membedakan banyak hal terkait prospek perekonomian suatu negara, terkait kerangka kerja makroekonomi mereka.

Jadi selama Indonesia bisa terus membedakan dirinya sendiri dengan memiliki kerangka kerja makro kuat yang dimiliki, serta meningkatkan prospek pertumbuhan bahkan dengan tekanan ini. Baik tekanan dari ketidakpastian perang dagang maupun kenaikan suku bunga, seharusnya itu masih menjadi tujuan menarik bagi modal asing.

Jadi bisa dibilang motor pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini adalah investasi karena kita tidak bisa lagi bergantung pada perdagangan?
Belakangan perdagangan bukanlah motor yang terlalu besar. Menurut saya investasi sebenarnya mesin yang baik terkait pertumbuhan ekonomi. Tentu saja jika Anda melihat kuartal pertama dan investasi akhir tahun lalu sudah menjadi pendorong besar untuk pertumbuhan.

Bagi kuartal kedua kita kemungkinan melihat sedikit banyak keseimbangan antara investasi dai konsumsi dengan lebaran, dengan banyak hal yang menguat daripada tahun lalu. Namun, kita terus berharap di antara kelanjutan banyak proyek infrastruktur ditambah kekurangan di perusahaan tambang. Bukan berarti jika Anda membawa masuk semua investasi dengan cepat, hal-hal seperti ini membutuhkan waktu. Kita harus memesan dan menunggu barang-barang itu untuk datang. Kemudian Anda harus membangun berbagai hal, membangun fasilitas tambahan. Menurut saya masih ada beberapa momentum untuk naik, mungkin tidak setinggi kuartal keempat [tahun lalu] dan kuartal pertama tahun ini. Namun, menurut kami investasi harus tetap kuat tahun ini.
(prm) Next Article Industri Asuransi Terkena Dampak Pelemahan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular